Mohon tunggu...
Abdul Azis Al Maulana
Abdul Azis Al Maulana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN Mataram

Jika kau bukan anak raja, bukan orang terpandang, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Klarifikasi, Maaf, dan Sistem Kekeluargaan yang Membunuh Hukum Kita

15 April 2022   18:38 Diperbarui: 15 April 2022   18:40 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dibuat Oleh Penulis

Klarifikasi, Maaf, dan Sistem Kekeluargaan Yang Membunuh Hukum Kita

Dalam istilah kasus-kasus hukum di Indonesia kata 'kekeluargaan' mungkin tidak pernah asing bagi kita. Istilah tersebut merujuk pada sebuah fenomena tercapainya perdamaian antara kedua belah pihak, baik yang menjadi pelaku, maupun yang menjadi korban.

Biasanya, mereka yang menggunakan jalan kekeluargaan dalam terjadinya suatu kasus akan memberhentikan kasus tersebut dan tidak akan pernah mengusungnya lagi. Dan tentu saja, kasus tersebut pada akhirnya menjadi kenangan belaka, hanya menjadi coretan tinta dalam sejarah dan dilupakan.

Kita mungkin mengenal Indonesia sebagai masyarakat yang ramah, penyayang, pemaaf, dan baik sehingga hal ini merupakan wujud dari welas asih tersebut. Sayang beribu sayang, istilah kekeluargaan dalam hukum ini nyatanya membunuh kebaikan yang ada sehingga kejahatan dengan mudah merajalela.

Belakangan ini kita mendengar sebuah kabar dimana dua orang anak kembar tewas ditabrak motor gede yang ternyata datang secara bergerombol lagi ugal-ugalan. Menurut kabar, kumpulan Moge itu melaju cepat sehingga tidak bisa mengendalikan motornya.

Kejadan itu menyebabkan kedua anak kembar yang bernama Hasan dan Husen tersebut terpental dan tewas seketika. Moge itu sendiri karena tidak mampu menahan kecepatan juga nyungsrep kedalam selokan.

Kendati pengendara Moge tersebut berbelasungkawa dan akhirnya bertanggung jawab serta ingin menyelesaikan hal ini secara kekeluargaan, namun ada hal yang sangat perlu kita garis bawahi disini, yaitu terbunuhnya kebaikan dan lahirnya keburukan.

Selain kasus Moge ini juga pernah viral bagaimana remaja membakar temannya sendiri, usut punya usut ternyata para pelaku memang kerap membully anak tersebut sehingga pada akhirnya mereka keluar batas, yaitu dengan membakar temannya sendiri.

Namun ujung-ujungnya seperti yang kita duga, masalah-masalah ini akhirnya selesai dengan satu kata, yaitu kekeluargaan.

Entahlah mengapa namun kata kekeluargaan selalu menjadi jalan tengah dalam suatu kasus hukum, bisa dikatakan sebagi suatu simbol perdamaian dimana kasus tersebut langsung tuntas ditempat dan tidak ada lagi pengusutan.

Kata kekeluargaan dalam hukum mungkin semakin lama akan semakin sama dengan kata 'klarifikasi' dan kata 'maaf' yang kerap dilontarkan artis maupun pejabat di Indonesia. Hasilnya, kasus tersebut sudah selesai dan tidak lagi diusut, dan para pelaku seolah keluar ruangan seperi makhluk yang tidak pernah berdosa.

Biasanya jika orang dekat yang melakukan tindakan kriminal kepada para kerabat maka mediasi tersebutlah yang terjadi. Memang Indonesia adalah negara yang dihuni oleh orang orang baik, pemaaf, dan ramah. Namun bila ini terus dibiarkan bukankah pada akhirnya kita semua dapat menginjak-injak kebaikan dengan kejahatan yang kita lakukan?

Kita mungkin memang bangsa yang pengecut, sebab kita takut untuk didiskriminasi di negara kita sendiri. Ketika kita melakukan laporan atas suatu kejahatan, kita dengan mudah menjadi pelaku atas perilaku kejahatan yang lain, kita akan dianggap cepu, pelapor, dan pecundang.

Hal-hal semacam ini pada akhirnya menjadikan hukum kita tidak pernah kemana-mana sementara kejahatan terus merajalela. Kita mungkin tahu berapa banyak peserta didik kita disekolah yang memendam permasalahan mereka sendiri karena terdiskriminasi sebab menegakkan keadilan.

Atau mungkin, anda adalah orang itu sendiri, anda takut mengangkat suara sebab anda tahu konsekuensinya; dipandang rendah oleh sesama, dicap pecundang, dan tentunya, di cap pengadu.

Untuk mengakhiri artikel ini, saya hanya bisa mengatakan bahwasanya memaafkan itu memang baik, namun ada kalanya maaf bukanlah lagi jalan yang terbaik, sebab kadang yang terbaik berbentuk jalan hukum agar kita semua melek dan jera, agar kita paham bahwa memang ada beberapa hal di dunia ini yang tidak bisa kita lakukan semena-mena, apalagi ini berhubungan dengan jiwa manusia.

Jika anda ingin memaafkan, memaafkanlah secara personal. Namun agar kejadian itu tidak terulang kembali, hukum harus tegak agar keadilan kita tidak terserak-serak.


Artikel Sebelumnya : Tuhan, Bolehkah Sajadah Ini Kutinggal Sebentar?

Artikel Sebelumnya : Ramadhan Sebagai Cermin Sifat Manusia 

Artikel Sebelumnya : Keturunan PKI Boleh Menjadi TNI, dan Masa Depan Indonesia Menjadi Ambigu

Sumber Berita:

Guru Gembul, Apakah Gusdur Benar Bangsa Kita Penakut? Jika Diserang Apakah Ketar-Ketir?

Kompas, 7 Fakta Soal Moge Tabrak 2 Anak Kembar Hingga Tewas di Pangandaran (Retia Kartika Dewi, 14 Maret 2022 07.30 WIB)

SindoNews, Fakta-Fakta Pengendara Harley Davidson Tabrak Bocah Kembar Hingga Tewas, Nomor 1 Bikin Nangis (Masdarul Kh, Minggu 13 Maret 2022 08.01 WIB.)

Kompas. Com, 2 Pengendara Moge Jadi Tersangka Usai Tabrak Anak Kembar Hingga Tewas, Pengamat: Sudah Tepat (Agie Permadi dan  Candra Nugraha, 16 Maret 2022)

DetikNews, Keluarga Cerita Awal Mula Kaki Bocah di Jaktim Dibakar Teman Sepermainan (Fakhri Fadlirurahman, Sabtu 02 Apil 2022 14:34 WIB)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun