Mohon tunggu...
Mazdalifah Hanuranda
Mazdalifah Hanuranda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tertarik pada bidang ekonomi, keuangan syariah, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesempatan Emas Keuangan Syariah Terabaikan

7 September 2024   20:17 Diperbarui: 8 September 2024   05:53 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Gambar dihasilkan oleh Bing Image Creator (didukung oleh DALL-E3), sebuah alat AI. 

Indonesia, dengan populasi 281 juta, di mana lebih dari 80% di antaranya beragama Islam, memiliki potensi besar untuk memimpin pasar keuangan syariah global.   

Ibarat raksasa yang belum sepenuhnya bangkit, potensi keuangan syariah sayangnya belum dimaksimalkan, meskipun telah diakui secara internasional sebagai alternatif yang stabil.

Untuk memahami hambatan tersebut, penting untuk terlebih dahulu melihat apa yang membuat keuangan syariah begitu unik dan berpotensi. Keuangan syariah sendiri berlandaskan prinsip Islam yang melarang riba (bunga) dan gharar (ketidakpastian), serta mendorong investasi dalam sektor halal. Sistem ini menawarkan keseimbangan ekonomi dan solusi yang lebih etis dibandingkan keuangan konvensional, dengan fokus pada keadilan dan keberlanjutan. 

Potensi yang Belum Digali 

Sebagai rumah bagi populasi Muslim terbesar kedua di dunia, Indonesia seharusnya menjadi pasar utama untuk produk keuangan syariah. Namun, meskipun memiliki dukungan demografis yang signifikan, Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain yang lebih maju dalam memanfaatkan sektor ini secara maksimal. Bagaimana bisa negara dengan potensi sebesar ini belum berhasil menjadi pemimpin dalam industri keuangan syariah global? 

Realitas yang Bertolak Belakang 

Pada tahun 2022, Iran memimpin dengan pangsa pasar aset perbankan syariah sebesar 18%, meskipun mengalami penurunan signifikan dari 32.1% di tahun 2018. Arab Saudi menunjukkan pertumbuhan yang stabil, dengan peningkatan pangsa pasar dari 20.2% pada 2018 menjadi 34% pada 2022. Malaysia, yang memiliki populasi Muslim lebih kecil, juga berhasil meningkatkan pangsa pasar perbankan syariahnya dari 10.8% pada 2018 menjadi 11% pada 2022. 

Sementara itu, Indonesia, dengan populasi Muslim yang sangat besar, hanya memiliki pangsa pasar sebesar 2% di tahun 2022, hampir tidak ada perubahan dari 1.9% pada 2018. Keadaan ini menimbulkan keprihatinan, mengingat populasi yang sangat besar dengan 242.7 juta Muslim pada tahun 2024.   

Indonesia seharusnya bisa menjadi kekuatan utama, tetapi kontribusinya terhadap pasar perbankan syariah global masih jauh dari memadai. Data ini diambil dari laporan Islamic Financial Services Board (IFSB) periode 2019-2023. 

Mungkin sudah saatnya untuk bertanya: apa yang sebenarnya menghambat perkembangan sektor ini di Indonesia? Mengapa negara belum mampu menjadi pemain utama dalam industri yang seharusnya menjadi kekuatan ekonomi kita? Adakah sesuatu yang belum dilakukan, atau adakah peluang yang terlewatkan? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun