Mohon tunggu...
Mayang Puspita S
Mayang Puspita S Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Urban and Regional Planning ITS’17

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Analisis Kelayakan Pembiayaan Pembangunan Jalan Tol Gempol-Pasuruan

18 Mei 2020   15:49 Diperbarui: 14 Desember 2021   11:17 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pembangunan jalan tol | Sumber: 

TRIBUNMADURA/GALIH LINTARTIKA

Isu pembangunan infrastruktur di era pemerintahan Joko Widodo sangat diprioritaskan, Ditandai dengan masifnya pembangunan infrastruktur di Indonesia saat ini baik yang ada di pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa. 

Di Pulau Jawa sendiri Joko Widodo mengharapkan akan ada sebuah jalur konektivitas baru yang akan menghubungkan ujung barat dengan ujung timur selain adanya Jalan Pantura. 

Maka dicanangkanlah pembangunan Jalan Tol Trans Jawa yang bermula di Provinsi Banten akan berakhir di Kabupaten Banyuwangi. 

Salah satu bagian dari Tol Trans Jawa yang akan dibahas adalah tol Gempol-Pasuruan yang dilaksanakan di Jawa Timur.

Tol Gempol -- Pasuruan adalah salah satu proyek yang dikerjakan di Jawa Timur, menghubungkan antara Bundaran Gempol sampai ke Pasuruan sepanjang 34,15 km. 

Tol Gempol -- Pasuruan ini terbagi menjadi 3 seksi yaitu seksi I: Gempol -- Rembang sepanjang 13,90 km, seksi II : Rembang - Pasuruan sepanjang 8,10 km serta seksi III: Pasuruan - Grati sepanjang 12,50 km dan mulai dilaksanakan pembangunan pada tahun 2012. 

Dengan adanya tol ini, selain sebagai jalur konektivias baru, pemerintah juga mengharapkan terjadinya kenaikan perekonomian terutama iklim investasi yang ada di Kawasan Pasuruan Real Estate Rembang (PIER) yang berlokasi di antara Rembang dan Pasuruan. 

Kawasan tersebut sangat strategis bagi Jawa Timur untuk dikembangkan menjadi kawasan perindustrian. Namun dalam pelaksanaanya, proyek Tol Gempol -- Pasuruan mengalami kemunduran waktu pelaksanaan, yang awalnya ditargetkan selesai dan mulai beroprasi pada tahun 2018 namun kenyataannya selesai dan beroperasi secara utuh di tiga seksi pada tahun 2019 (kppip.go.id). 

Untuk itu, perlu adanya analisa kelayakan finansial pada perencanaan awal, dan dihitung kembali dan diidentifikasi apakah proyek tersebut sebenarnya masih sesuai dan layak untuk dijalankan. 

Sedangkan perubahan tahun pelaksanaan dan tahun awal pengoperasian yang mundur ini tidak diikuti oleh perubahan tahun target, dimana proyek ini harus tetap balik modal.

Sebelum tahun 2017, pembangunan Jalan Tol Gempol -- Pasuruan masih mengandalkan APBN sebagai sumber utama pembiayaannya. 

Maka tak heran jika ada kendala dalam proses penyelesaian pembangunan ruas Jalan Tol Gempol -- Pasuruan dengan alasan keterlambatan turunnya anggaran dari APBN. 

Belum lagi masalah mengenai pembebasan lahan. Padahal jika ditinjau dari skema pembiayaan, masih banyak yang bisa digunakan selain hanya mengandalkan dari APBN. 

Pemerintah selama ini lebih terfokus dengan seberapa besar jumlah anggaran yang akan diberikan kepada Kementerian PUPR guna merealisasikan pembangunan khususnya bidang infrastruktur. 

Sedangkan pemerintah sebenarnya juga bisa memberikan dalam bentuk penanaman modal negara melalui berbagai BUMN, seperti Adhi Karya dan Waskita Karya. 

Selain itu, pembiayaan juga bisa dilakukan dalam bentuk Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Dengan adanya masalah terkait pembiayaan pembangunan Jalan Tol Gempol -- Pasuruan tersebut, pada tahun 2017 pemerintah mulai menggandeng pihak swasta untuk ikut dalam pembiayaan Proyek Strategis Nasional tersebut.

Jumlah total anggaran yang digunakan untuk proyek pembangunan tol sendiri mencapai Rp 2,7 Trilliun, di mana dana tersebut dibiayai oleh PT Jasa Marga dan PT Jasa Marga Utama sebagai pemegang saham PT Transmarga Jatim Pasuruan, serta pinjaman dari bank BRI dan  BNI. 

Diketahui asumsi pendanaan awal dalam proyek pembangunan jalan tol Gempol -- Pasuruan sebesar Rp4,706,000,000,000. Kemudian setelah dianalisis dengan uji kelayakan awal dapat disimpulkan bahwa nilai BCR adalah 1,20 atau nilainya > 1. 

Dengan kata lain, proyek pembangunan Jalan Tol Gempol-Pasuruan ini layak untuk dilakukan. Lalu Berdasarkan hasil perhitungan NPV per tahunnya yang bernilai < 1 adalah pada 2019. 

Dengan kata lain pada tahun 2019 proyek belum layak untuk dilakukan. Namun seiring berjalannya waktu, NPV total selama 10 tahun masa pembangunan sampai tahun 2029 adalah Rp536,290,529,398, Nilai NPV ini sudah melebihi 1 sehingga dapat disimpulkan bahwa proyek pembangunan Jalan Tol Gempol Pasuruan sudah layak untuk dilakukan. Nilai IRR dari Pembangunan TOL Gempol-Pasuruan yaitu 8,2%. 

Nilai ini lebih tinggi dari discount rate awal yaitu sebesar 6%. Oleh Sebab itu pembangunan proyek ruas jalan tol Gempol-Pasuruan dapat dinyatakan layak secara finansial. Serta diketahu bahwa payback period dari proyek ini dapat dipenuhi pada saat tahun ke 9 ke atas atau bisa dibulatkan yaitu pada 10 tahun.

Terdapat beberapa skema pembiayaan yang digunakan dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur. Salah satu skema yang sekiranya cocok untuk pembiayaan pembangunan Jalan Tol Gempol Pasuruan adalah skema BOT. 

Skema B-O-T (Build-Operate-Transfer) yang lazim digunakan pada beberapa proyek pembangunan jalan tol. Dalam Skema BOT, Pemerintah menggandeng pihak ketiga yaitu Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). BUJT ini bisa berupa swasta murni, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau konsorsium swasta dan BUMN. 

Pendanaan swasta yang terlibat pun bisa jadi berupa Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebagai investor yang akan Build (membangun), kemudian Operate (mengoperasikan) selama masa waktu tertentu (disebut masa konsesi) sebelum kemudian dilakukan Transfer (pengalihan aset) ke pemerintah. 

Intinya suatu konsep di mana proyek dibangun atas biaya sepenuhnya dari perusahaan swasta, beberapa perusahaan swasta atau kerjasama dengan BUMN dan setelah dibangun, dioperasikan oleh kontraktor dan setelah tahapan pengoperasian selesai sebagaimana ditentukan dalam perjanjian BOT, kemudian dilakukan pengalihan proyek kepada pemerintah selaku pemilik proyek. 

Pola ini dapat menguntungkan karena dari resiko investasi selama pembangunan dan pengoprasiannya berada pada pihak swasta, sementara pemerintah akan memperoleh fasilitas infrasturuktur tersebut pada masa akhir konsensi dan juga masyarakat dapat menikmati fasilitas tersebut. 

Selain itu beberapa keuntungan lainnya adalah tidak membebani neraca pembayaran pemerintah (off balance sheet financing), dapat mengurangi jumlah pinjaman pemerintah maupun sektor publik lainnya, menjadi tambahan sumber pembiayaan bagi proek-proyek yang diprioritaskan (additional finance sources for priority projects), dan mengoptimalkan kemungkinan pemanfaatan perusahaan maupun teknologi asing yang mendorong proses alih teknologi, khususnya bagi kepentingan negara-negara berkembang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun