Al-Mas’udi menyebutkan bahwa Khalifah Umar ra. meninggal pada hari Rabu, sedangkan Utsman dibaiat pada hari Jumat. Jadi, proses pemilihan khalifah setelah Khalifah Umar ra. berlangsung dari Rabu siang, malam Kamis, Kamis siang, malam Jumat dan Jumat siang, yakni berlangsung selama tiga hari dua malam. Dengan demikian, tiga hari itu merupakan waktu untuk memilih khalifah dan tidak boleh lebih dari itu (Al-Khalidi, Qawâid Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 257).
Apa yang dilakukan Umar ra. adalah berwasiat kepada ahlusy-syura dan memberi mereka masa jeda (jelang waktu) selama tiga hari untuk memilih khalifah penggantinya. Bahkan Umar ra. berwasiat bahwa jika dalam tiga hari khalifah belum disepakati, maka orang yang menentang hendaklah dibunuh. Umar ra. juga mewakilkan kepada lima puluh orang dari kaum Muslim Anshar untuk melaksanakan itu, yaitu membunuh orang yang menentang khalifah terpilih. Padahal mereka semua adalah ahlusy-syura dan para Sahabat senior. Semua itu dilihat dan didengar langsung oleh para Sahabat dan tidak terdapat satu riwayat pun bahwa ada seorang dari mereka menentang atau mengingkari ketetapan Umar ra. ini. Dengan demikian, menjadi Ijmak Sahabat bahwa kaum Muslim tidak boleh kosong dari khalifah lebih dari tiga hari. Ijmak Sahabat dalah dalil syariah, sebagaimana al-Quran dan as-Sunnah (Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 27).
Tanpa Khilafah, Umat Berdosa
Sejak saat jabatan Khilafah kosong, baik karena Khalifah meninggal, mengundurkan diri atau diberhentikan, maka kaum Muslim wajib segera mengangkat khalifah. Berdasarkan Ijmak Sahabat, kaum Muslim diberi masa jeda (jelang waktu) hanya tiga hari untuk mengisi kekosongan jabatan Khilafah dengan mengangkat khalifah baru. Oleh karena itu pada saat jabatan khalifah mengalami kekosongan, kaum Muslim wajib segera menyibukkan diri untuk membaiat (mengangkat) khalifah baru, dan harus selesai dalam tiga hari.
Karena itu, jika kaum Muslim tidak menyibukkan diri untuk membaiat khalifah, dan mereka berdiam diri saja, maka mereka semua berdosa sejak Khilafah itu diruntuhkan dan selama mereka berdiam diri dari usaha memperjuangkan pengangkatan kembali Khilafah, sebagaimana kondisi saat ini. Kaum Muslim semuanya berdosa karena ketiadaan upaya mereka untuk mendirikan kembali Khilafah sejak Khilafah diruntuhkan pada 28 Rajab 1342 H/ 3 Maret 1924 M sampai mereka berhasil menegakkan kembali Khilafah.
Dalam hal ini, tidak ada seorang pun yang terbebas dari dosa ini kecuali orang yang aktif berjuang dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan kembali Khilafah bersama jamaah yang ikhlas dan benar. Sebab, hanya dengan cara itulah mereka akan selamat dari dosa, yang merupakan dosa besar, seperti yang dijelaskan oleh hadis Rasulullah saw.:
وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِى عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
Siapa saja yang mati, sementara di pundaknya tidak ada baiat (kepada khalifah), maka dia mati (dalam keadaan berdosa) seperti mati jahiliah (HR Muslim).
Adanya celaan dalam hadis tersebut, yakni berupa sifat kematian jahiliah (mati dalam keadaan berdosa), adalah untuk menunjukkan besarnya dosa ketika kaum Muslim hidup tanpa memiliki khalifah yang mereka baiat.
Namun, apabila kaum Muslim telah berusaha keras untuk mengangkat khalifah, dan ternyata mereka belum mampu mewujudkan Khilafah selama tiga hari disebabkan oleh hal-hal yang memaksa, yang berada di luar kemampuan mereka, maka dosa telah gugur dari diri mereka. Rasululah saw. bersabda:
إِنَّ اللهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ