Mohon tunggu...
Abdul Azis Al Maulana
Abdul Azis Al Maulana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN Mataram

Jika kau bukan anak raja, bukan orang terpandang, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Layla Majnun: Sejauh Mana Manusia Bisa Waras Dalam Cinta?

6 November 2022   15:03 Diperbarui: 6 November 2022   15:06 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Layla Majnun karya Syekh Nizami, Foto dari Penulis

Review Buku Layla Majnun Karya Syekh Nizami: Sejauh Mana Manusia Bisa Waras Dalam Cinta?

Saya rasa hampir masyarakat Indonesia pernah mendengar tentang kisah Layla Majnun karena keepikan cerita yang dibawanya, bahkan tak ayal konon Layla Majnun karya Syeikh Nizami inilah yang membuat William Shakspeare terinspirasi untuk menciptakan kisah serupa; Romeo dan Juliet, yang juga maha karya dalam bidang seni sastra.

Namun pertanyaannya apakah kisah Layla Majnun memang seepik itu? Atau mungkin kitalah yang terlalu hiperbolis dalam menyampaikan ceritanya sehingga buku tersebut meledak di pasaran? Pertanyaan ini tentu penting untuk kita tanyakan karena kita akan terjun kedalam salah satu buku fenomenal di dunia sastra yang bahkan dibaca dan menjadi rujukan juga oleh sastrawan besar, Jalaludin Rumi.

Baca Juga: Review Buku Kedai 1001 Mimpi Karya Valiant Budi: Apa Yang Kau Cari Ke Arab Saudi?

Novel Layla Majnun pun menjadi kajian dalam banyak tongkrongan dan diskusi, bahkan salah satu tokoh filsafat terkemuka di Indonesia, Fahrudin Faiz. Pernah membahas bagaimana kisah cinta Layla dan Majnun dalam salah satu kajian filsafat dan tasawufnya, yang mana kajian itu bisa anda temukan pada salah satu channel Youtube sekarang.


Dan kali ini, saya sendiri akan mencoba me-review buku Layla Majnun karya Syeikh Nizami dan sedikit menyelami inti cerita yang dibawakannya. Saya berharap dalam penyampaiannya tidak terlalu spoiler dalam cerita dan tidak mengganggu anda yang mungkin belum membaca bukunya.

Berbicara tentang Layla Majnun maka berbicara tentang cinta dan hakikatnya, bahkan kontemplasi buku ini dengan kitab Fihi Ma Fihi karya Jalaludin Rumi membuat mereka menjadi kesatuan untuk menyelam kedalam lautan cinta itu sendiri. Adapun saya akan sedikit mengisahkan tentang buku ini karena akan berpengaruh pada penjelasan saya pada tulisan ini nanti....

Baca Juga: Review Buku Animal Farm Karya George Orwell: Seberapa 'Babi' Pemerintah Kita?

Kisah Layla Majnun dimulai dengan Syed Omri yang merupakan ketua dari kabilahnya, yang kemahsyurannya diketahui oleh para kabilah-kabilah Arab yang lain. Syed Omri sendiri diibaratkan bintang kejora diantara bintang yang lainya, sebab dialah yang paling terang dibandingkan dengan bintang yang lainnya, paling dikagumi, paling mahsyur, paling disegani.

Akan tetapi kendati ia memiliki banyak harta dan kesejahteraan yang ia miliki melimpah ruah, namun takdir tidak berpihak kepadanya. Masa depannya suram karena ia menyadari bahwasanya tanpa ada keturunan maka kerajaan yang ia miliki akan musnah, dan tentu tanpa adanya pengganti maka kabilahnya akan dengan mudah diserang oleh kelompok lain, bahkan kemungkinan kesejahteraan dan harta yang ia miliki juga akan direnggut secara paksa.

Syed Omri pun gusar, ia meminta kepada orang-orang alim ulama untuk mendapatkan anak, entah itu melalui doa maupun ritual keagamaan lainnya. Akan tetapi semua hanyalah hampa, semua usaha yang ia miliki berujung sia-sia, penantian Syed Omri tidak mendapatkan apa-apa selain kekosongan dan harapan yang semu. 

Namun pada suatu titik penantian, doa-doa yang menggumpal pada ujung langit itu akhirnya diijabah, dan lahirlah seorang anak kuat nan gagah yang diberi nama Qays. Satu-satunya anak yang diharapkan nanti menjadi pemimpin untuk kabilahnya.

Sebagai anak tunggal dari kerajaan yang mahsyur maka Syed Omri memberikan segalanya kepada Qays, diberikannya makanan-makanan terbaik, pakaian-pakaian terbaik, dan bahkan pendidikan-pendidikan terbaik dengan mendatangkan guru terbaik kepadanya, bahkan ia disekolahkan pada universitas terbaik di tanah Arabia.

Namun takdir adalah momentum. Dan ketika cinta mendatangi Qays dengan bertemu Layla yang merupakan perempuan tercantik di negerinya, yang kulitnya seputih mutiara dan giginya seputih melati; Qays jatuh cinta. Namun hal yang kemudian menjadikan cerita ini menjadi seru dan tidak klise bahwasanya ternyata Qays tidak jatuh cinta sendiri, sebab Layla juga mencintainya.

Kendati awal mula perasaan mereka tersimpan rapat-rapat dan hanya hati mereka yang tahu, namun bahasa cinta tidak pernah bisa disembunyikan sebab orang-orang mulai mencium aroma karsa pada mereka yang menjadikan mereka menjadi buah bibir banyak orang. Orangtua mereka getir, terlebih orangtua Layla. Dan pada akhirnya, cinta menjelma malapetaka sebab bagi bangsawan adalah suatu yang haram bila anaknya menjadi buah bibir, apalagi anaknya adalah anak yang terdidik.

Layla kemudian dipisahkan dengan Qays dan menjadikan lelaki itu kalang kabut karena bagaimanapun Layla adalah dunianya, dan hilangnya Layla dalam kehidupannya membuat dirinya kehilangan dirinya sendiri, ia menjadi gila.

Selanjutnya tentu anda tahu bahwasanya Qays sudah berganti nama menjadi Majnun, ia mengembara pada jalanan-jalanan kota, sudut-sudut negeri, kemudian gurun-gurun yang berbahaya dan menyengat kulit sembari terus menyebut nama Layla, kalimat-kalimat bijak tentang kehidupan dan puisi-puisi indah tentang Layla bermunculan dari mulutnya dan menjadi syair yang kekal, ia berteman dengan hewan-hewan baik yang buas maupun yang liar, baik itu singa, semut, rusa, ular, dan semua tunduk dihadapan Majnun tanpa satupun yang berani menyakitinya.

Sepenggal Inti Tentang Layla dan Majnun

Lalu kemudian, sebenarnya apa inti dan hal yang dikritisi oleh Syekh Nizami? Mengapa Layla Majnun begitu populer di dunia dan menjadi kajian banyak tongkrongan? Mengapa novel ini sanggup menggetarkan hati banyak orang?

Bagi saya yang membacanya saya menyadari bahwasanya Layla Majnun bukan hanya novel belaka, Syekh Nizami sedang memberikan kita semesta cinta yang dikemas dalam bentuk cerita sederhana, dan bagaimana cinta yang kerap kita agung-agungkan tidak akan pernah bisa terdefinisikan oleh manusia melainkan hanya bisa diimplementasikan dalam kehidupan.

Layla Majnun sebenarnya membahas tentang tasawuf yang suci, namun alih-alih menjadikan Tuhan sebagai objek, Syekh Nizami menjadikan Layla sebagai tempat mahabbah itu timbul, beliau menjadikan manusia sebagai objek kasih yang kasat, namun saya merasa bahwa sebenarnya Majnun tidak pernah mencintai Layla; ia mencintai Tuhan yang ada didalam diri Layla. Dan novel ini sebenarnya membahas bagaimana seorang hamba mestinya mencintai Tuhannya.

Syekh Nizami mengingatkan kita bahwasanya cinta merupakan hal yang tidak memiliki ruang dan waktu, dan tentu saja, ia tidak bisa diintervensi oleh hal-hal yang kasat. 

Dalam hal ini bisa kita lihat bagaimana Syed Omri yang begitu kaya dan sejahtera, namun ternyata tidak mampu menghalau gejolak cinta yang telah timbul dalam jiwa Majnun. Bahkan dalam ceritanya, Majnun merobek bajunya sendiri yang mahal, memakan rumput demi meninggalkan makanan-makanan lezat yang duniawi. 

Hal tersebut merupakan sindiran kepada mereka yang katanya jatuh cinta pada Tuhannya namun nyatanya masih menghamba kepada dunia, merupakan sindiran untuk umat Islam yang tidak berlaku zuhud dan wara' selama mereka hidup.

Mereka yang jatuh cinta tidak akan memiliki apa-apa selain orang yang ia cintai didalam hati dan pikirannya, hal yang membuat Majnun terus mensyairkan nama Layla dan mentasbihkan namanya. Sama seperti orang yang jatuh cinta kepada Tuhan-nya, maka mesti yang diingat adalah Tuhan-nya dan memuji kebesaran Tuhan-nya setiap waktu.

Juga dalam perkembangan karakternya, kita dapat mengetahui bagaimana cerdasnya Qays karena berasal dari orangtua yang pandai juga diberikan pendidikan serta nutrisi yang baik oleh ayahnya. Namun sayang kecerdasan yang ia miliki tidak mampu menampung rasa cintanya pada Layla, hal ini sepertinya petunjuk dari Syekh Nizami yang ingin mengatakan bahwa  pada hakikatnya, didalam cinta tidak pernah ada logika.

Lalu hal kedua yang menurut saya dikritisi oleh Syekh Nizami disini adalah tentang manusia; seperti betapa malangnya nasib perempuan di tanah Arab, karena bagaimanapun Majnun dapat mengutarakan perasaannya dan mengembara kemanapun yang ia mau, sementara nun jauh disana Layla terpenjara didalam rasa yang ia miliki karena ia seorang perempuan. 

Dalam hal ini dapat kita lihat bahwasanya budaya Arab pada masa itu memang patriarkis dan otoriter terhadap perempuan, akan tetapi hal itu tentu saja merupakan bentuk perlindungan dari seorang ayah bermartabat terhadap anak perempuannya.

Mengenai manusia, Syekh Nizami dengan cerdik menyentil kita dengan betapa lemahnya manusia dihadapan cinta dan takdir. Semua yang ada pada kisah Layla Majnun dapat memperlihatkan bagaimana manusia begitu rapuh akan hal-hal yang emosional; Mereka digambarkan oleh Syekh Nizami dengan kekalahan mereka akan banyak hal dan keambiguan mereka dalam memilih. Hampir setiap yang ada pada kisah Layla Majnun bernasib malang dan kalah dalam pertarungan mereka masing-masing, hal yang menandakan manusia begitu mudahnya dibolak-balik oleh keadaan yang telah ditentukan Tuhan.

Baca Juga: Review Buku Dark Stories Riddle Karya Dave Cahyo, Mampukan Anda Menebaknya

Relevansi Layla Majnun Pada Kehidupan Modern

Sementara itu apakah ada relevansi buku Layla Majnun terhadap kehidupan sekarang? Bagi saya semua cerita pada buku Layla Majnun merupakan hal yang relevan dengan zaman sekarang, apalagi zaman sekarang orang-orang mengatasnamakan cinta dan agama untuk berlaku sewenang-wenang dan menebarkan teror. Namun hal yang saya angkat adalah cerita bagaimana Majnun dan hewan-hewan liar yang tunduk kepadanya.

Hal itu sendiri saya percayai merupakan kritikan kepada mereka yang mengatasnamakan cinta, terlebih agama Islam yang nyatanya adalah rahmatan lil alamin. Akan tetapi Islam yang rahmatan lil alamin nyatanya kerap terdistorsi oleh beberapa pihak yang melakukan kekerasan dan intoleransi atas nama Islam. Kelakuan yang diskriminatif, rasis, dan kerap menebar teror tentu bukan rahmatan lil alamin yang sesuai dengan Islam, melainkan hanya ucapan belaka.

Mereka yang memiliki cinta kasih didalam dirinya akan memberikan cinta dan kasih itu terhadap lingkungannya dan bahkan akan berefek pada alam. Bahwasanya mereka yang memang memliki cinta didalam dirinya dan mencintai-Nya, akan dicintai juga oleh alam dan oleh makhluk-makhluk-Nya.

Selain itu hal yang fundamental dalam mencintai-Nya adalah bahwasanya kita mesti mengharamkan apapun yang dilarang-Nya dan melakukan apapun yang Ia perintahkan bukan sebagai beban, melainkan sebagai suatu kebutuhan untuk diri kita. Sama seperti Majnun yang membutuhkan Layla, maka seperti itu juga kita membutuhkan Tuhan kita. Yang dalam hal ini merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.

Kekecewaan Saya Terhadap Buku Layla Majnun

Lalu apakah saya memiliki kekecewaan terhadap kisah Layla Majnun? Ada, kekecewaan saya berdasarkan bahwasanya kisah Layla Majnun ini belum sempurna dan berbeda dengan yang dikaji oleh dokter Fahrudin Faiz. Ada beberapa kisah yang tidak termuat seperti kisah Majnun yang mengantri untuk bertemu Layla, kisah Majnun yang mengejar anjing yang membawa sendal Layla saat orang lagi sholat, kisah itu tidak ada.

Maka tentu dalam hal ini ada dua kemungkinan, bahwasanya novel terjemahan yang saya baca memang tidak memasukkan cerita-cerita lainnya mengenai kisah Layla Majnun sebab akan menjadi tebal dan biaya produksi meningkat. Atau mungkin cerita itu merupakan cerita tambahan yang sebenarnya tidak pernah ada dalam novel ini.

Saya tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah, akan tetapi tiadanya cerita-cerita itu membuat harapan saya amblas juga, karena bagaimanapun sedikitnya cerita dari Syekh Nizami masih bisa dikaji maknanya. Jadi tidak adanya part itu sungguh membuat saya kesal.

Membaca Layla Majnun membangkitkan kenangan saya yang lama, membuat saya tersadar bahwasanya dalam kecintaan seorang hamba akan Tuhan-nya mesti nampak melalui tindakan dan bukan hanya omongan. Dan mengetahui bagaimana Majnun mencintai Layla membuat saya merinding, karena bagaimanapun Layla merupakan perwujudan dari Tuhan itu sendiri.

Terakhir---karena tulisan ini begitu panjang---masih banyak hal yang bisa kita kaji dari Layla Majnun dan banyak kisah yang tidak saya spill. Alangkah lebih baiknya jika anda membaca bukunya sendiri dan menafsirkan maksudnya apa, sebab bagaimanapun didalam cinta, definisi tidak pernah ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun