Mohon tunggu...
Mayang NCD
Mayang NCD Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mencoba menuangkan isi pikiran dengan tulisan, berharap pembaca memiliki pandangan yang sama.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Apakah NKRI Siap Menerapkan Sistem PSBB?

27 April 2020   12:00 Diperbarui: 5 Mei 2020   21:58 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi PSBB. (Foto: Mayang Nur Cahya Dewi)

(2) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b harus tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah penduduk. (3) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.

Dalam point (1) menjelaskan adanya peliburan dalam rangka mengantisipasi penularan Covid-19, namun pada kenyataannya sekolah maupun tempat kerja tidak diliburkan, melainkan belajar dari jarak jauh untuk sekolah, dan untuk sebagian tempat kerja memberlakukan Work From Home (WFH). Maka, ketentuan tersebut tidaklah tepat, meskipun dalam ayat (2) terdapat keterangan lebih lanjut terkait Pasal 4 ayat (1). Namun, tetap saja ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) tidaklah mengandung mengenai mekanisme pelaksanaan Pasal 4 ayat (1) secara praktis.

Dari hal tersebut menunjukkan bahwa pemilihan diksi pada instrumen hukum sangatlah penting, terlebih lagi dalam penggunaan kata “libur” untuk para pekerja. Sebab, hal tersebut akan memiliki implikasi terhadap pemberian gaji ataupun upah yang merupakan hak bagi para pekerja setelah dilakukannya suatu pekerjaan. Sedangkan, ketika karyawan diliburkan tidak ada pemberian gaji ataupun upah. (Aulia, April 12, 2020)

Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Fajrin Nursyamsi, menilai bahwa kebijakan Jokowi memberlakukan PSBB itu secara tak langsung mengakui bahwa pemerintah ingin melakukan karantina wilayah. Dimana kita ketahui bahwa saat negara memberlakukan karantina wilayah maka kebutuhan masyarakat di tanggung oleh pemerintah seperti yang tertuang dalam pasal 55 UU.No 6 tahun 2018 yang menjelaskan bahwa:

(1) Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.

(2) Tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Karantina Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait.

Hal tersebut tentunya memantik persepsi publik bahwa pemerintah bahwa pemerintah ingin lepas dari tanggung jawab tersebut. Jika kita melihat jumlah penduduk Indonesia yang banyak, maka akan semakin besar pula biaya yang akan di tanggung oleh pemerintah untuk menanggung kebutuhan dasar semua masyarakatnya. Ditambah dengan penutupan beberapa perusahaan dan tempat-tempat umum seperti toko, mall, hotel, dan lain sebagainya, maka hal tersebut akan meruntuhkan sistem perekonomian di Indonesia.

Saat penerapan sistem PSBB hanya ada beberapa sektor usaha yang diizinkan untuk terus beroprasi yaitu sektor kesehatan, sektor bahan pangan atau makanan atau minuman, sektor energi, sektor komunikasi dan teknologi informasi, sektor keuangan, sektor logistik, sektor perhotelan, sektor konstruksi, sektor industri strategis, sektor pelayanan dasar dan sektor kebutuhan sehari-hari. Namun untuk daerah DKI Jakarta hanya ada 8 sektor yang diperbolehkan beroprasi di antaranya sektor kesehatan, sektor pangan (makan dan minum), sektor energi, sektor komunikasi, sektor keuangan, sektor logistik, sektor kebutuhan sehari-hari dan sektor industri strategis.

Jika kita cermati, implikasi dari penutupan beberapa sektor usaha selama PSBB tentunya akan membuat “kemerosotan” pendapatan dan dapat menimbulkan beberapa sektor usaha melakukan PHK (Pemutusahan Hubungan Kerja) para pegawainya. Salah satunya pada sektor industri non strategis, Banyak perusahaan yang melakukan PHK secara massal para pegawainya, karena mengalami penurunan omset yang drastis. Hal ini terjadi pada perusahaan Ramayana City Plaza Depok, yang melakukan PHK terhadap 87 pegawainya dan sempat viral karena videonya tersebar di media sosial. Hal tersebut tentunya membuat para pegawai tidak memilki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Selanjutnya, pada sektor transportasi baik angkutan umum, bus dan ojek online mengalami penurunan pendapatan semenjak sistem PSBB diberlakukan. Peraturan PSBB membuat kebijakan bahwa transportasi kendaraan roda empat hanya boleh mengangkut penumpang 50% dari kapasitas angkut, sedangkan bagi kendaraan roda dua dilarang berboncengan (hanya bagi pengemudinya). Hal tersebut membuat ojek online dilarang mengangkut penumpang dan hanya diperbolehkan mengangkut barang dan makanan. Sehingga banyak diantara mereka yang mengeluhkan hal tersebut karena penghasilan yang mereka dapatkan saat ini menurun bahkan tidak berpenghasilan.

“Ada penumpang aja udah dikit penghasilannya. Karena corona gini banyak yang kerja dari rumah juga kan. Lagian, kalau untuk (pesanan) food kan harus ada modalnya juga, enggak semua punya modal buat ngambil,” tutur Tama, salah satu pengemudi ojek online. (Tribunnews.com, April 8, 2020)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun