OBROLAN BAPAK DAN ANAK (JALAN-JALAN KE SAWAH)
Mbah Har - Wahyu
Minggu pagi ini, Nur panggilan akrab dari Nur Muhammad menyusuri pematang sawah. Nur tidak sendiri, Nur berjalan bergandeng tangan dengan Bapaknya.
Mereka, Bapak dan Anak sangat-sangat menikmati hawa pagi dengan kesejukan yang merasuk ke sum-sum tulang. Pelan tapi pasti menyusuri jengkal tiap jengkal tanah dengan rumput-rumput masih basah setelah semalam diguyur embun dari balik gunung sana.
Terdengar pula suara seruling bambu dari balik bukit sebelah timur. Pemandangan biasa dari tiap pagi dipandang mereka-mereka yang melintas tepian sawah ini.
Suara seruling bambu itu ditiupkan dengan merdunya oleh seorang kakek di balik bukit sana. Seorang diri kakek itu tinggal, seorang diri pula melewatkan harinya begitupula menghabiskan sisa waktu umur yang tersisa.
Semua orang, semua warga di desa tahu siapakah beliau kakek ini. Beliau termasuk orang yang disegani, beliau adalah satu-satunya cikal bakal pendiri desa ini yang masih diberi umur, yang lain telah pergi mendahului.
Pastilah tak diragukan lagi usianya beranjak senja. Sangat-sangat lanjut memperkirakan lebih dari seratus tahun. Usia yang panjang untuk zaman dan waktu seperti sekarang ini.
Tak perlu ragukan pula rambutnya penuh dengan uban. Hampirlah tidak ditemui rambut hitam, mungkin pula giginya tinggal dua, mungkin pula tidak.
Bapak Nur mengatakan pada Nur, dulu...saat masih kecil Bapak Nur sering naik kebo-kebo milik kakek di balik bukit sana. Bermain dan bercanda bergulat dengan lumpur alangkah menyenangkan.
Itu dulu sekali, kira-kira seumuran dengan Nur. Dan hal itu tak berlangsung lama, selang naik SLTP harus pindah ke kota sana mengikuti orang tua. Sejak saat itu tak pernah jumpa lagi hingga saat ini.