T.T.K (PANTAI TELUK AWUR JEPARA)
MBAH HAR - WAHYU
"Aku tahu sesungguhnya bilamana doaku dijawab, yaitu bilamana aku telah menerima segala ketetapanNya (Allah) dengan Ridho"
Berbagi cerita bertemu menjalani hidup. Bahagia senandung memiliki. Hidup jiwamu menjaga di setiap langkah-langkahku. Membumi menjemput langit.
Engkau bawa diriku ke dalam hidupmu. Engkau basuh diriku dengan rasa sayang. Engkau sentuh hatiku dengan cintamu. Engkau bawa cintaku dengan sejuta warna. Engkau warnai hariku dengan rasa senyum. Senyummu adalah hidupku. Engkau adalah nafas kehidupan.
Teluk Awur, Bumi Kartini Jepara
Petikan harpa tercipta nada harmonis. Mengalun merdu menyatukan deburan ombak lautan menuju pantai. Percikan sinar kemilau menggelembung biru membiru membius kesadaran mengakhiri penantian. Doa dalam Kalam Illahi mampu merubah takdir adalah benar adanya. Dan kita menyaksikannya
Sunset sore di terpa hujan tanpa mendung menambah indah suasana. Kacamata batinku ikut berbisik, angin berisik bersuara haru menetes air mata langit. Tanpa ragu kutatap semburat wajah kemerahan dengan air mata mengalir. Bening kelompak matamu kusibah dengan kesucian jiwa dan raga kauserahkan.
Kemarin  aku tidak berani menatap matamu, dan memilih menunduk. Aku takut melihat air mataku mengalir karena tatapanku nyaris tanpa cahaya. Kemarin, aku memaksa berjalan membelakangi arah, karena aku takut jika mendekat sesugguhnya engkau akan menjauh. Karena tatapanku sebatas tembok kamar, karena pendengarku sebatas jarak terjangkau, karena wangi bunga sebatas sejengkal kelopak jari tanganku. Tapi, tidak dengan hari ini.
Pohon Bakau hijau menahan kerasnya malam gelombang menghantam. Seperti hanya memberi tempat bersembunyi biota laut, ketika berbisik selaras memberikan tangan akar-akarnya menunduk ke bumi dan membumilah dengan dalam, semakin dalam, makan semakin cepat langit mendengar.
Tangga, beribu tangga aku tepis memalui makna. Berlari lambat tapi jelas walaupun pelan menyongsong ombak menangkap gemuruhnya di setiap bulan. Kerikil berbatu tinggal cerita. Lembut pasir menyisakan pena manis tinta pelangi aku gambarkan garis wajahmu memerah menerima uluran tanganku.
Diantara bulan purnama bulat utuh, kita berlari kecil menyusuri sepanjang pantai berpuisi. Seolah ringan terbang kecil di atas air kupegang pinggangmu. Sesekali kau lirik ke belakang dengan tatapan manja penuh kasih. Dan aku kan menjagamu dari sini, sekali untuk selamanya.
Selintas burung camar melintas rendah riuh membuka jendela. Lampu-lampu kamar hotel tampak menyala redup. Hatiku terdalam membiarkanmu berlari kecil mendahuluiku. Kukejar dan kutanggap serta kudekap dengan rasa sayang. Melukis cakrawala bersama bentang malam membujur hangat pantai tidak berujung tepi. Selamanya
Malam semakin jelang. Ketika kita selesai menyusuri pantai, berkelap-kelip kita menyaksikan dari atas balkon. Berjuta cahaya mata jeli mencuri pandangan. Bersandar di bahuku hangat cinta, kita saling bercerita tentang kenangan di hari kemarin, berbincang di detik ini dan berdoa untuk masa depan yang lebih dekat.
Tumbuhan batu buat menahan laju gelombang kita tatap jelas dari atas sini. Cinta kita akan akan bertahan segitu hebatnya, tidak siang, bukan pula malam, tiada jeritan kesakitan ataupun penyesalan. Sebaliknya, justru memancarkan aura keindahan bagi yang memandangnya, bagi yang menikmati duduk di sebelahnya, atau sekedar bercengkerama di atas batunya. Bisa jadi buat tempat perlindungan biota laut kecil dari hujan terkadang pasang.
Secangkir kopi tipis kita minum bersama. Satu cangkir, di bekas bibir yang sama. Pahit tidak terlalu manis. Satu tegukan lagi menggulirkan suasana. Terjawab sudah doa-doa.
Lihatlah, aku di sini tidak lagi melawan takdirku. Karena ini takdir harapanku. Takdir waktuku. Memandangmu, menatap bulat bola matamu nansayu, membuat diriku yang tidak sempurna menjadi bagamana aku semakin mencintaimu. Membuatku semakin tidak kenal siapa aku, kecuali bagaimana aku mencintaimu dengan benar.
Semakin malam, semakin hangat.
Kubiarkan rambut bergelombangmu hitam menutupi mataku. Berputar seiring dunia menjernihkan keindahannya. Membuktikan cinta mewarnai dunia, tanpa cinta dunia mungkin sudah berhenti bercerita. Kesan sesaat menutupi mataku, tersapu wangi angin malam makin larut membius. Permulaaan cinta kubiarkan cinta tetap menjadi dirinya sendiri.
Sepanjang permadani hijau aku bentangkan. Lurus berkemungkinan mengukir dari sisi utara. Berlari di sebelahnya menggenggam jari-jari erat tangan. Dan tunggulah di sana kita mengelilingi purnama menari, rona merah di pipimu. Cinta akan membawaku laksana ikan di laut.
Aku biarkan kamu berlari menikmati serunya. Kita pecahkan celengan waktu dalam segala bahasa alam andai menguasainya. Kita hayati dalam dalam keabadian, kita tilik melalui hati dan perasaan. Benar adanya cinta telah meniupkan kehidupan melalui kepingan rindu. Tak ada lagi pantulan cermin di air malam karena purnama, aku jamin tanpa perkara. Sepanjang pasir putih Pantai Teluk Awur semoga cinta membuatku lebih bijaksana dan bertakwa.
Ketika itu kita telanjang kaki. Merasakan sentukan gelombang pantai. Isu hati tertambat di dermaga sebelah. Di seberangnya kita bawa terang bunga yang terpetik. Layar berganti berayun diantara akar-akar bakau menahan pasang gelombang. Satu jiwa selamanya.
Tiada mimpi lagi yang terbeli. Bersama kita saksikan syair-syair tenggelam menyisir perahu nelayan mulai merapat. Pantun-pantun burung pipit berdzikir menggambarkan kebesaranNya. Â Takkan lelah kudekap pinggangmu terasa hangat. Menahan waktu adalah penting untuk selamanya. Tersenyumlah dan kedipkan matamu akan tumbuh kesucian hati dan perangai yang terpuji.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H