Di daerah dermaga Gisik cemandi juga terdapat sebuah tempat pelelangan ikan (TPI) yang setiap harinya digunakan sebagai tempat jual beli hasil laut oleh masyarakat sekitar dan juga warga sekitar Sidoarjo dan Surabaya yang berkunjung ke tempat ini.
Tidak jauh dari lokasi tesebut, terdapat area pertambakan yang sangat luas yang mana pada bulan penghujan dijadikan sebagai tambak ikan. Sedangkan pada musim kemarau, area pertambakan ini dijadikan sebagai tambak garam.
Terdapat pula sebuah upacara petik laut yang dilaksanakan di desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati. Upacara petik laut di desa ini merupakan tradisi tahunan sekaligus untuk ruwat desa (Eka, 2017).
Petik Laut merupakan sebuah upacara adat atau ritual sebagai rasa syukur kepada Tuhan, untuk memohon berkah rezeki dan keselamatan yang dilakukan oleh para nelayan (Jodhi, 2012). Upacara ini dapat menambah daya tarik masyarakat terhadap ekowisata bahari di kawasan Pesisir Sedati.
Pengelolaan ekowisata dan pesisir di Kabupaten Sidoarjo termasuk kawasan Pesisir Sedati sudah baik namun pada kenyataannya masih butuh pengawasan dari Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Pengelolaan ini naungi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (Diskanla) Kabupaten Sidoarjo.Â
Kendati demikian, pengelolaan secara langsung dilakukan oleh masyarakat sekitar dengan melakukan pengelolaan secara konvensial. Masyarakat sekitar pesisir mengelolanya dengan cara menjadikannya sebagai mata pencaharian yakni sebagai area pertambakan namun kurang memperhatikan dampak yang akan terjadi akibat perubahan fungsi lahan tersebut.
Selain itu masyarakat seringkali memanfaatkan dan mengelola pesisir untuk menangkap ikan maupun hasil laut lain sampai ke muara yang berbatasan dengan selat Madura (Rosyidah & Agustina, 2018). Terdapat oknum tertentu yang memberi ijin kepada masyarakat menebang mangrove sekadar untuk membuka lahan tambak.
Tercatat sekitar 600 petak lahan tambak milik warga yang berada di sepanjang pesisir Kecamatan Waru hingga Jabon sejauh 33 kilometer. Dinas Perikanan dan Kelautan memang tidak dapat bertindak tegas melarang penebangan atau menjatuhkan sanksi kepada pelaku penebangan sekalipun tetap berusaha mengawasi ijin penebangan tersebut.
Patokan pemberian ijin penebangan adalah hanya dapat dilakukan pada lahan yang berada 300 meter dari titik laut pasang tertinggi (Widianto, 2011). Indonesia sendiri mulai menerapkan sistem zonasi dalam rangka pengaturan wilayah pesisir sejak tahun 2007 dengan dikeluarkannya UU No. 27 Tahun 2007 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Sebagai implementasi dari UU No. 27 Tahun 2007, setiap daerah yang berbatasan langsung dengan laut diwajibkan menyusun rencana zonasi wilayah pesisir sebagai pedoman  dalam melakukan pemanfaatan ruang pesisir dan laut. Begitupun dengan Kabupaten Sidoarjo yang berbatasan di sebelah Timur  dengan Selat Madura sehingga mempunyai kewajiban melakukan kegiatan penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir.
Rencana zonasi wilayah pesisir merupakan salah satu upaya pengelolaan wilayah pesisir terpadu yang dijadikan sebagai acuan atau pedoman dalam perencanaan dan pembangunan wilayah pesisir di Indonesia (Rahmawati & Mussadun, 2017).