Mohon tunggu...
Abdhol Aziz
Abdhol Aziz Mohon Tunggu... Wiraswasta - Educator

mencintai yang dicintai untuk mengharap cintaNya,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Quo Vadis Pendidikan di Masa Pandemi Covid 19

23 Agustus 2020   23:12 Diperbarui: 23 Agustus 2020   23:56 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Quo Vadis Pendidikan di Masa Pandemi Covid 19

Semenjak ditetapkannya darurat covid 19, praktis sudah empat bulan lebih kegiatan belajar mengajar dialihkan dari rumah. Awalnya peraturan berubah-ubah tidak pasti. Bahkan memang tidak ada kepastian yang jelas. Khususnya di Kabupaten Kediri. Banyak kabar simpang siur berterbangan di sosial media yang memberitakan keputusan Kepala Dinas Pendidikan.

Namun setelah dikonfirmasi secara langsung kepada yang bersangkutan, ternyata tidak/belum mengeluarkan pengumuman resmi. Baru keluar resmi dari dinas setempat pada malam hari sebelum ditetapkannya 16 Maret 2020 semua kegiatan belajar dialihkan dari rumah. Melalui WhatsApp group.

Gagap dan gelagapan setelah pengumuman resmi dikeluarkan. Pengelola pendidikan,  orang tua,  bisa jadi pemerintah pun juga merasakan gelapan menghadapi pandemi seperti ini.  Tidak ada persiapan. Tidak ada rencana antisipasi sebelumnya. Terlebih ketika ditemukan angka positif di daerah tersebut terus meningkat.

Tagar #stayathome #belajardarirumah #wfh membanjiri sosial media juga membanjiri isi kepala masyarakat negeri +62. Semua menjadi korban, terlebih peserta didik yang merasakan kejenuhan yang akut. Akibat terlalu lama di rumah dan memendam rasa rindu yang berar untuk bisa beraktivitas di sekolah.

Belajar dalam jaringan pun dilaksanakan oleh semua jenjang pendidikan. Tanpa mewajibkan mengacu terpenuhinya ketuntasan kurikulum. Meskipun begitu apakah sudah efektif?  Tidak sama sekali. Terlebih sekolah-sekolah yang berada di pegunungan atau pelosok desa. Konsep kelulusan untuk jenjang Sekolah Dasar pun diganti.

Semula menggunakan sistem UN,  tahun 2019-2020 tidak dilaksanakan UN. Sebagai gantinya menggunakan nilai raport mulai semester VII sampai semester XII. Benar-benar bubrah tatatan pendidikan tiga bulan awal pandemi.  Bisa jadi sampai saat ini dan seterusnya. Akibat kegagapan antisipasi penanganan wabah pandemi ini.

Sampai saat ini grafik penularan covid 19 terus meningkat. Hari ini sudah menunjukkan angka 150.000 lebih (Minggu, 23 Agustus 2020) yang positif di seluruh Indonesia.  Kementrian Pendidikan tetap melarang mengaktifkan belajar di sekolah untuk zona selain hijau. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya pencegahan preventif covid 19.

Efeknya tahun ajaran baru 2020-2021 pun tetap dengan konsep Belajar Dari Rumah entah sampai kapan. Kejenuhan massal pun akan terus berlanjut. Sayangnya ketika dunia pendidikan formal masih bersikukuh tidak mengaktifkan pembelajaran secara normal atau setidaknya new normal, pesantren sudah memasukkan santri-santrinya.

Ada yang bertahap dan ada juga yang PD memasukkan semuanya tanpa tahapan dengan tetap mematuhi protokoler pencegahann covid 19. Meskipun dalam prakteknya tidak semuanya mematuhi protokoler pencegahan covid 19. Dengan dalih tidak sepenuhnya menerapkan kurikulum nasional. Pesantren mempunyai kurikulum sendiri. Apakah dalih seperti itu sudah cukup membuka kegiatan pembelajaran kembali?

Jika mau membuka mata dengan lebar,  sebenarnya sudah banyak sektor yang mulai menerapkan konsep new normal.  Coba lihat sektor perekonomian seperti pasar,  mall,  jalur transportasi semuanya sudah mulai operasi.

Kenapa bidang pendidikan formal saja yang masih "dinonaktifkan"? Apakah konsep new normal tidak bisa dilaksanakan? Kenapa yang lain diperbolehkan?  Seabrek pertanyaan bernada kecemburuan sosial tersimpan dan keluar melihat fenomena saat ini.

Penulis menyayangkan kebijakan pemerintah yang tidak tegas dan tidak konsisten. Seolah memang ada tebang pilih penerapan dalam mengatasi pandemi covid 19. Tanpa memberikan solusi yang tepat. Seperti permasalahan di bidang pendidikan. Solusi yang diberikan hanya program Belajar Dari Rumah sistem online.

Mereka tidak paham permasalahan yang muncul jika daring dilaksanakan. Seperti beban orang tua lebih meningkat. Padahal orang tuanya juga harus bekerja.  Faktor psikologis anak tidak bisa merasakan pembelajaran langsung.

Faktor pelaksana pendidikan swasta yang harus memikirkan finansial agar tetap menjaga kualitas dan pelayanan prima. Faktor guru swasta yang gajinya mulai dipotong karena pemasukan juga berkurang dan masih banyak dampak lainnya.

Dalam hemat penulis,  sebenarnya masih sangat memungkinkan bagi pemerintah membuat trobosan inovatif untuk menyelamatkan nyawa warganya,  menyelamatkan ekonominya sekaligus menyelamatkan dunia pendidikan. Asal mau benar-benar fokus memikirkan dan mencari solusi yang menjawab permasalahan saat ini. Bukan malah membuat permasalahan baru.

Bayangkan saja,  empat bulan ini apa saja yang dilakukan oleh abdi negara (ASN Kemendikbud dan Kemenag)  khususnya di dunia pendidikan? Beban mengabdi yang sangat berkurang drastis akan tetapi pemerintah tetap memberikan tunjangan seperti biasanya. Pemborosan yang tidak ada hasil positif untuk kemajuan pendidikan.

Pandemi seperti ini harusnya membuka mata pemerintah lebih inovatif melahirkan trobosan solutif. Jika kementrian sosial mampu mengeluarkan kebijakan untuk pemberian sembako bergilir,  minimal kementrian pendidikan dan kebudayaan mengeluarkan kebijakan yang membantu keberlangsungan pendidikan itu.

Misalnya dengan berkolaborasi dengan kementrian komunikasi informasi membuat gebrakan internet masuk desa,  one student one smartphone dikhususkan di daerah pegunungan atau bisa membuat aplikasi yang rapi untuk melancarkan proses pembelajaran

Aneh bin ajaib ketika pandemi seperti ini malah pendidikan di suruh mengikuti pelatihan pembelajaran online dengan tarif yang tidak murah. Apalagi materi pelatihan yang sudah tak up to date,  mengubah power point menjadi video dan membuat Google form.  Materi yang bisa dipelajari lewat youtube harus diadakan pelatihan segala.  

Akhirnya, penulis memohon kepada pemerintah khususnya dinas terkait untuk memberikan perhatian yang solutif untuk dunia pendidikan. Bukan malah menambah permasalahan-permasalahan baru. Mau dibawa kemana pendidikan Indonesia di masa pandemi saat ini?

Sangat disayangkan anggaran negara terbuang tanpa hasil.  Katanya ingin mencerdaskan kehidupan bangsa. Masak cuma begitu saja.

Abdul Aziz
Penulis adalah Guru honorer SD Swasta di Kabupaten Kediri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun