Mohon tunggu...
Umar Fondoli
Umar Fondoli Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jika kebisuan tidak sanggup memberikan jawaban, menulis adalah cara mudah untuk meringankan beban hidup.

Kalau susah diomongin, ditulis aja......

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dalam Genggaman Rencana

11 Maret 2011   02:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:53 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tidak lagi mendengar penjelasan dari Malik atas kata-kata istrinya. Kenapa dia diam saja, seharusnya dia bisa menjawab bahwa Allah menciptakan nasib seseorang itu berbeda-beda. Wajah manusia di dunia ini saja Allah ciptakan satu sama lainnya berbeda, apalagi nasib.

“Aku ke ladang dulu, assalamu’alaikum,” kata Malik berpamitan kepada istrinya, lalu keluar dari dalam rumah dengan membawa cangkul dan pikulan, berjalan menuju hutan dan hilang ditelan lebatnya pepohonan.
Aku masih bersembunyi di belakang rumahnya. Aku intip dari celah pintu belakang rumah, istrinya sedang bersolek sambil bersenandung lagu cinta. Tidak lama kemudian, datang seorang pemuda desa yang rupawan, mengendap-endap masuk pintu utama rumah Malik.
“Ssssssst……sudah aman ya…” kata pemuda tampan itu kepada Halimah setengah berbisik.
“Ah…kau. Berlagu seperti tak tahu saja kebiasaan suamiku yang bodoh dan pemalas itu. Kalau jam segini, dia sudah pergi ke ladang, sayang,” jawab Halimah.

Ada rasa sesak didada, ingin kutinju saja muka pemuda tampan yang pringas pringis menggoda istri orang. Tapi apa dayaku, kalau mereka sama-sama mau.
“Hihihihi….aku kan sudah bilang sama kau, tinggalkan sajalah suami miskin seperti dia. Apa yang bisa dibanggakan dari dia, lelaki yang sudah ditakdirkan sulit untuk kaya. Kasih anak tidak bisa, menyenangkan istri tidak bisa, setiap hari hanya kotbah soal agama. Apa perut ini bisa kenyang hanya dengan berdoa, apa hati ini bisa senang hanya dengan kata-kata,”  busyet, mulut pemuda itu benar-benar busuk. Berani-beraninya dia mendustakan agama.
“Hihhihi…betul, sayang. Bodohnya aku kali ya. Aku dari dulu juga merasakan begitu, aku sebenarnya menyesal menerima dia sebagai suamiku. Aku dulu beranggapan kalau dia itu lelaki yang bisa diandalkan untuk bisa menyenangkan dan membahagiakan aku dengan harta dan benda. Kau kan tahu kalau dia itu anak angkat Wak Umar, salah satu orang terpandang di desa kita. Tunggulah sampai pada saatnya nanti, aku akan tinggalkan dia dan kita bisa menikah. Kalau perlu kita racun saja dia, agar warisannya jatuh ke tangan kita..hahahaha…,” ucap Halimah, sambil memeluk dan mencium bibir pemuda itu.

Aku yang menyaksikan dari celah pintu, ikut terbakar hatiku melihat istri sahabatku melakukan perbuatan yang biadab itu.
Perlahan-lahan aku langkahkan kakiku meninggalkan halaman balakang rumah Malik, yang didalamnya dihuni dua manusia yang sedang dimabuk asmara. Aku percepat langkahku menuju hutan belantara, untuk menyusul Malik untuk mengadukan perbuatan istrinya yang keblinger memasukan laki-laki lain kedalam rumah ketika suaminya sedang pergi untuk mencari nafkah.
Aku lewati jalan setapak yang aku yakin adalah jalan yang dilewati Malik. Rasa heran juga menyelimuti hati ini, kenapa dia berpamitan ke ladang ? Mana ada di dalam hutan ada ladang. Setahuku ladang milik Wak Umar yang diberikan kepada Malik berada di pinggir hutan. Ah..kemanakah Malik. Kasihan dia telah dikhianati istrinya. Benar-benar bahlul, kecantikan perempuan ternyata bisa menjadi senjata ampuh untuk menipu laki-laki agar bisa bertekuk lutuk dihadapannya.

Sudah hampir dua jam aku telusuri jalan setapak dalam hutan, belum juga ada tanda-tanda keberadaan Malik. Ada rasa keputus asaan menyusuri hutan belantara ini, ada rasa takut tersesat dan ingin aku putuskan untuk kembali saja sebelum jauh melangkah ke dalamnya.

Lamat-lamat aku dengar suara Malik yang sedang menangis dan mengeluh seperti berdialog dengan Tuhan. Aku datangi suara Malik dengan penuh kehati-hatian agar dia tidak mengetahui kedatanganku. Aku urungkan niatku untuk mengadukan kepadanya tentang apa yang sekarang terjadi di rumah dia.

“Ya Allah, aku harus bagaimana ? Aku mohon ampun kepadamu atas kesulitan hidup yang aku alami saat ini. Sungguh, aku sudah tidak tahu harus kemana, selain memohon kepadaMu,”  Ya Allah Ya Tuhanku, Malik ternyata duduk bersila di atas batu besar dan dikelilingi hewan-hewan buas itu. Dan anehnya hewan-hewan itu seperti mendengarkan dan menghayati apa yang di katakan oleh Malik. Aku tidak paham, dia sedang berdoa atau sedang mengeluh kepada Allah.
Aku lihat Malik masih berkomat-kamit seolah khusuk membaca mantra. Lalu dia meneruskan ratapannya sambil berlinang air mata, “Ya Allah, bersemayamlah dalam diriku, agar syetan, nafsu, birahi yang tak terkendali dan juga iblis laknat menjauhi aku. Agar kebahagiaan dunia dan akherat setiap saat bisa aku dapatkan atas petunjukMu karena Engkau bersemayam di bathin dan otakku. Ketika aku malas, cambuklah aku dengan kuasaMu. Aku ingin ada didalam genggamMu. Janganlah buat Aku mengeluh dan mengeluh setiap saat karena penyesalan dan penyesalan yang tidak ada gunanya. Ubah diriku atas kehendakMu.”

Aku sungguh merasa merinding dan setengah tidak percaya, kalau Malik ternyata mengalami pergolakan jiwa. Lalu di berjalan menyuapi satu persatu hewan-hewan itu dengan daging yang entah dia dapat dari mana. Aku melihatnya bahwa kebuasan hewan-hewan itu bisa tunduk dengan kasih dan sayang yang diberikan Malik kepadanya.

Kepala hewan-hewan buas itu dielusnya dengan lembut satu persatu, tidak terlihat ada perbedaan perlakuan kepada mereka. Beberapa saat kemudian, Malik berdiri diatas batu besar dan terlontar dari bibirnya petuah yang disampaikan kepada semua hewan buas yang mengelilinginya, seolah para binatang itu mengerti dengan apa yang disampaikan oleh Malik.

Dia berkata, “Camkan wahai sahabatku semua, rasa cinta itu seharusnya membebaskan bukan membelenggu. Seharusnya rasa cinta itu adalah memberikan kesenangan dan kebahagiaan kepada orang yang dicintainya. Meskipun rasa bahagia dan kesenangan mahluk yang kamu cintainya ternyata mencintai dan menyayangi mahluk lain selain dirimu.”

Dia nasih terus menerocos seperti orang kesurupan,”Kita semua harus sadar bahwa apa yang diberikan kepada kita adalah titipan dari Tuhan. Harta, benda, ilmu, saudara, teman, anak dan juga istri, semuanya adalah titipan dari Allah. Bagaimana kalau Dia meminta kembali titipannya ? Mampukah kalian menerima kenyataan yang sebenarnya bukan pahit kalau memang itu ridho Allah.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun