"Anak saya sudah ada perubahan kok, dia sudah mulai bicara, coba periksa lagi!" hardikku padanya. Tanganku sudah mengepal siap kubogemkan pada siapa pun. Namun apa daya takdir berkehendak lain. Kepeluk erat tubuh anakku yang sebentar lalu berbicara. Siapa yang hendak disalahkan, Aa' Semar kah? Atau Tuhan yang tak menghendaki kami bahagia.
"Permisi, Bu, Pak, apakah jenasah mau dimandikan di sini?" jelas perawat yang lain pula.
"I-iya sudah, Sus, silahkan dimandikan. Tolong baju yang dipakai dibungkus saja, Suster, sebab itu kenang-kenangan terakhir anak kami," aku memeluk istriku yang tak bertenaga, tangisnya tak bersuara hanya sesekali isaknya memuncak, bahkan beberapa kali kesulitan bernapas. "Sabar, Bu, kita harus ikhlas," sekuat-kuatnya lelaki jika kehilangan sesuatu yang sangat dicintai pasti mengeluarkan air mata. Walau sedikit yang dapat kukeluarkan, namun gemuruh di dada sangat membakar jiwa.
***
Tubuh Amelia telah terbungkus kafan, namun wajahnya mengisyaratkan kelelahan, paras ayunya masih terpulas samar. Seorang perawat memberikan bungkusan baju yang melekat pada Amelia, setelah ia dikafani.
"Permisi, Pak, tadi kami sebelum memandikan mendapati darah segar di maaf-" Â perawat tersebut belum selesai berbicara, seakan menata apa yang hendak diucapkannya.
"Kami, saya dan dua teman saya mendapati darah segar yang masih keluar di lubang kemaluan anak bapak, sebelumnya anak Bapak mempunyai kronologi sakit apa?"
"Anak saya telah lama mengidap Leukimia, Sus, namun tadi pagi saat saya menjemputnya keadaannya masih baik-baik saja. Dia bahka sudah dapat duduk bersandar sendiri dan menangis, serta mengatakan kata sakit," aku memaparkan pada kedua perawat tersebut.
"Jika, Bapak ingin pemeriksaan lebih lanjut penyebab kematian anak bapak harus melalui tes medis; bisa melalui autopsi, apakah Bapk bersedia?"
"Tidak! Anakku telah mati, aku tak sudi badannya dirusak, ayo, Pak, segera bawa pulang anak kita. Bapak selesaikan administrasinya." Istriku terlihat sangat terpukul dengan kepergian anak kami.
Dengan menyewa ambulance kami membawa jenasah Amelia. Namun saat tiba di rumah, aku dikejutkan oleh pamong yang telah memersiapkan kebutuhan kematian. Dari tanda kematian hingga amben untuk jenasah.