Mohon tunggu...
Humaniora

Unsur Intrinsik Amplop Susulan

27 Februari 2017   07:09 Diperbarui: 28 Februari 2017   12:00 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Cerpen berjudul Amplop Susulan

Karya : Teguh Affandi

https://lakonhidup.com/2017/02/12/amplop-susulan/

1. Tema : Organik (moral) atau budi pekerti.

2. Tokoh : 

Aku alias Sanuka

-Ustadz Jazuli

- Hamboro

- Asisten Ustadz Jazuli

3. Penokohan

  • Aku alias Sanuka : tidak teliti, takut ketika berbuat salah, bertanggung jawab, menyesali kesalahan, jujur,dan sopan.
    • Bukti tidak teliti : disampaikan secara langsung oleh penulis atau saya lewat perasaan yang dirasakan.
      • Saya yakin di titik inilah saya keliru meraih amplop. Amplop Ustaz Jazuli yang harusnya ada di saku celana kiri bukan teraih. Saya justru meraih amplop yang ada di saku celana kanan.
    • Bukti takut ketika berbuat salah : disampaikan secara langsung oleh penulis atau saya lewat tingah laku.
      • Bagaimana bisa saya melakukan kesalahan fatal dan memalukan seperti ini? Keringat yang berkali-kali saya sapu dengan lengan baju koko, terus saja menderas. Seolah sumber keringat itu tak tertutup dan asat.
    • Bukti bertanggung jawab : disampaikan secara langsung oleh penulis atau saya lewat keterangan pikiran dan tingkah laku.
      • Saya harus menyerahkan apa yang menjadi amanah saya dan hak Ustaz Jazuli.
      • Saya kirim pesan kepada asisten yang tadi menerima amplop saya. Saya berharap agar cepat dibalas, nyatanya pesan balasan baru masuk ke telepon genggam saya lima belas menit.
      • “Mas, kami ada di Restoran Nasi Kebuli. Kalau masih ada perlu, silakan gabung kami saja,” jawab asisten Ustaz Jazuli lewat pesan pendek. Saya gegas tancap motor bebek menuju restoran yang disebut.
    • Bukti menyesali kesalahan : disampaikan secara langsung oleh penulis atau saya lewat perasaan si tokoh dan dialog antar tokoh.
      • Andai waktu bisa saya putar ulang, tentu kejadian konyol nan bodoh ini takkan terjadi. Andai waktu bisa saya percepat, saya ingin meloncat melewati fase-fase memalukan ini.
      • “Sebenarnya ada yang saya…, kalimat saya terpotong oleh segukan tangis yang terlanjur turun menjadi banjir di pipi saya. Saya benar-benar menyesal. Saya khilaf dan mengapa pula khilaf itu harus terjadi di saat seperti ini.”
    • Bukti jujur : disampaikan secara langsung oleh penulis atau saya lewat dialog antar tokoh.
      • “Begini Mas, sebelumnya saya mohon maaf kepada Ustaz Jazuli dan mas-mas. Saya salah. Khilaf. Sebenarnya amplop yang saya berikan tadi tertukar. Saya keliru memberikan.”
      • “Ini titipan panitia untuk Ustaz, saya menyodorkan kembali. Saya yang keliru, Ustaz,” kata saya.
    • Bukti sopan : disampaikan secara langsung oleh penulis atau saya lewat dialog antar tokoh dan tingkah laku.
      • “Afwan Ustaz Jazuli, saya Sanuka, panitia pengajian tadi," saya mencium punggung tangan Ustaz Jazuli. Lama sekali.
  •  Ustadz Jazuli : alim, ramah,menenangkan, dan dermawan.
    • Bukti alim : diceritakan langsung oleh penulis atau saya lewat perilaku si tokoh.
      • Ustaz Jazuli mengimami jamaah sembahyang di masjid baru kami.
    • Bukti ramah : diceritakan langsung oleh penulis atau saya lewat perilaku si tokoh.
      • Usai sembahyang Ustaz Jazuli masih melayani beberapa orang yang mengajak berfoto bersama dan salaman.
    • Bukti menenangkan : disampaikan langsung oleh penulis atau saya lewat tingkah laku dan dialog si tokoh.
      • “Sudah tenang dulu,” Ustaz Jazuli mengelus punggung saya.
      • Ustaz Jazuli memanggil pramusaji untuk menghidangkan minuman. Kemudian disodorkanlah kepada saya. “Minum dulu. Bismillah. Biar tenang,” kata Ustaz Jazuli begitu teduh.
      • “Tidak apa-apa. Tidak ada yang sia-sia,” seolah mengerti kegundahan saya.
    • Bukti dermawan : disampaikan langsung oleh penulis atau saya lewat tingkah laku dan dialog si tokoh.
      • “Kamu pasti lapar, makan dulu ini,” Ustaz Jazuli menyodorkan sepiring nasi kebuli dengan potongan iga kambing. “Makan saja, kami sudah makan,” Ustaz Jazuli memerintahkan.
      • “Oalah, tadi amlopnya kamu kasih ke pengemis deket masjid, kan?” Ustaz Jazuli memandang asistennya.
      • “Sudah, tidak ada tapi-tapian. Saya harus pulang Dik Sanuka, amplop itu pakai buat Dik Sanuka saja. Hak saya sudah saya ambil,” Ustaz Jazuli kini beranjak dari kursinya. Dua asistennya mengikuti. Saya pun turut.
  •  Hamboro : bertanggung jawab dan ingin tahu.
    • Bukti bertanggung jawab atas tugasnya : disampaikan secara langsung oleh penulis atau saya lewat tingkah laku dan dialog si tokoh.
      • Hamboro ketua panitia pengajian memberi kode kepada saya yang ada di belakang Ustaz Jazuli untuk menyibak kerumunan orang agar rombongan bisa segera masuk mobil.
      • “Sanuka, sudah bereskan semuanya?” Hamboro memastikan.
    • Bukti ingin tahu : disampaikan secara langsung oleh penulis atau saya lewat dialog si tokoh.
      • “Sibuk betul, mau ke mana?” Hamboro kembali mencecar.
  •  Asisten Ustadz Jazuli : sopan, patuh, dan ramah.
    • Bukti sopan : disampaikan secara langsung oleh penulis atau saya lewat tingkah laku.
      • Saya menyelipkan amlop ke telapak tangan asisten Ustaz Jazuli yang duduk di samping kemudi. Dia mengangguk, kemudian balik mengucapkan terima kasih dan mohon maaf.
    • Bukti patuh : disampaikan secara langsung oleh penulis atau saya lewat tingkah laku.
      • “Oalah, tadi amlopnya kamu kasih ke pengemis deket masjid, kan?” Ustaz Jazuli memandang asistennya. Dijawab dengan anggukan takzim.
      • Ustaz Jazuli kini beranjak dari kursinya. Dua asistennya mengikuti.
    • Bukti ramah : disampaikan secara langsung oleh penulis atau saya lewat tingkah laku dan dialog si tokoh.
      • “Mas, kami ada di Restoran Nasi Kebuli. Kalau masih ada perlu, silakan gabung kami saja,” jawab asisten Ustaz Jazuli lewat pesan pendek.
      • Dua asisten yang sedari tadi memandangi saya mengangguk sebagai izin untuk saya melahap hidangan makan menjelang petang itu.
      • “Dik Sanuka, ada apa kok sampai nyusul?”

4. Alur atau plot

Alur maju.

  • Pengenalan : Saya mendapatkan tugas membersamai Ustaz Jazuli, selama rehat sebelum beranjak ke mimbar untuk memberikan ceramah dalam rangka tasyakuran rampungnya pembangunan masjid kompleks.
  • Pemunculan masalah : “Celaka!” saya refleks menepok jidat. Saya akan disalah-salahkan oleh panitia lain, bila tahu amplop yang diamanahkan kepada saya tertukar.
  • Menuju konflik : Saya kirim pesan kepada asisten yang tadi menerima amplop saya. Saya berharap agar cepat dibalas, nyatanya pesan balasan baru masuk ke telepon genggam saya lima belas menit.
  • “Mas, kami ada di Restoran Nasi Kebuli. Kalau masih ada perlu, silakan gabung kami saja,” jawab asisten Ustaz Jazuli lewat pesan pendek.
  • Saya gegas tancap motor bebek menuju restoran yang disebut. Andai waktu bisa saya putar ulang, tentu kejadian konyol nan bodoh ini takkan terjadi.
  • Ketegangan : “Begini Mas, sebelumnya saya mohon maaf kepada Ustaz Jazuli dan mas-mas.
     Saya salah. Khilaf. Sebenarnya amplop yang saya berikan tadi tertukar. Saya keliru memberikan,” saya terbata-bata. Keringat saya tidak membanjir. Tapi, gugup kali ini lebih maha. Saya menyodorkan amplop yang benar.
  • Penyelesaian : “Sudah, tidak ada tapi-tapian. Saya harus pulang Dik Sanuka, amplop itu pakai buat Dik Sanuka saja. Hak saya sudah saya ambil,” Ustaz Jazuli kini beranjak dari kursinya. Dua asistennya mengikuti. Saya pun turut.
  • 5. Latar
    • Latar tempat : di masjid dan di Restoran Nasi Kebuli.
    • Bukti :
      • Saya mendapatkan tugas membersamai Ustaz Jazuli, selama rehat sebelum beranjak ke mimbar untuk memberikan ceramah dalam rangka tasyakuran rampungnya pembangunan masjid kompleks.
      • “Mas, kami ada di Restoran Nasi Kebuli. Kalau masih ada perlu, silakan gabung kami saja,” jawab asisten Ustaz Jazuli lewat pesan pendek. Saya gegas tancap motor bebek menuju restoran yang disebut.
    • Latar waktu :  pagi hari sampa siang.
    • Bukti :
      • Pengajian dimulai sedari jam 9 pagi dan selesai menjelang zuhur.
      • Saya menengok angka jam digital di pojok telepon genggam. Benar sudah hampir setengah dua.
    •  Latar suasana : tegang dan bingung
    • Bukti :
      • Bibir saya masih terkunci. Saya takut bila teman-teman panitia lain tahu dan mendakwa saya hendak menilap amplop yang seharusnya dijadikan uang bensin untuk Ustaz Jazuli.
      • Saya seperti sebutir telur bergoyang-goyang di tubir meja. Sebentar lagi jatuh dan pecahlah semua isinya. Saya sudah pasti tak dapat mengajukan lamaran pabrik, sekaligus saya harus malu dan diujar-ujar oleh panitia lain.
      • Sekarang giliran saya yang kebingungan. Betapa mulia Ustaz Jazuli, bahkan amplop yang menjadi hak atas lelah dan waktu yang diluangkan diberikan kepada kaum papa.

6. Sudut Pandang

Sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama.

7. Gaya bahasa

Asindenton, bukti : Keringat sebiji-biji nangka membasahi peci, menetesi pipi, dan seketika membuat kemeja koko yang saya kenakan basah oleh keringat gugup.

8. Amanat

  •  Jadilah orang yang teliti dan jangan teledor.
  • Jaga dan sampaikanlah amanat kepada orang yang dituju.
  • Berbuatlah jujur sekalipun itu memalukan.
  • Akui kesalahan dan meminta maaf lalu mempertanggungjawabkan kesalahan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun