Mohon tunggu...
Umar Fondoli
Umar Fondoli Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jika kebisuan tidak sanggup memberikan jawaban, menulis adalah cara mudah untuk meringankan beban hidup.

Kalau susah diomongin, ditulis aja......

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Melawan Arus

19 Februari 2011   21:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:27 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kami diajak pak Soemiran. Kami betul-betuk ndak tahu kalau BTI itu ternyata juga PKI. Kami hanya manut karena dikasih tau kalau ikut BTI, petani akan makmur dan bertambah penghasilannya. Ampun, pak !’’

"Dimana sekarang Soemiran !’’
"Tidak tahu pak. Kami bersembunyi di gua ini, karena takut akan dibunuh oleh orang-orangnya pak Pratomo dan pak Rewang,’’ mata bapakku menatap wajahku yang saat itu berdiri bersama teman-temanku dikejauhan. Aku hanya bisa meneteskan air mata tanpa bisa berbuat apa-apa. Sesak dada ini jika mengingat peristiwa itu.

Soemiran adalah tokoh BTI Jawa Timur yang sering memberikan ceramah didesaku tentang kemajuan petani. Padahal jaman itu, mana bisa petani bisa maju, didesaku saat itu diserbu jutaan rombongan tikus yang entah datangnya dari mana. Tiba-tiba saja tikus-tikus itu menghabiskan padi di semua hamparan sawah. Gitu kog ngomong memajukan petani, memberantas tikus saja nggak becus.
Selain Soemiran, aku masih ingat nama-nama mereka yang sering mendatangi penduduk yang miskin di desaku. Ada yang namanya Hutapea, Rewang, Soeslan Wijaya, Tjugito, dan Letkol Pratono. Letkol Pratomo kabarnya adalah mantan dandim Padeglang. Dimana padeglang aku juga nggak tahu lha wong katanya kabar.

Daerahku, sejak jaman penjajahan Belanda memang sering dijadikan sarang perampok dan berandal-berandal. Selain daerahnya tandus dan berbukit-bukit, jalan untuk mecapai ke Blitar selatan memang sulit waktu itu. Karena saking takutnya, konon tentara Belanda tidak pernah berani masuk ke daerah Blitar selatan.

Ketika jaman orde lama, perampok yang terkenal sadis waktu itu adalah kelompoknya Karsobrandol. Mereka biasanya beroperasi di daerah Rejotangan, Ngunut, Kalidawir dan Boyolangu. Karsobrandol memang terkenal kejam dan tidak segan-segan membacok korbannya jika tidak menuruti kemauannya.

Karena letaknya yang jauh dari alat kekuasaan serta banyaknya bromocorah yang beroperasi di daerah ini, sangat menguntungkan PKI untuk memprovokasi masyarakat Blitar selatan dan menjadikannya basis untuk melaksanakan taktik dan strategi Mao Tse Tung-nya yang terkenal dengan istilah desa mengepung kota.

Apalagi penguasa Kabupaten Blitar waktu itu belum mampu menjamin keamanan rakyat Blitar selatan. Wajar jika rakyat lebih condong kepada yang menguntungkan mereka. Minimal mereka bersikap apatis terhadap segala persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Pedoman mereka sangat sederhana : Pokoke selamet ! Mangan ora mangan sing penting ngumpul, kog nggak dibalik saja seperti semangatnya orang Minang, kumpul nggak kumpul yang penting makan.

Pejah gesang nderek Bung Karno’’ (mati hidup ikut Bung Karno), pada waktu itu merupakan motto yang dipegang oleh hampir keseluruhan masyarakat Blitar selatan. Isyu yang dibawa PKI ke Blitar selatan untuk melancarkan propagandanya dengan dalih bahwa mereka akan melakukan gerakan untuk menyelamatkan Bung Karno yang dipenjara oleh pemerintah rezim Soeharto.

Propaganda itu sangat mujarab dan mengena pada hati rakyat Blitar selatan yang cinta terhadap tokoh Proklamator Republik Indonesia itu. Apalagi rakyat Blitar selatan yang terdiri atas kaum tani yang masih sangat terbelakang itu memiliki tabiat yang toleran, suka menolong dan segan menolak segala permintaan orang lain.

Bapakku yang saat itu tidak kuat menahan siksaan tentara, bersama dua orang kawannya berhasil melarikan diri dari kamp tahanan orang-orang PKI di Bakung kearah timur menyusuri pantai selatan. Lima kompi tentara dikerahkan untuk mencari bapakku. Setiap rumah digeledah, setiap gua dan bungker dilereng-lereng bukit di cemplungi granat.

Aku yang waktu itu sedang duduk-duduk di halamn rumah sangat kaget, ketika ada lima tentara dengan wajahnya yang tampak marah langsung masuk rumah dan berteriak-teriak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun