Yang telah menuntunku menuju separuh hidupku. Yang aku sadari atau tidak, telah menjadi sebagian separuh hidupku. Yang harus aku akui menerangi cahaya gelapku. Menjaga sepanjang hidupku untuk luruh diantara tikungan fatal. Dan itulah kenangan dalam bukuku yang terdalam. Tak akan hilang.
Alunan sampai sejenak hati terdalam baru aku sadari. Dalam hati ada satu bisikan suara ternyata pelita hidupku. Rembulanku. Senada seindah diantara ceruk pegunungan diantara keindahan lembah ngarai pepopohan hijau. Dedaunan tumbuh merumput di dahan dan ranting. Burung berkicau hinggap diantaranya. Seandainya berdua seimbang sudah di dalam hidup ini.
"Astagfirullah..."
Semilir bayu sejuk menyadarkan aku. Aku harus segera melahirkan perjalanan ini. Menuntaskan pengembaraan, menyempurnakan tujuan untuk pulang. Selanjutnya, aku akan dapat melagukan kedamaian, sekedar melahirkan lagu kedamaian. Melodikan syair penghapus piluku. Menggelorakan semangatku. Janjiku yang dulu untuk tersenyum mekar menghibur melihatmu bahagia.
Jam 19.00 selebihnya dalam hitungan menit. Selebihnya aku tutup pintu kamar rapat-rapat. Tak bersuara aku ayunkan kaki menuju cahaya luar nyata. Nyata menderu menuju perjalanan pulang yang aku janjikan.
Sendiri laguku
Kopi dan camilan wajib. Untuk kesekian kalinya nafas menghela. Memastikan angin masih berhempus walaupun sepoy panas kebisingan beradu. Sebelum subuh aku harus sampai (target), tidak ada alasan. Jalan tol membentang lurus tanpa celah kerikil. Kaki-kaki karetku terbilang muda dan umur tungganganku jauh lebih kokoh dari besi baja, selalu muda karena muda dan hidupku untuk cinta. Cinta adalah pelangi yang menyinari pandangan mataku menatap ke depan jalan berdebu. Terciptalah menyentuh pelukan.
Bismillah...aku tempuh perjalanan ini "Hanya untuk sekedar kau tahu -- Hanya ingin kau tahu". Malam yang aku pilih, terasa hangat membasuh tubuh. Melodi malam sengaja kuperdengarkan agar menyulut senyum mengalun mendayu bak simfoni dua hati.
Deru nafasku terdengar teratur. Katakanlah, sudah puluhan kilometer aku melangkah sudah. Diantaranya gema takbir diakhir Ramadhan tahun ini, diantara sekali lagi lagu lagu aku perdengarkan  untuk menggugah kehadiranmu disebelahku. Sengaja sampul biru pemberianmu sepuluh tahun silam aku letakkan di jok kursi sampingku untuk mendampingiku. Katakanlah kau menuntunku, sebagaimana kuakui engkaulah inspirasi  sehingga tercipta sejauh cerita hidupku saat ini. Kau bagian separuh nafasku.
Selebihnya jarak yang aku ambil, sesungguhnya menguras air mata. Mendekatkan dalam arti yang terindah. Sejujurnya itu hanya sehari saja, sehari saja bilamana waktuku cukup jauh.
Dan sepertinya aku telah menempuh perjalanan dengan menyisakan sepertiga perjalanan jauh. Memanjang aku lihat burung camar terbang bermain di deru air. Suara gitar alam elok memainkan rumusnya menyayat sembilu, mengiris kalbu.