Pandemi Covid-19 yang hadir ke Indonesia merupakan salah satu kejadian yang ekstrim yang pernah terjadi. Bagaimana tidak? Kita dilarang beraktifitas diluar, menjaga jarak/physical disctancing, tidak diperbolehkan berkerumun, tidak boleh belajar, kuliah, dan sekolah langsung dari tempatnya. Hal tersebut dilakukan guna menghindari penyebaran Virus Covid-19 yang sangat berbahaya, bahkan dampak paling fatal adalah menyebabkan kematian.
Seluruh kalangan masyarakat terdampak atas kebijakan ini. Salah satu yang paling memprihatinkan adalah hampir selama satu tahun lebih anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan sebagaimana seharusnya. Mereka harus di rumah, tidak ke sekolah, tidak bertemu guru, dan tidak bermain bersama teman-teman. Mereka harus beradaptasi dengan cepat dengan segala proses pembelajaran tatap muka kepada pembelajaran online. Â Â
Mentari Emillyani atau kerap disapa Miss Tari, merupakan seorang pengajar mata pelajaran matematika di tempat les swasta berbasis Bahasa Inggris, Eye Level Indonesia, Jakarta. Sebagai seorang pengajar yang khusus mengajar pada anak usia dini, beliau sering berhadapan dengan anak-anak rentang usia dari 3 hingga 15 tahun.Â
Di Eye Level Indonesia, mereka dominan menggunakan Bahasa Inggris dalam proses berkomunikasi sehari-hari. Bahasa Inggris diperkenalkan dengan cara yang sederhana hingga membuat para siswa terbiasa dengan bahasa baru tersebut.
Durasi untuk satu kali pertemuan adalah 45 menit dan dalam satu bulan bisa terdapat delapan (8) kali pertemuan. Menurut Miss Tari, banyak perbedaan yang terjadi sebelum dan ketika pandemi terjadi pada anak-anak didiknya. Sebelum Pandemi Covid-19, para siswa datang langsung ke Eye Level Indonesia. Mereka bermain, berinteraksi langsung dan belajar langsung dengan para pengajar. Namun, ketika masa pandemi datang, pembelajaran mereka harus tergantikan dengan belajar melalui platform resmi Eye Level Indonesia, yang bernama Eye Level On Air. Platform ini bisa diakses melalui handphone, komputer, laptop, dan gadget lainnya.
Pengoperasian alat-alat untuk melakukan pembelajaran jarak jauh tersebut tidak semua anak lancar dan bisa menggunakannya. Oleh sebab itu, sangat dibutuhkan panduan dari para pengajar, orangtua, bahkan suster yang menjaga anak-anak tersebut. Mereka butuh dibimbing bagaimana cara mengakses Web Eye Level On Air, menggunakan tools didalam website tersebut, dsb. Bentuk bantuan ini cenderung diberikan kepada anak-anak usia 3 hingga 8 tahun. Untuk usia 9-15 tahun, para siswa sudah bisa dikatakan mandiri dalma mengakses web dan mengoperasikan gadget mereka.
Permasalahan yang seringkali terjadi dalam berkomunikasi online bersama para siswa yang berusia dibawah umur adalah keterbatasan sinyal, merasa bosan dan missed communication. Walaupun siswa rata-rata berada di Jakarta, ternyata masih terdapat beberapa siswa yang minim sinyal di tempat mereka tinggal dan otomatis menghambat proses pembelajaran. Bahkan, beberapa juga terkendala eror pada web.Â
Penyebab utama mereka merasa bosan adalah mereka terlalu terpaku pada laptop. Pada anak-anak usia dini, mereka butuh interaksi yang lebih yang mampu membuat mereka menjadi lebih enjoy dan fun dalam belajar. Sehingga, belajar merupakan sebuah hal yang menyenangkan bukan paksaan.Â
Namun, sebab pandemi ini, mereka harus menyesuaikan diri dengan segala proses pembelajaran yang serba online. Namun, para pengajar sebisa mungkin menjadikan kelas menjadi menarik dengan memberikan permainan sederhana yang mampu membuat mereka enjoy dan tidak terbebani.
Biaya yang harus dikeluarkan untuk bisa les di Eye Level Indonesia adalah sekitar Rp.480.000-,/bulan untuk 8x pertemuan. Biasanya sistem pembayaran dilakukan setiap sekali dalam 3 bulan. Sehingga, nominal yang harus dibayarkan adalah Rp.1.440.000-,/3 bulan untuk satu mata pelajaran. Namun, dikarenakan pandemi Covid-19, Eye Level memberikan kemudahan kepada para parents, panggilan yang akrab digunakan oleh para pengajar kepada orang tua, diperbolehkan untuk membayar biaya les per satu bulan. Sehingga, hal ini tidak memberatkan para orangtua untuk membayar biaya les ditengah merosotnya perekonomian di masa Pandemi Covid-19. Â Â Â Â
Harapan Miss Tari sebagai seorang pengajar yang sangat dekat dengan dunia anak-anak adalah semoga para siswanya bijak dalam menggunakan gadget. Tidak lupa pula dengan peran orangtua yang harus membimbing mereka.Â
Menurut Miss Tari, penggunaan gadget tidak seharusnya dibatasi namun para anak diberikan pengertian terhadap dampak positif dan negatif yang akan mereka dapatkan dari bermain gadget. Hingga mereka menjadi anak yang mandiri dan paham akan tanggungjawab serta bijak. Orangtua juga harus terbuka dalam memperkenalkan gadget kepada anak, agar penerimaan anak dalam mengoperasikan gadget menjadi benar dan tidak keliru.
Tetap menjaga semangat dan lingkungan belajar yang baik bagi anak selama pembelajaran jarak jauh tidak lah mudah. Terlebih pada anak-anak yang berusia tiga (3) hingga sepuluh (10) tahun. Selain alat-alat yang harus mendukung untuk proses pembelajaran tersebut, butuh kerjasama antara para pengajar dengan orangtua yang mendampingi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H