Dulu...kakek itu hanya tinggal di dekat gubug sana, sebelah timur sana ditunjukkan dengan jari. Namun, setelah sekian tahun lamanya rumahnya telah berdiri sebuah sekolahan. Dan kakek itupun mengasingkan diri di balik bukit sana menghabiskan sisa-sisa umurnya.
"Lalu kebo-kebonya ke mana, Pak?"
"Ada!" kebo-kebo yang digembala di sini, di sawah ini milik kakek itu. Seluruh kebo yang dimiliki kakek, diserahkan kepada warga untuk dirawat dan dibesarkan. Kakek itu ingin benar-beanr menyepi.
"Kakek itu namanya siapa?"
Bapak Nur menggeleng. Menggeleng bukannya tidak tahu, hanya untuk apa diketahui. Biarkanlah kakek itu istirahat dengan tenang di balik bukit sana. Untuk apa mengungkit-ungkit orang yang telah lelah menjalani kerasnya kehidupan, yang penting untuk diketahui adalah jiwanya.
"Anak-anaknya atau keluarganya?"
"Kita...!" kita adalah keluarganya. Semua orang yang dipermukaan bumi ini adalah saling saudara. Jadi, kitalah pula saling jaga dan saling bina, juga untuk menjaga kakek itu, kalau bukan kita lantas siapa lagi?
Mereka, Anak dan Bapak makin jauh menyusuri pematang sawah. Panas tak dihiraukan, membentang hijau di kaki langit lebih indah.
Pak tani dengan rajinnya menggarap sawah. Menyiangi rumput serta membasmi hama dan gulma, tak terkecuali tanaman-tanaman penggangu akan mengganggu tumbuh suburnya tanaman padi disikat.
"Nur...lihat kawan-kawanmu itu!"
"Yaa...tapi Nur tak kenal siapa mereka."