Penyesalan tinggallah penyesalan. Nasi sudah menjadi bubur. Setelah segala sesuatunya terjadi, seluruh wilayah Yerusalem menjadi gelap, dan tabir bait Allah terbelah jadi dua karena peristiwa itu, barulah terbuka mata hati manusia itu bahwa mereka telah membunuh Allah. Mereka telah menyalibkan orang yang tak bersalah.Â
Kesaksian akan ke-Allah-an Yesus semakin jelas ketika salah seorang prajurit menombak lambungNya dengan tombak sehingga dari sana keluar serta mengalir darah dan mengenai wajahnya (Dia sungguh-sungguh Anak Allah. Kita telah membunuh Allah itu. Ia sungguh tak berdosa). Ia yang tak berdosa itu, harus mati di kayu salib untuk manusia yang berdosa ini.Â
Dengan kebangkitan Yesus kemudian setelah tiga hari berada di dalam kubur, keAllahan, kekuasaan, kebesaran, dan keagunganNya semakin memancar, tidak hanya di sekitar Yerusalem tetapi juga, sampai ke ujung dunia. Banyak orang di muka bumi ini yang menerima, mengakui  dan mengimaniNya sebagai Allah dan manusia yang tak berdosa. Ia adalah Tuhan bagi orang yang hidup dan mati.
Dalam dan melalui Yesus Kristus yang tak berdosa itu, manusia menemukan jalan untuk kembali kepada Allah. Dalam dan melalui penderitaan salibNya, manusia kembali meraih dan menikmati kebahagiaannya bersama dengan Allah. Kebahagiaan yang dulunya terputus karena dosa manusia, kini diperbaharui kembali lewat pengorbanan salib yang amat mengagumkan.Â
Hutang dosa manusia yang dulunya begitu besar dan hebat, kini ditebus, dibayar, dan dilunasi dengan darah dan pengorbanan Yesus yang amat berharga di atas kayu salib. Tak ada pengorbanan yang seagung dan semulia itu, selain pengorbanan salib Tuhan demi kebahagiaan dan keselamatan seluruh umat manusia. Kita umat manusia yang berdosa, Ia yang harus mati untuk menebusnya kepada Allah.
SALAM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H