"Senengane membandingkan!"
Namanya juga anak-anak, nggak ngertilah gapai mentari. Jiwa tak menentu terangi sedikit kesusahan dan kesulitan. Tahunya sesuatu yang lugu untuk dirinya.
Bapak Nur menunjukkan sesuatu pada Nur. Pintanya, dengar gemericik sungai itu, pasang telinga baik-baik. Konsentrasikan juga pandangan, jangan terbang ke mana-mana. Tempatkan untuk bisa tebari tak seberapa lebar. Cukuplah untuk seorang yang bisa tebari bunga dengan jalan yang lugu.
"Mana...mana Pak?"
Sekali lagi si Bapak tersenyum dengan ramahnya. Ada dihadapan yang hanyalah itu saluran got biasa. Tidak didapati yang namanya sungai, apalagi riak air yang dimentah-mentah disuruh pasang telinga.
"Bapak bohong!"
Nur lagi marah dan ngambek. Dekap dengan senyuman si Bapak mengelus-elus rambut Nur kecil agar tetap tenang. Majulah terus mereka mengukur tiap petak jengkal tanah yang basah.
"Aku haus!"
"Haus?"
"Aku haus Pak...Nur haus sekali!"
Haus...jangan bingung-bingung, tinggal teguk dan minum aja redakan haus dan dahaga tubuh. Cukup dengan senyum legakan segala nestapa dan derita dengan sendirinya semua akan terbilang.