Mohon tunggu...
Mbah Dharmodumadi Purwalodra
Mbah Dharmodumadi Purwalodra Mohon Tunggu... Dosen - Mati sa'jroning urip iku kudu dilakoni, kanggo ngunduh kamulyan.

Simbah mung arep nulis, sa' karepe simbah wae, ojo mbok protes. Sing penting, saiki wacanen ning ojo mbok lebokke ning jero dodo, yooo ?!!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Hanya Lima Menit Saja !

24 Desember 2014   06:59 Diperbarui: 5 Desember 2015   21:24 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1419356252899814515

[/caption]

Oleh. Purwalodra


"Aku minta waktumu lima menit aja."

"Untuk apa !" jawabnya, ketus.

"Sedikit aja untuk bicarakan kesiapanmu jadi seorang penulis."

"Cuma butuh lima menit ?!"

"Iya" jawabku singkat. "Sekarang duduklah disampingku"

Dengan sangat terpaksa, iapun duduk persis disamping kiriku, sambil melihat kiri-kanan, depan-belakang, kalo-kalo ada yang memperhatikan dirinya ketika berada disampingku.

Di halaman kantor, usai senam pagi ini, sambil menunggu sarapan yang sudah disiapkan oleh pihak sekretariat. Aku merasakan betapa sulitnya berhubungan dengan perempuan yang satu ini, yang selalu sibuk .. buuk .. buuk .. buuuuk. Aku pikir memang dia tidak ada waktu lagi untuk sekedar ngobrol yang tak berguna. Itulah sebabnya, aku hanya butuh lima menit waktu yang tak berguna itu untuk membicarakan hal-hal yang menurutku sangat berguna.

Mungkin, waktu lima menit bagi dirinya sangat berarti, buktinya dia mengatakan, "untuk apa !" Dan akupun juga tau dirilah, bahwa tak semua perempuan yang ku kenal bisa mudah tertarik padaku. Apalagi aku sudah terlanjur distempel 'Modus' (modal dusta) oleh dirinya. Tapi tak mengapa, tokh ini penting untuk dia dalam tugas-tugasnya sebagai seorang sekretaris di sebuah kantor besar, sementara aku hanya seorang staff yang tujuh tahun gak pernah naik-naik, tuh gaji !!!.

"Oke, gimana"

"Begini ..." aku menghela nafas panjang.

"Cuma lima menit khan ?!"

"Iya... lima menit aja !." Jawabku agak sedikit kesal.

"Oke, aku mau dengerin."

"Sebelumnya, aku mau tanya dulu, apakah kamu siap jadi penulis ?"

"Gitu deeech ... !?"

"Oke ?!" meski aku tak pernah mengerti apa yang dia maksudkan.

Pembicaraanpun berlangsung agak serius. Ternyata ia mendengarkan apa yang kusampaikan tentang bagaimana caranya kita mudah menulis, apapun bentuk tulisannya. Dan, aku tidak pernah sangsi dengan kecerdasannya. Karena, dengan IPK yang lebih dari 3,2 di traskrip nilai sarjana, biasanya IPK sebesar itu dimiliki oleh orang-orang yang cukup cerdas. Yaa ?!, memang dalam bekerja sehari-hari dia tergolong perempuan yang disiplin dan cepat menyesuaikan diri dengan apapun tugas-tugasnya.

Meskipun dia tergolong perempuan yang cepat tanggap, cerdas, dan lumayan cantik. Namun, ada satu hal yang mungkin bagi orang lain, yang belum mengenal sikap dan kepribadiannya, bakal dibuat sakit hati dan mual-mual. Dia kadang-kadang terlalu polos dalam bersikap dan menindaklanjuti sebuah pesan. Kepolosannya dalam membicarakan sesuatu, dan mengkritisi sesuatu memang cukup membuat jantung orang mengkerut ... ruut ... ruut ... ruuuut. Dengan kepolosannya ini, ia tidak sungkan-sungkan marah atau mengatakan sesuatu itu apa adanya tanpa disaring terlebih dahulu. Sehingga apa yang dia lihat dan dia dengar, akan keluar kata-kata pedas, yang meluncur begitu saja dari mulutnya tanpa tedeng aling-aling alias tanpa ada filter.

Sering dengan kepolosannya, dia melukai orang yang ingin coba-coba menyukainya. Dia pasti akan mengatakan, "modus apa lagi nih !!!" Lalu meninggalkannya untuk selamanya.  Menurutku ini merupakan sikap yang luar bisa keras, seakan hidup ini tak punya 'rasa'. Hidup baginya adalah kerja, kerja dan kerja. Meski aku sampai hari ini belum bisa mengerti tentang sikapnya, namun bagiku "peduli amat", tokh .. si amat aja gak pernah peduli pada siapapun, tauuu !!!.

"Oooo, gitu ya ?!. Jadi menulis itu ternyata mudah, hanya menulis apa yang ada di kepala kita aja. Dan, gayanya seperti kita ngomong begini ???!. Langsung tulis gituuu !?. Lalu, jangan kasi kesempatan untuk memikirkan apa yang ada di kepala kita. Langsung tumpahin aja dalam tulisan." Ia mencoba mengulangi apa yang kusampaikan dalam lima menit terakhir.

"Iya !!!" jawabku singkat.

"Okke deech .. trims ya ?!" Kemudian, iapun begegas pergi mengambil sarapannya dan memberiku secarik kertas. Tak lama ia pergi, kertas itu kuremas-remas dan kubuang di rerumputan depan kantor. Lantas, akupun ikut antri menerima sarapan.

"Heeei ... ini kertas yang kau buang tadi." Ternyata ada seorang teman yang memperhatikanku selama lima menit tadi.

"Memang kenapa ?"

"Baca dong, apa yang dia tulis dikertas itu ?!."

"Kau sudah membacanya ?" Kataku sempat terheran-heran.

"Hmmm, Ya .. " datar-datar aja.

Lantas tanpa menaruh prasangka apapun, akupun membaca satu kalimat di atas kertas bergaris, "Aku Mencintaimu .... !!!." Namun bagiku kata-kata itu biasa-biasa saja. Tak berarti apa-apa. Mungkin karena aku sudah terasuki filosofi rasional-pragmatis, jadi kata-kata itu tak lagi menyentuh hati. Dengan cepat aku remas-remas lagi surat itu dan ku buang jauh-jauh ke tepi jalan raya.

Bekasi, 23 Desember 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun