Mohon tunggu...
May Wagiman
May Wagiman Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Raise your words, not voice. It is rain that grows flowers, not thunder. --RUMI--

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tarot dan Agama; Sudut Pandang Seorang Peramal

18 Mei 2024   11:28 Diperbarui: 18 Mei 2024   11:43 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau melihat pasar malam di negara lain, misalnya dari film, buku, atau majalah, sering terlihat sebuah tenda khusus–yang ada bola kristal dan tumpukan decks kartu tarotnya–untuk tempat meramal. Di sana pengunjung disambut oleh seorang (biasanya) wanita berpenampilan misterius dan yang seakan memiliki aura mistis. 

Apa itu kartu tarot

Kartu tarot adalah kartu bergambar yang sarat dengan simbol atau lambang tertentu. Satu set (deck) tarot terdiri dari total 78 kartu. Terbagi dalam dua kelompok besar yang disebut: Arcana. Arkana mayor (Major Arcana) 22 kartu dan arkana minor (Minor Arcana) 56 kartu.  

Kartu tarot sering diasosiasikan dengan hal-hal yang bersifat magis. Penggunaan kartu tarot acap kali dihubungkan dengan praktik fortunetelling atau meramal.

Dilansir dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) daring, kartu tarot adalah sejumlah kartu yang berisi lambang-lambang gambar yang merepresentasikan elemen air, api, tanah, udara dan kekuatan spirit alam semesta.

Dari arti di atas seorang peramal tarot dapat kita asumsikan memakai empat elemen ini beserta kekuatan spirit alam semesta dalam “membaca” situasi/nasib seseorang. 

Namun ternyata, kartu tarot tidak selalu dikaitkan dengan hal supranatural atau gaib. Seperti dipaparkan dalam Apa itu Tarot? oleh ruangtarot.com, ramal meramal ini bisa ada hubungannya dengan situasi psike/jiwa kita. Dalam teori alam bawah sadar yang dikemukakan oleh seorang psikolog terkenal asal Austria; Sigmund Freud, dibahas bahwa simbol-simbol yang ada pada kartu tarot inilah yang memberi sugesti untuk menjawab pertanyaan atau memberikan saran/masukan dalam menyelesaikan masalah orang-orang yang berkonsultasi kepada seorang peramal. 

Sekarang ini, selain di tempat-tempat khusus meramal, makin sering kita jumpai video meramal di YouTube. Kita bisa ikut pick-a-card reading atau klik ramalan berdasarkan zodiak dengan lebih nyaman, tanpa harus keluar rumah, meskipun video-video ramalan itu bersifat umum/untuk orang banyak dan tidak semua bisa diterapkan dalam situasi pribadi. 

Bagi yang suka, hal ramal meramal menjadi sesuatu yang menarik. Tetapi, bagaimana dari pihak peramal sendiri. Bagaimana suka duka sebagai peramal tarot. Juga, bagaimana pandangan seorang peramal berkaitan dengan agama yang mereka percayai. 

Sari Azis adalah seorang peramal yang berasal dari kota Samarinda. Sari sudah belasan tahun mendalami dunia meramal dengan memakai media kartu tarot. Wanita cantik ini pernah bekerja sebagai pengasuh rubrik tarot dan rubrik zodiak di satu majalah wanita di Jakarta.

Kita simak pengalaman Sari dari wawancara di bawah ini.

“... orang lain dan teman-teman punya pendapat pro & kontra dengan pekerjaan meramal ini. Apalagi jika dikaitkan dengan ajaran agama yang saya anut. Namun, life must go on. Buat saya ini keahlian yang baik dengan niat yang baik. Mengapa harus memusingkan omongan orang atau anggota keluarga yang tidak paham? Dan seperti pekerjaan lainnya, jasa saya dibayar dan dihargai.”  Sari yang berdomisili di kota Samarinda ini berkomentar. 

“Saya bersyukur karena waktu mulai meramal, mama saya masih hidup.  Beliau sangat mendukung dan bahkan sempat menjadi klien tarot saya. Jadi saya tambah semangat, dong.” 

Apa betul peramal harus terkesan misterius seperti di film-film?

Haha! Ya, nggaklah. Contohnya saya. Penampilan biasa saja, dari belum berhijab sampai sekarang berhijab. Biasa saja. Kecuali, kalau untuk keperluan majalah baru disuruh dandan heboh. Menurut saya mayoritas tarot readers malah tidak menjadikan penampilan sebagai nilai jual atau ciri khas.

Pada usia berapa Sari mengenal kartu tarot?

Mungkin sekitar awal umur 30-an.

Kapan memutuskan untuk mempelajari kartu tarot dan akhirnya mencoba meramal? 

Tepatnya kapan saya lupa, yang pasti gara-gara saat itu mendapat bonus kartu tarot arkana mayor dari satu majalah wanita. Lalu saya iseng belajar sendiri. Itu sepertinya sekitar pertengahan tahun 2000-an. Pada awal belajar tarot, saya coba tanpa bantuan buku panduan, dan entah kenapa, saya langsung bisa tune-in. Apa karena jumlah kartu arkana mayor hanya 22 kartu, ya. Saya kurang jelas juga waktu itu. 

Bisa ceritakan sedikit tentang latihan meramal?

Saya usahakan latihan setiap hari. Mulai dari meramal memakai satu kartu, hingga tiga kartu. Setelah puas latihan dengan menjadikan diri sendiri kelinci percobaan, kemudian saya beranjak meramal orang-orang di sekitar. Dari saudara di rumah sampai sahabat. 

Apa ada dari keluarga yang bisa meramal juga? Atau yang suka hal-hal supranatural?

Kalau meramal khusus menggunakan media tarot tidak ada dalam keluarga. Tapi jika meramal atau menerawang tanpa media ada, yaitu almarhum kakek saya. Kakek dulu seorang paranormal yang juga bisa mengobati orang sakit.

Untuk menjadi peramal tarot kita bisa belajar/latihan saja atau menurut Sari harus ada "bakat" juga?

Setahu saya sekarang banyak orang buka kursus meramal tarot. Kalau mau belajar sendiri, kita bisa belajar dari buku petunjuk kartu tarot atau lewat video di Youtube.

Orang yang saya bilang punya “bakat” itu misalnya, ketika mereka menyentuh kartu tarot, mereka bisa langsung “paham”, seperti ada intuisi yang menuntun mereka. orang-orang itu bisa disebut punya “bakat”. 

Sari ingat siapa orang pertama yang dulu pernah diramal?

Diri saya sendiri. Aneh tapi nyata, dengan meramal ini, saya jadi bisa membaca diri sendiri. Jadi tahu apa yang sedang terjadi pada diri sendiri dan apa yang mungkin akan terjadi.

Kira-kira sudah berapa orang yang pernah Sari ramal sampai saat ini?

Sepertinya sudah ratusan orang. Mungkin dua ratus orang lebih. 

Tolong ceritakan sedikit tentang pekerjaan meramal selama ini?

Saya pernah beberapa tahun bekerja di majalah Good Housekeeping Indonesia di Jakarta sebagai pengasuh rubrik tarot dan zodiak. Selama belasan tahun ini saya bekerja on & off sebagai tarot reader. Saya tidak pernah buka praktik meramal sendiri  atau punya tempat khusus untuk meramal. Klien tarot kenal saya dari mulut ke mulut.

Apa pernah ada komplain dari klien tarot? 

Ya, pernah. Misalnya, keluhan [bahwa ramalan saya] tidak akurat atau mereka komplain karena saya menolak untuk meramal, sementara mereka sedang butuh untuk diramal.

Kalau ada cerita tak terduga dari pengalaman meramal, bisa ceritakan sedikit?

Banyak cerita selama belasan tahun jadi peramal. Saya ingat satu pengalaman tak terduga, pernah ada klien mengancam akan bunuh diri karena saya tidak mau meramal orang ini lagi. Sampai segitunya! Saya kaget setengah mati. 

Pengalaman yang lucu, ada klien yang naksir saya setelah diramal. Jadi siap-siap, ya untuk yang mau jadi peramal. Pengalaman lain, ada klien yang sudah menikah, tapi setelah diramal akhirnya jadi cerai, dan sebaliknya–yang cekcok dengan pasangan akhirnya jadi rujuk. Yang lain apa yaa—oh, ada juga klien yang setelah diramal nekat pindah kerjaan. Banyak banget, deh cerita.

Apa ada hal-hal yang Sari rasa kurang cocok dari klien?

Ada. Contohnya, kalau klien tarot ini sok tahu dan gayanya malah seperti peramal. Atau, yang tidak mau dengar atau terima hasil ramalan, tetapi ngotot minta diulang berkali-kali. Dan ternyata hasil ramalannya tetap sama. Hal-hal seperti itu yang membuat saya kurang cocok dan mencoret mereka dari daftar klien saya.

Bisa cerita sedikit dampak “buruk” dari meramal?

Saat kita kurang fit, benteng diri tidak kuat. Energi toxic saat meramal bisa pindah kepada kita dan dampaknya kita bisa jadi uring-uringan atau sakit-sakitan. Itu salah satu alasan saya menolak untuk meramal. Dan karena alasan ini juga saya jadi memilih klien tarot dengan lebih hati-hati. Bukan berdasarkan bayaran yang diterima, tapi kualitas energi klien yang bersangkutan. Jadi ketika saya selesai meramal kita tidak akan terpengaruh dengan kondisi energi klien ini.

Sari sering berhenti meramal atau tidak menerima klien?

Sering. Hahaha…. Seperti yang saya bilang sebelumnya, saya itu meramal on & off. Kalau mood kurang baik atau fisik sedang tidak bugar saya akan stop meramal. Kalau sudah pulih baru saya mau menerima klien lagi.

Apakah untuk diramal perlu bertemu face to face atau bisa via email/telepon, atau cara lain?

Kalau dengan saya, klien bisa diramal via apa saja. Face to face, via telepon, atau lewat email.

Kalau tidak keberatan, boleh tahu berapa biaya yang biasanya dikeluarkan klien tarot?

Saya tidak tahu berapa biaya yang diminta peramal lain.  Kalau saya, hmm–awalnya tidak menentukan tarif khusus. Tapi sekarang, sekali meramal tarif saya dari tiga juta ke atas. Meskipun perlu saya tambahkan, kalau ada klien yang kondisi keuangannya kurang baik, tapi entah kenapa–dari intuisi, saya merasa orang ini perlu diramal, saya akan tetap meramal dengan bayaran semampunya. Asal orang ini ikhlas, saya terima.

Biaya meramal itu per jam atau per pertanyaan (yang mau ditanya klien)?

Tergantung kliennya, sih. Ada yang per jam, ada yang per pertanyaan. Bisa disepakati sebelumnya.

Apakah hasil dari ramalan tarot itu sudah pasti terjadi atau hasil akhir tergantung dari pilihan/tindakan klien?

Saya tidak bisa menghitung persentase keakuratan ramalan saya, hanya para klien yang tahu pasti hasil akhirnya. Sejauh ini mayoritas klien bilang, sih jarang meleset.

Kalau ada yang ingin menjadi peramal tarot, apa nasihat/masukan Sari? 

Masukan saya; pertama, harus minat dulu. Kemudian giat latihan dan yakin.

Apakah ada rekomendasi dari Sari bagi yang tertarik membeli kartu tarot? 

Sekarang kartu tarot bisa didapat dengan mudah. Banyak dijual di toko buku atau toko alat sulap, atau bisa juga beli via online.

Kami pernah mendengar bahwa meramal dengan media tarot bisa dihubungkan dengan analisis psike/jiwa. Menurut Sari ramalan kartu tarot itu mirip dengan psikolog yang menganalisis kasus pasiennya?

Ya, mirip. Ramalan tarot bisa mempengaruhi persepsi klien. Makanya saya menolak meramal orang yang mentalnya tidak stabil atau yang punya riwayat penyakit berat.

Berikut ini pertanyaan yang berkaitan dengan masyarakat Indonesia. Bagaimana menurut Sari pandangan orang-orang tentang peramal tarot?

Masih pro dan kontra. Ada orang di Indonesia yang masih menganggap tarot itu musyrik, tapi ada juga yang berpendapat tarot bisa sebagai media pemahaman diri dengan sesuatu yang masih absurd atau sesuatu yang tidak kita pahami. 

Apakah meramal/minta diramal itu bertentangan dengan agama? Apa pendapat Sari tentang agama dan hubungannya dengan ramal meramal?

Menurut saya, agama adalah agama. Pagar keimanan kita dalam kehidupan. Selama meramal tidak membuat orang jadi melakukan hal yang buruk, insyaallah aman. Bagi saya agama punya tempat yang private di setiap umat. Jadi itu adalah pegangan personal, tidak bisa dipukul rata [disamakan antara agama dan tarot]. 

Akhirnya, apakah ada hal lain yang ingin ditambahkan mengenai ramalan tarot?

Meramal dengan menggunakan media tarot itu adalah usaha kita untuk mengerti atau meyakini diri akan apa yang kita pikirkan dan takutkan. Usaha kita untuk mencari jawaban mengapa sesuatu terjadi, dan mencari jawaban akan sesuatu yang mungkin terjadi. Cuma sampai di situ. Pada akhirnya, kita harus berserah diri kepada Tuhan agar yang baik datang pada kita, dan yang buruk dibuang jauh dari kita.

Kata akhir

Pertentangan sudut pandang dalam melihat dunia ramal meramal sepertinya susah untuk dihindari. Sebagaimana yang disebutkan Sari Azis, banyak pro dan kontra. Kami pribadi berpendapat, bisa jadi, tidak ada faktor salah/benar dalam melihat sesuatu hal. Tetapi hanya ada beda persepsi, yang pastinya diwarnai oleh unsur nilai, keyakinan, pemahaman, atau kata hati masing-masing.

Akhir kata, apa pun pandangan kita pribadi, seperti yang sering diucapkan oleh peramal tarot di Youtube, “Ambil yang sesuai, tinggalkan selebihnya.”

                                                              ******

Referensi:

https://www.ruangtarot.com/kartu-tarot/

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kartu%20tarot

Sumber foto: Sari Azis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun