“Aku tidak berusaha untuk mencoba memperbaiki hubungan dengan si teman penghasut dan atasan yang terhasut. Percuma saja dan tidak membawa hasil apa-apa,” tambahnya.
Kasus perundungan yang pelik dan besar terkadang dapat membuat pihak korban akhirnya meminta bantuan melalui jalur hukum. Pernyataan ini ditanggapi oleh Marina dengan mengatakan bahwa ia dan korban lainnya tidak sampai memutuskan untuk memakai jalur hukum karena tindakan kantor pusat yang cepat dalam menangani masalah.
“Aksi yang kami ambil ditindaklanjuti dengan cepat dari kantor pusat. Atasan dicabut dan diganti orang lain. Rekan penghasut itu menjadi kehilangan kepercayaan dari divisi lain. Dia itu memang tidak bisa kerja, jadi mengandalkan fisik dengan merayu atasan yang sifatnya ke arah seksual dan memfitnah orang lain yang dianggap mengancam jabatannya.”
Saran dan masukan
Marina menawarkan saran dan masukan yang kiranya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi orang-orang yang berada dalam situasi yang sama.
“Pertama, diskusikan dengan bos langsung. Jika bos langsung tidak bisa apa-apa, cari tahu bagaimana cara mengajukan keluhan atau pengaduan di HRD/bagian personalia. Tapi kalau gagal juga, bisa lakukan whistleblowing ke kantor pusat.”
“Kedua, jangan lupa untuk tetap menunjukkan kualitas diri dengan kinerja yang bagus. Jika sudah mentok, ya, mungkin kita bisa mempertimbangkan untuk resign, yang penting sudah berusaha maksimal. Bukan berarti menyerah.”
“Ketiga, kalau sudah bulat bertekad untuk memutuskan keluar dari kantor, pastikan dapat kerja baru dahulu sesudah itu, resign, ya.”
Selanjutnya Marina memaparkan, “Kalau misalnya kantor tempat bekerja tidak ada sarana pengaduan di HRD/bagian personalia, atau bahkan tidak punya kantor pusat, kita bisa memutuskan resign setelah mendapat pekerjaan baru.”
Pentingnya fokus pada hal positif
Marina mengingatkan pentingnya menjaga kepercayaan diri serta untuk tidak mudah menyerah. Juga pentingnya memilih dengan bijak rekan kantor untuk dijadikan teman berbagi keluhan.