1. Rasionalitas Hukum: Weber membedakan antara hukum rasional dan irasional. Di Indonesia, hukum rasional diperkenalkan melalui sistem hukum kolonial, sementara hukum adat yang lebih tradisional tetap hidup dalam masyarakat.
2. Tipe Otoritas: Weber mengidentifikasi otoritas tradisional, karismatik, dan rasional-legal. Ketiganya masih terlihat di Indonesia, dari hukum adat hingga sistem pengadilan modern.
3. Birokrasi Hukum: Weber menekankan pentingnya birokrasi untuk hukum yang objektif dan impersonal. Di Indonesia, birokrasi hukum masih menghadapi tantangan, termasuk korupsi.
4. Hukum sebagai Legitimasi Kekuasaan: Hukum sering digunakan untuk kepentingan kekuasaan, terlihat dari beberapa kasus yang menunjukkan pengaruh politik dalam penegakan hukum.
KOMENTAR TERHADAP HUKUM DAN MASYARAKAT DALAM PEMIKIRAN JOHN AUSTIN, H.L.A. HART DAN HANS KELSEN, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum. Edisi Desember 2020, ISSN: 2581-0243
- Herbert Lionel Adolphus Hart (H.L.A Hart)
Dalam jurnal ini dituliskan H.L.A Hart mengkritik John Austin, bahwa terhadap teori komando Austin, ada kelemahan bahwa konsep "berada di bawah kewajiban hukum" dengan konsep "berada dibawah paksaan " tidak dibedakan. Belajar dari kekurangan teori komando, Hart dalam bukunya, The Concept of Law (1972) berusaha membangun sistem hukum yang memungkinkan hukum tertentu dipertanggungjawabkan secara hukum pula. Karena itu, ia berpendapat bahwa hukum pertama-tama harus dipahami sebagai sistem peraturan.
Pokok pemikiran Herbert Lionel Adolphus Hart (H.L.A Hart)
H.L.A Hart membagi peraturan menjadi dua jenis yaitu peraturan primer dan peraturan sekunder. Peraturan primer berfungsi sebagai panduan perilaku dalam masyarakat prahukum dan mirip dengan norma atau etiket. Peraturan ini efektif jika dapat membatasi kekerasan, mendapat dukungan mayoritas, dan diterima oleh masyarakat. Namun, peraturan primer memiliki kelemahan, yaitu tidak ada otoritas yang menilai atau menyelesaikan konflik, bersifat statis sehingga tidak cepat menyesuaikan perubahan, dan tidak memiliki kepastian dalam pelaksanaan. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, Hart memperkenalkan peraturan sekunder, yang mengatur cara peraturan primer ditegaskan dan diubah. Terdapat tiga jenis peraturan sekunder: peraturan pengakuan, peraturan perubahan, serta peraturan penilaian dan penyelesaian konflik. Peraturan pengakuan mengatasi ketidakpastian dengan menetapkan kriteria agar suatu aturan dapat disebut sebagai hukum. Peraturan perubahan mengatasi sifat statis dengan memberi otoritas untuk memperkenalkan atau mengubah hukum.
Pendapat mengenai pemikiran H.L.A Hart dalam masa sekarang ini
Pemikiran H.L.A. Hart tentang hukum sebagai sistem peraturan tetap relevan hingga kini, terutama dalam memahami struktur hukum modern. H.L.A. Hart memisahkan hukum dari moralitas dan membedakan peraturan primer (mengatur perilaku) serta sekunder (mengatur perubahan hukum), yang memberi fleksibilitas dalam menghadapi perubahan sosial. Konsep rule of recognition-nya membantu menentukan validitas hukum dalam sistem multinasional, sementara debatnya dengan Ronald Dworkin menyoroti pentingnya prinsip moral dalam hukum. Pandangan Hart tetap menjadi dasar dalam filsafat hukum modern yang menghadapi kompleksitas globalisasi dan pluralisme budaya.
H.L.A Hart dalam perkembangan hukum di Indonesia
1. Hukum sebagai Sistem Aturan: H.L.A. Hart membedakan antara aturan primer (mengatur perilaku) dan aturan sekunder (tentang pembentukan dan interpretasi hukum). Ini membantu memahami kompleksitas hukum di Indonesia, yang mencakup hukum adat dan hukum nasional.