Mohon tunggu...
Cerpen

Teh yang Tak Lagi Hangat

19 Maret 2017   17:57 Diperbarui: 8 Oktober 2017   08:42 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Seharusnya kami yang berbicara seperti itu, Kak. Enak saja kalian menuduh kami tanpa bukti dan hanya mengandalkan penjelasan dari Tasya. Kalian tidak malu sudah berbuat sejauh ini?” Risma kembali bertutur.

Ibu Tasya sudah geram melihat tingkah Risma, ia akhirnya mengeluarkan sumpah serapahnya. “Awas saja jika aku mendengar kenakalan kalian lagi, aku akan datang kembali untuk memotong tangan dan telinga kalian semua. Untuk kamu Risma, kamu sudah melakukan kesalahan besar yaitu membantah kami dengan omong kosong kamu itu. Dasar anak tidak tahu sopan santun, lihat saja mau jadi apa kamu nanti. Aku pastikan kamu yang akan menyesal, bisa saja nanti kamu mengantar undangan pernikahanmu ke rumah Tasya lalu kamu melihat Tasya di rumah sedang libur dari kuliah luar negerinya.” Kalimat itu mengakhiri semuanya sebelum dua wanita tidak jelas itu pergi dari SDN 1 Pulo.

Risma dan teman-temannya hanya bergeming mendengarkan kalimat yang terdengar seperti kutukan berlebihan itu. 

Seorang remaja dan wanita paruh baya datang ke rumah Risma dan membuatnya tersadar dari lamunan. Risma menatap perempuan itu ketika dia memberikan sebuah kertas. “Ris, ini ada undangan dariku. Datang ya ke acaraku minggu depan.”

Risma masih memandangi remaja itu, “aku Tasya teman SD kamu.” Risma baru menyadarinya, “oh Tasya, iya Sya akan aku usahakan datang ke acaramu minggu depan.”

Wanita paruh baya yang berdiri di dekat Tasya itu mendekat dan melihat stiker di jendela rumah Risma yang bertuliskan “University of Oxford” sebelum kemudian mereka meninggalkan rumah Risma.

Risma yang menyadari bahwa kertas itu adalah undangan pernikahan Tasya akhirnya tersenyum kembali. Dia berpikir betapa menariknya skenario yang dibuat Tuhan dalam hidupnya. Semua memiliki hubungan unik yang suatu saat akan membuat tokohnya tersenyum kala mengingatnya. Seperti Risma saat ini, ia tersenyum sambil menghabiskan teh yang sudah tidak hangat lagi itu. Risma tidak menyangka bahwa dia memiliki kenangan konyol semacam itu.

Ia masuk ke dalam rumah meletakkan kertas tadi di meja jahit dan memeluk ibunya sambil berkata, “terimakasih atas semua doa yang engkau panjatkan untuk anak kecilmu ini, Bu.” Sang ibu tersenyum lalu mencium anak sulungnya itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun