Mohon tunggu...
MB TJAHJONO
MB TJAHJONO Mohon Tunggu... Konsultan - LAKI LAKI

HOBI JALAN JALAN DAN MENYENDIRI

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bidadari Tak Bersayap

19 Februari 2020   11:27 Diperbarui: 19 Februari 2020   11:34 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi itu udara terasa sejuk membuat suasana terasa nyaman, aku lihat seseorang duduk termenung dekat jendela dengan pandangan yang kosong. Kerudung yang dikenakan tidak bisa menyembunyikan kegelisahan yang ada, namanya Ayu Wandira. Dia adalah salah satu staff di kantorku, banyak orang yang jatuh hati padanya.

"Assalamualaikum" sapaku padanya, dengan senyum dia menjawab "Waalaikum salam", "pagi pak". Pagi juga jawab ku. Ayu adalah anak seorang petani yang tinggal di Majalengka, Ia seorang yang cerdas terbukti merupakan lulusan dari ITB. Ayu merupakan anak yang berbakti pada orang tua nya, rasa baktinya ditunjukkan dengan membiayai adiknya untuk sekolah.

Sebelum hari mulai siang aku panggil dia penasaran apa yang membuat dia termenung, "Ayu sini" kataku memanggilnya. Dengan perlahan dia memasuki ruanganku "Iya pak, ada yang bisa saya bantu ?", "Hmm tidak, coba kamu duduk" kataku, "Kenapa tadi padi kamu termenung dekat jendela?". Dengan senyum tipis dia menjawab "Tidak ada apa apa pak", "Ceritakanlah siapa tahu saya bisa mebantu" kataku lagi, meski ragu dia mulai bercerita.

Saya tumbuh di sebuah desa didaerah majalengka, sebuah tempat yang indah jauh dari hinggar binger kendaraan bermotor, kesejukan alamnya dan bening air sungai merupakan karunia dari sang pencipta. Setelah lulus SMA saya melanjutkan pendidikan saya di Bandung, untuk membiayai sekolah saya, orang tua harus menjual sebagian ternak dan sawah nya. Alhamdulillah 4 tahun saya bisa menyelesaikan kuliah saya, kemudian saya melamar di kantor ini dan diterima.

Ketegaran Hati

Satu minggu ini ada perbulatan batin tentang permintaan dari orang tua saya, ibu saya masuk rumah sakit beliau mengalami gagal ginjal, butuh donor dan biaya untuk pengobatannya. Pernah saya bercerita kepada teman di kantor tentang masalah saya, ada yang member saran untuk menggunakan uang perusahaan, namun hal ini bertentangan dengan hati nurani saya.

Sejak kecil saya di didik oleh orang tua saya untuk jujur dan selalu bersyukur akan nikmat yang saya terima. Kalau saya terima saran teman saya untuk menggunakan uang perusahaan berarti saya mengianati didikan orang tua saya dan saya tidak bisa menjaga pakaian yang saya kenakan, tak terasa air mata menetes dari maata yang syahdu. Saya adalah anak yang dibangga-bangga kan oleh orang tua saya, saya takut akan memudarkan kebahagiaan ibu dan bapak saya akan diri saya.

Hidup memang harus memilih, setiap pilihan pasti mempunyai akibat atau resiko. Saya masih memiliki sedikit tabungan yang bisa digunakan untuk berobat, biarlah itu aku pakai meski nantinya aku tidak memiliki, namun aku masih punya harga diri. Setelah bercerita Ayu ijin untuk meneruskan pekerjaannya.

Sebuah Tanda Bakti    

Tak terasa seminggu setelah bercerita, Ayu nggak masuk ke kantor selama 3 dengan alasan sakit, beberapa teman di kantor berinisiatif menjenguk ke rumah sakit tempat Ayu dirawat. Jam 12 siang kami ber lima sudah sampai di rumah sakit tempat Ayu dirawat, didalam sebuah kamar terbaring sosok tersebut dengan wajah pucat namun senyumnya terus mengembang.

"Gimana kabarnya Ayu ?" sapa ku, "Alhamdulillah pak baik, kewajiban saya sudah saya laksanakan pak, Alhamdulillah" jawabnya. "Ibu disini juga ?" tanyaku lagi, "Iya pak di sebelah, Alhamdulillah donornya tidak ditolak". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun