Mohon tunggu...
Humaniora

Unsur Intrinsik Amplop Susulan

27 Februari 2017   07:09 Diperbarui: 28 Februari 2017   12:00 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alur maju.

  • Pengenalan : Saya mendapatkan tugas membersamai Ustaz Jazuli, selama rehat sebelum beranjak ke mimbar untuk memberikan ceramah dalam rangka tasyakuran rampungnya pembangunan masjid kompleks.
  • Pemunculan masalah : “Celaka!” saya refleks menepok jidat. Saya akan disalah-salahkan oleh panitia lain, bila tahu amplop yang diamanahkan kepada saya tertukar.
  • Menuju konflik : Saya kirim pesan kepada asisten yang tadi menerima amplop saya. Saya berharap agar cepat dibalas, nyatanya pesan balasan baru masuk ke telepon genggam saya lima belas menit.
  • “Mas, kami ada di Restoran Nasi Kebuli. Kalau masih ada perlu, silakan gabung kami saja,” jawab asisten Ustaz Jazuli lewat pesan pendek.
  • Saya gegas tancap motor bebek menuju restoran yang disebut. Andai waktu bisa saya putar ulang, tentu kejadian konyol nan bodoh ini takkan terjadi.
  • Ketegangan : “Begini Mas, sebelumnya saya mohon maaf kepada Ustaz Jazuli dan mas-mas.
     Saya salah. Khilaf. Sebenarnya amplop yang saya berikan tadi tertukar. Saya keliru memberikan,” saya terbata-bata. Keringat saya tidak membanjir. Tapi, gugup kali ini lebih maha. Saya menyodorkan amplop yang benar.
  • Penyelesaian : “Sudah, tidak ada tapi-tapian. Saya harus pulang Dik Sanuka, amplop itu pakai buat Dik Sanuka saja. Hak saya sudah saya ambil,” Ustaz Jazuli kini beranjak dari kursinya. Dua asistennya mengikuti. Saya pun turut.
  • 5. Latar
    • Latar tempat : di masjid dan di Restoran Nasi Kebuli.
    • Bukti :
      • Saya mendapatkan tugas membersamai Ustaz Jazuli, selama rehat sebelum beranjak ke mimbar untuk memberikan ceramah dalam rangka tasyakuran rampungnya pembangunan masjid kompleks.
      • “Mas, kami ada di Restoran Nasi Kebuli. Kalau masih ada perlu, silakan gabung kami saja,” jawab asisten Ustaz Jazuli lewat pesan pendek. Saya gegas tancap motor bebek menuju restoran yang disebut.
    • Latar waktu :  pagi hari sampa siang.
    • Bukti :
      • Pengajian dimulai sedari jam 9 pagi dan selesai menjelang zuhur.
      • Saya menengok angka jam digital di pojok telepon genggam. Benar sudah hampir setengah dua.
    •  Latar suasana : tegang dan bingung
    • Bukti :
      • Bibir saya masih terkunci. Saya takut bila teman-teman panitia lain tahu dan mendakwa saya hendak menilap amplop yang seharusnya dijadikan uang bensin untuk Ustaz Jazuli.
      • Saya seperti sebutir telur bergoyang-goyang di tubir meja. Sebentar lagi jatuh dan pecahlah semua isinya. Saya sudah pasti tak dapat mengajukan lamaran pabrik, sekaligus saya harus malu dan diujar-ujar oleh panitia lain.
      • Sekarang giliran saya yang kebingungan. Betapa mulia Ustaz Jazuli, bahkan amplop yang menjadi hak atas lelah dan waktu yang diluangkan diberikan kepada kaum papa.

6. Sudut Pandang

Sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama.

7. Gaya bahasa

Asindenton, bukti : Keringat sebiji-biji nangka membasahi peci, menetesi pipi, dan seketika membuat kemeja koko yang saya kenakan basah oleh keringat gugup.

8. Amanat

  •  Jadilah orang yang teliti dan jangan teledor.
  • Jaga dan sampaikanlah amanat kepada orang yang dituju.
  • Berbuatlah jujur sekalipun itu memalukan.
  • Akui kesalahan dan meminta maaf lalu mempertanggungjawabkan kesalahan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun