Mohon tunggu...
Maya Nirmala Sari
Maya Nirmala Sari Mohon Tunggu... Freelancer - Dosen - Editor Website Bisnis dan Keuangan

Peduli lingkungan dan cinta buah-buahan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suatu Pagi di Puncak Rinjani

10 Februari 2016   18:11 Diperbarui: 10 Februari 2016   18:23 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamu tersenyum. Senyum yang ternyata selalu membuatku terbayang-bayang. "iyaa..." Kamu menarik selimutku. Memastikan aku tidak kedinginan. "Kapan sih aku ninggalin kamu? Selama ini aku sudah cukup sabar meladeni semua permintaanmu kan?"

"Dan kamu masih tidak mengakui kalau kamu sebenarnya menyayangiku..." aku menyindir, ini sebentuk GR atau fakta, hanya kamu yang tahu.

"Beneran ya, kamu janji ngga boleh baper lagi ngga boleh galau lagi, kamu janji harus kuat dan melanjutkan hidupmu dengan bahagia tanpa aku. Janji ya, nduk?" Nada yang ini setengah memaksa. Mungkin kalau ada kertas dan alat tulis, kamu akan membuatnya nyata hitam di atas putih.

"Iya, aku janji, kak. Inget loo... kamu juga janji, ga boleh ninggalin aku. Biar aku aja yang ninggalin kamu, hahaha" Berusaha tertawa, langkah awal untuk menghapus nestapa.

Kamu tersenyum. "Janji?" aku beranjak dari pangkuanmu, duduk tepat di depanmu. Membalas senyummu, dengan anggukan. 

Kamu menyodorkan jari kelingking, "Janji yaa..." matamu mengerling.

Aku tersenyum lebar, mengaitkan kelingkingku di kelingkingmu. "Janji!"

Kita saling menatap dengan kelingking masih bertaut. Ada getaran hangat di dadaku, menjalar ke setiap senti pembuluh darah. Merasuk ke sumsum setiap ruas tulang. Aku kira ini sekedar perkara sepele, semudah mengaitkan jari kelingking saja. Aku tidak menganggapnya sebuah janji besar yang akan membuatku berkalang tangis setiap malam. Sangat mudah untuk mengucapkan, "aku janji". 

Aku, sangat menghormati janji itu. Janji untuk menjauh. Janji untuk melupakan. Janji macam apa itu!

***

Betapa dalam rindu itu. Betapa ingin menghubungimu. Aku bertahan untuk tidak mengusik hidupmu lagi. Namun, tampaknya, entah apa yang terjadi padamu. Lupakah kamu dengan janji kita? Khilaf kah kamu, lagi? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun