Pemilihan Legislatif sejatinya merupakan pesta demokrasi untuk memilih para wakil rakyat pada berbagai tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, baik tingkat Kabupaten, Propinsi, maupun tingkat Nasional. Suara rakyat yang adalah suara Tuhan seharusnya dihargai dan dihormati tanpa embel-embel di belakangnya. Kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya.Â
Suara rakyat dibeli dengan harga yang murah dengan berbagai tawaran keenakan dan kenikmatan. Para Wakil Rakyat tidak memberikan kebebasan kepada seluruh rakyat yang memiliki hak pilih, untuk secara bebas menyalurkan aspirasinya.
Pengalaman menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu, pada setiap kali Pemiihan Umum berlangsung, muncul para caleg dengan berbagai jurus berusaha untuk menarik simpati masyarakat pemilih untuk mendapatkan suaranya.Â
Mereka ibarat sinterklas, rela memberikan apa saja yang penting mendapatkan dukungan sebanyak mungkin. Segala kebutuhan masyarakat dapat mereka penuhi dengan jalan atau cara berbuat baik.Â
Tiada kenal lelah, berbagai kesemmpatan dan peluang berbuat baik, dicari, dikejar, dan di manfaatkan dimana-mana. Setelah Pemilihan berlalu, berakhirlah juga semua kebaikan itu. Pemilu nampaknya tidak ada kaitannya dengan kwalitas kepribadian para calon tapi seberapa banyak dan mampu mereka membayar.Â
Berbuat Baik Menjadi Ternoda
Dalam ajaran agama, budaya, dan tradisi manapun, selalu ditekankan bahwa berbuat baik dalam bentuk dan level apapun, selalu dilakukan tanpa pamrih, tanpa balas jasa, atau apa adanya bukan ada apanya.Â
Berbuat baik dilakukan bukan untuk mencari simpati dan imbalan dalam bentuk apapun, termasuk mencari simpati, harapan, dukungan, dan pujian. Perbuatan baik  yang diamalkan entah kepada sesama manusia ataupun kepada alam semesta karena dorongan hati, biasanya dilakukan tanpa mengenal waktu, musim, ajang, atau periode. Ia datang kapan dan di mana saja.Â
Sadar atau tidak, ajang Pemilu dengan segala tawaran yang menggiurkan melalui para calon yang akan dpilih, telah menodai nilai-nilai luhur yang terkandung dalam tindakan berbuat baik.Â
Berbuat baik bukan lagi menjadi moment bagi manusia untuk memperoleh ganjaran yang bernilai Ilahi tapi manusiawi. Akibatnya adalah berbuat baik kerap kali dikait-kaitkan dengan posisi dan kepentingan pribadi-pribadi yang melakukannya (Teruslah Berbuat Baik, Biar Orang Pikir Kamu Caleg).Â
Â