17.45
Suara peluit yang terdengar menggetarkan lapisan keberanian yang kubangun dalam rombongan.
"Apa itu Fred?" Lukman menerka, "mungkinkah sesuatu yang buruk terjadi padanya?"
"Bagaimana kalau bukan Fred? Tapi orang lain, perampok misalnya? Dia memberi tanda pada rekannya kalau di sini ada mangsa." Kanaya menanggapi.
Aku yakin itu tidak seperti yang ditakutkan Kanaya.
Aku melihat sekeliling. Kegelapan semakin larut dan ketakutan menggelayuti para perempuan. Pak Her, dengan wajah bersalahnya masih berkutat dengan mesin. Kanaya memeluk lengan Anggi tanpa mengalihkan kesiagaan dari sekitar. Anggi, yang tak kalah cemas dan terganggu masih sempat menikmati pertunjukan yang terekam dalam kameranya. Prita memeluk Kevin sementara suaminya berusaha menenangkan keduanya.
Aku harus tenang dalam keadaan ini.
Matahari akan menarik selimut malam sekitar setengah jam lagi. Temanku akan sampai sekitar dua jam dan penjaga pondok seharusnya sudah sampai jika ia berangkat tepat saat mobil kami mogok tadi.
"Tolong perhatian semua," aku mulai bicara, "situasi ini diluar keinginan kami, untuk itu saya mohon maaf atas situasi yang terjadi ini. Tapi saya mohon kerja sama kalian agar kita bisa melewati situasi ini dan segera pulang dengan selamat."
Mereka menyimak.
"Saya harap kita semua bisa tenang dan mengurangi kepanikan sementara menunggu bantuan datang. Saat ini, teman saya dari kota sudah dalam perjalanan. Begitu juga dengan penjaga pondok. Dan peluit tadi, saya rasa itu Fred. Â Tidak mungkin perampok di hutan menggunakan suara peluit yang menonjol untuk memberi kode pada rekannya. Sesuatu terjadi pada Fred dan dia memberi tanda membutuhkan bantuan. Jadi, seseorang harus pergi menyusulnya."