Suara itu begitu kencang menggema. Aku tak pernah menemukan solusinya untuk menemukan bnetuknya. Aku tak bisa leluasa melihat paradigma pandanganku, pandanganku terbatas karena aku disanteri angin yang terbang berputar begitu hebatnya.
Sudahlah...aku anggap itu pusara yang dibuat angin sehingga mengantarkan bentangan begitu hebatnya. Aku anggap akulah yang terhebat jika sudah dalam ambang mimpi-mimpi. Indah begitu indah, tidak ada yang lain mengubah atau mempengaruhi dan tak ada bakalan yang membuat aku kotor untuk sekarang...untuk sekarang.
Kisah aku punya cerita...berakhir sudah saat aku terbangun. Sama aku dengan mereka, sama aku menginjak tanah dengan telapak kaki yang terkadang angkuhnya dialasi telapak kaki buatan.
Aduh bunyi itu...aduh bunyi itu, histeris keheranan aku. Dari keheranan itu aku teringat yang lain yang terlewatkan...aku ingin ulang yang terlewatkan.
Dalam mimpi-mimpiku itu, aku tak pernah lagi lihat pandangan ke bawah. Pandanganku yang ada selalu tertuju datar ke atas dan terus ke atas...sementara untuk menjanjikannya adalah anganku belaka yang berdiri dalan agar-agar empuk kapan saja dicairkan.
Itulah kenapa aku ingin berbagi cerita ini, untuk diriku sendiri agar aku tak pernah lupa dan melupakannya dan bila aku sudah ingat, maka aku tak mungkin aku lupa lagi.
Ingat aku...tak kusangka bulan yang sudah sedemikian dekatnya direntangan tangan, memang hanya ada dalam jurusan yang salah. Some question dari aku dijawab seorang adik bayi itu. Dia lambaikan tangan dan ucapkan selamat tinggal padaku.
Dia meninggalkan aku dengan bertahap, dengan dilalui ketika menggumpal, berjalan dengan merangkak dan akhirnya meluruskan tangan tinggi-tinggi ke atas untuk menunjukkan refleksinya padaku...pikirku saat itu aku bisa tertawa mengejeknya.
Aku berteriak..."tak mungkin dengan segala kemungkinan menjangkau aku dengan tangan dan kakimu!"...dianya menggeleng dan balas aku "tak mungkin menjangkau bulan dengan menaiki awan".
Tertawa dianya padaku dan dia tunjukkan sebuah buku-buku yang dalam berbagai label dilontarkan padaku saat telah sejajar padaku. Dia lemparkan terus dan yang terjadi aku tak pernah bisa menjangkaunya walaupun hanya barang satu lembar yang tercecer beterbangan. Katanya "ini sebuah rintangan...sebuah rintangan, jangan disia-siakan dan mulailah dari bawah...itu lebih baik!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H