Di dalam kejernihan batin ini, kita lalu tidak lagi sibuk ngotot mengubah orang lain atau memaksakan pikiran-pikiran kita di dunia maya, supaya sejalan dengan keinginan kita itu. Kita lalu menerima apa yang terjadi, lalu berusaha melakukan perbaikan, sesuai dengan kebutuhan dan keadaan yang nyata. Kita tidak lagi sibuk dengan prinsip-prinsip di kepala kita, yang kerap kali dibarengi dengan emosi keras dan membuat bathin kita terus gelisah. Kita lalu sibuk untuk mengawasi diri kita sendiri, termasuk semua emosi, perasaan dan pikiran yang lewat di dalamnya sebagai sebentuk pengkondisian yang sifatnya semu dan menipu.
Perjalanan mawas diri menuju kejernihan batin dan kebijaksanaan hidup ini tentu harus dilalui. Ada yang bisa langsung memahami dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ada yang perlu waktu lama untuk memahaminya terlebih dahulu. Karena, tidak ada rumus universal untuk hal ini ?!.
Di dalam prosesnya, tentu ada keberhasilan dan kegagalan. Kerap kali, kita lalu kembali terjebak di dalam emosi dan pikiran-pikiran kita yang lahir dari pengalaman masa lalu dan pengkondisian kita. Kita pun kembali mengalami konflik bathin, dan lalu merasakan kegelisahan. Namun, semua ketegangan batin itu haruslah tetap diawasi dan disadari sebagai ilusi. Kita tidak boleh hanyut ke dalamnya, bahkan kita terus menyadari bahwa tak pernah ada kedamaian di dunia kita sendiri, tanpa mengawasi diri sendiri !?. Wallahu A’lamu Bishshsawwab.
Bekasi 02 November 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H