Seorang perempuan berjalan mengunjungi sebuah gerai bakery dengan senyum merona yang terlihat di wajahnya. Menyapa ramah beberapa karyawan bakery yang sedang bekerja di sana. Kemudian, ia pun berjalan menuju tempat duduk di dekat jendela. Tempat yang menjadi favoritnya, untuk melihat senja. Sembari mengingat beberapa hari lagi ia akan merayakan ulang tahun, hingga membuatnya semakin tidak sabar untuk menantikannya.
Gracelia Vionalaska, perempuan itu akrab dipanggil Viona. Menyukai rasa coklat, dan selalu mengunjungi bakery ini saat menjelang sore hari. Viona merupakan siswi SMA kelas 12 yang sedang disibukkan oleh Try Out, UTBK, dan kawan-kawannya. Pada sore itu, Viona mulai membuka buku, dan mengeluarkan laptop. Masih berpikir tugas apa yang akan diselesaikannya. Keramaian di luar bakery, tidak mengganggu konsentrasi Viona sedikit pun. Kini, ia tengah terdiam sembari menikmati semilir angin yang mengalir lembut di sekelilingnya. Tiba-tiba seseorang dari arah belakang menepuk pundaknya. "Hei, kamu Viona ya?" tanyanya.
"Ya," jawab Viona dengan cueknya. Sepertinya, ia pernah melihat orang ini sebelumnya.
Laki-laki tersebut langsung duduk di depan Viona. "Hai perkenalkan, Aku Ghali Mahavir. Panggil saja Ghali," ucapnya sambil menjulurkan tangan. Viona pun menerima juluran tangan Ghali dengan ramah. "Gracelia Vionalaska, Viona."
"Pasti kamu bingung, kenapa aku tiba-tiba dateng ke sini," kata Ghali membuka pembicaraan, dan Viona hanya mengangguk pelan mengiyakan.
"Sebenarnya aku udah sering memperhatikan kamu di sini," ucap Ghali. Viona yang mendengarnya pun tampak sedikit terkejut.
"Tapi, tenang. Aku nggak ada maksud apapun kok. Aku cuma mau menyampaikan sebuah informasi, yang mungkin penting bagi kamu."
"Informasi penting? Informasi apa?" Viona mulai tertarik ke dalam pembicaraan tersebut.
"Jadi begini, belakangan ini kamu pasti juga mendengar berita tentang kedekatan Ian dan Lyna kan? Kamu menganggap itu cuma gosip, Vi?" tanya Ghali diakhir perkataannya.
"Ya, bukannya memang gitu? Itu semua cuma gosip-kan?" Viona bertanya balik.
"Awalnya, aku kira semua itu omong kosong. Tapi, lama kelamaan aku sadar kalau itu benar adanya. Secara aku sama Ian bersahabat dari SMP, semua masalah yang Ian rasain, pasti bakal diceritain.
Viona mulai terlihat tak tenang di tempat duduknya, pikirannya sudah melayang kemana-mana. Ia pun bertanya-tanya. Apakah ia harus mempercayai perkataan Ghali? Secara mereka saja baru pertama kali bertemu. Viona mencoba menepis semua kemungkinan buruk, namun rasanya itu terlalu sulit. Baru mendengar informasi dari Ghali saja hatinya sudah terasa sakit, apalagi jika itu benar-benar terjadi.
"Apalagi yang kau ketahui tentang Ian?" tanya Viona sambil meminum choco lattenya.
"Banyak. Mungkin butuh beberapa hari untuk memberitahukan semuanya. Karena, aku masih memiliki hati, dan tidak tega melihatmu terus dibohongi Ian nantinya." Kata Ghali serambi menatap Viona.
"Jadi, aku akan menceritakan satu hal yang mungkin dapat membuatmu berpikir. Berpikir untuk melanjutkan hubungan ini atau mengakhirinya."
Ghali pun  mulai menceritakan suatu hal, dan terlihat jelas raut wajah Viona yang berubah. Mulai dari terkejut, bahkan seperti menahan rasa kesalnya. Viona berpikir hubungannya dengan Ian yang sudah bertahan 2 tahun itu, sangat dipenuhi oleh kebohongan. Kebohongan Ian, dan kebodohan Viona yang semudah itu percaya. Setelah itu, terjadi keheningan diantara keduanya. Ghali sengaja memberi ruang bagi Viona untuk menenangkan pikirannya. Tidak ada yang bisa Ghali lakukan sekarang, semua ini terlalu mendadak baginya.
"Sekali lagi, maaf. Aku nggak bermaksud buat kamu patah hati, ataupun itu." ucap Ghali.
"Iya, nggak apa-apa. Terima kasih atas semua informasinya," balas Viona sambil tersenyum hangat, dengan pandangan kosong.
"Kau, baik-baik saja?" tanya Ghali sedikit tidak yakin melihat keadaan Viona saat ini.
Viona hanya diam, menatap keluar jendela. Sedikit mempertajam penglihatannya, ketika melihat seseorang yang tidak asing baginya.
Ghali mengikuti arah pandang Viona. "Seperti..."
"Ian," jawab Viona dengan cepat.
Ternyata benar, Ian dengan seorang perempuan terlihat bergandengan tangan memasuki bakery malam ini. Keduanya terlihat sangat bahagia, membuat Viona sadar bahwa posisinya memang sudah tergantikan.
"Apakah perempuan itu, Lyna?"
Ghali mengangguk. "Iya."
Viona mencoba mencari ponsel di dalam tasnya, mencari sebuah kontak. Mulai mengetikkan pesan, dan menekan tombol kirim setelahnya.
Ian.
Sepertinya, aku sudah tahu penyebab perubahan sikapmu belakangan ini.
Kamu dekat dengan perempuan lain, dan menjadikannya sebagai tempatmu menjatuhkan hati.
Aku tidak marah, dan tidak akan memintamu untuk berpisah dengannya.
Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih.
Terima kasih sudah bertahan selama 2 tahun.
Ah, mungkin hanya aku yang berusaha mempertahankan hubungan kita.
Pesan ini tidak perlu dibalas. Bahagia selalu dengan pilihamu, ya!
Ya, pesan itu dikirimkan untuk Ian. Viona memilih untuk menyerah, dan tidak melanjutkan hubungannya. Lebih tepatnya, mengalah. Karena, mencoba bertahan sekuat apapun, jika bukan ia yang diinginkan Ian, Viona bisa apa?
Dari jarak yang hanya berjarak beberapa meter, Viona dapat melihat raut perubahan wajah Ian. Dia terlihat sedikit terkejut setelah membaca pesan tersebut. Viona tidak menyesal, yang dirasakannya hanya sebuah kelegaan. Setidaknya, ia tidak berada lagi di dalam hubungan yang penuh dengan kebohongan. Viona tersenyum, dan sangat berterima kasih kepada Ghali. Sedikit kelegaan juga terasa bagi Ghali, setidaknya Viona telah menyadari bahwa ia telah menjatuhkan hati kepada orang yang salah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H