"Si Hitam" begitulah Andi memanggil. Saben hari kebutuhan Si Hitam dipenuhinya, jangan kata kelaparan, kekenyangan pastilah. Tubuhnya yang gemuk dan subur adalah bukti betapa Andi tak pernah lupa memberi makan tiap waktu.
Pagi, siang dan sore, rutin. Dengan suka cita. Kemudian Andi masuk kembali untuk sarapan. Sarapan seadanya telah disiapkan Ibu tercinta sebelum ke pasar. Apapun adanya, patut disyukuri dan yang lebih berarti adalah ungkapan kasih sayang tulus.
Merasa cukup kenyang, Andi ambil ancang-ancang. Ngacir ke sawah nyusul Masnya, sampai-sampai lupa membersihkan kamarnya yang acak-acakan waktu tidur.
SI Hitam juga telah sarapan seperti tuannya. Si hitam tidak seperti kerbau-kerbau lainya, yang orang mengatakan pemalas, pekerjaannya makan dan tidur. Tidak, Si Hitam menjawabnya dengan lantang, "aku tidak demikian".
"Et...hampir lupa!" Kata Andi
Andi merasa ada yang terlupa, apakah itu? Bergegas ke dalam. Kalung si hitam kemarin dilepasnya belum dipasaangkan kembali. Kemarin dilihatnya ada tanda-tanda talinya akan putus, jadi perlu diganti, daripada hilang.
"Hitam ini kalungmu, mana kupasangkan!" Kata Andi
Si hitam menjawab dengan dengusannya. Hati dan jiwa mereka telah menyatu. Mereka telah saling mengerti, sehati.
Andi meninggalkan rumah dengan santai. Tak ada beban terlintas. Si hitam yang dulunya kerbau liar, berkat sentuhan tangan Andi penuh kasih sayang, si hitam berubah menjadi penurut.
Angin semilir, cerah berkelap-kelip. Derap langkah meniti jalanan, menerkam menusuk batu dan rerumputan. Dengan mata terang, seterang matahari melintasi liku dan jalanan belum beraspal. Berlipat maju menyusuri tanah berlumpur sekiranya di siram hujan tadi malam membawa berkah.
"Ayo...Man!" Kata Andi