Mohon tunggu...
MEX MALAOF
MEX MALAOF Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Terus Bertumbuh dan Berbuah Bagi Banyak Orang

Tuhan Turut Bekerja Dalam Segala Sesuatunya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menemukan Kodrat Kemanusiaan dan Keilahian Yesus Kristus dalam Peristiwa Salib-Nya

1 April 2021   16:21 Diperbarui: 1 April 2021   18:13 2846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

- Memiliki kuasa untuk mengadili orang yang hidup dan yang mati. 

Bagaimana dengan kedua kodrat yang ada dalam diri Yesus Kristus itu, dilihat dalam peristiwa salibNya? Beberapa waktu sebelum Yesus menderita, sengsara, disalibkan, dan wafat, Ia memasuki kota suci Yerusalem, dengan sambutan yang luar biasa dari masyarakat setempat. Ia dielu-elukan bagai seorang raja duniawi besar. 

Wajar, kalau terjadi sambutan demikian karena ada harapan yang besar dari para penyambutNya itu. Ia Hendak dijadikan raja, yang dapat membebaskan mereka dari kungkungan, penjajahan, dan kekejaman pemerintahan Romawi saat itu. Berhadapan dengan situasi demikian, Yesus tidak lupa dan larut dalam eforia yang ada. Ia tetap sadar akan misi utama perutusanNya kedua dunia ini yakni harus menderita, sengsara, wafat di salib, dan kemudian bangkit untuk keselamatan umat manusia. 

Sebagai seorang manusia, Yesus tetap menikmati sambutan luar biasa itu. Ia tidak marah, menghardik, dan meminta supaya masyarakat menghentikan semua kemeriahan yang mereka ciptakan. Yesus tidak mematahkan harapan mereka bahwa harapan mereka adalah sia-sia karena tidak sesuai dengan harapan Allah. Sebaliknya, Yesus membiarkan mereka dan menghadapi semuanya dengan cara dan pikiran Allah itu sendiri. 

Beberapa waktu sebelum mengalami penderitaan salib, sebagai pribadi yang hidup dan berkembang dalam suatu budaya, Ia mengadakan Perjamuan Paska bersama para muridNya dengan makan roti tak beragi. Menarik bahwa dalam peristiwa makan bersama yang seharusnya dilakukan dengan penuh keterhukaan itu, di sana Yesus dikhianati oleh salah seorang muridNya yang bernama Yudas. Hanya karena uang 30 keping perak, orang yang sudah lama bersama dan melayaniNya kemana-mana, bahkan sehidangan denganNya, tega melakukan itu. Lukisan yang amat manusiawi bukan? 

Selepas peristiwa ini, Yesus menyadari bahwa saatNya akan segera tiba. Maka, Ia pun pergi ke taman Getsemani dan berdoa di sana. Ada ketakutan dan  kengerian yang luar biasa terpancar dari raut wajahNya. Bahkan keringatNya bercucuran dengan begitu derasnya. Sekali lagi, Yesus juga mengalami rasa takut sebagaimana dirasakan oleh manusia dalam menghadapi setiap persoalan hidup. 

Lebih lanjut, di tengah berhadapan dengan para tentara romawi yang begitu kejam menyesah dan menyiksaNya, Yesus harus menghadapi satu lagi kenyataan pahit bahwa ia sangkal oleh salah seorang murid kesayanganNya yakni Petrus. Pahit rasanya tapi, mau bagaimana? Pada umumnya, orang hanya akan mengenal dan memuja-muja seseorang ketika orang tersebut dalam keadaan baik, disegani, dan dihormati tetapi, ketika yang bersangkutan tersandung masalah maka, ia akan katakan "tidak kenal", siapa sih lho?

Rasa kemanusiaan Yesus semakin nampak dalam perjalananNya menuju ke Golgota. Ia jatuh karena tak berdaya. Bahkan sampai dengan tiga kali Ia mengalaminya. Selain itu, Ia juga dibantu oleh Simon dari Kirene yang adalah seorang petani yang baru pulang dari ladangnya. Sebelum mati di salib, Ia juga meminta minum tanda kehausan ("Aku haus"), lalu berteriak dengan suara nyaring, seolah-olah mencari Allah di tengah-tengah penderitaan yang dialamiNya "eli, eli. Lama sabak tani?" (Allah, ya AllahKu. Mengapa Engkau meninggalkan daku? Puncak dari semua rasa kemanusiaan itu nampak di atas kayu salib yakni Yesus mati bagai manusia yang tak berdaya. 

Dimana ke-Allahan Yesus dalam peristiwa salibNya? Jika dicermati dengan jelas dan jernih peristiwa salib yang dialami oleh Yesus maka, Ke-Allahan Yesus nampak dalam peristiwa-peristiwa berikut ini. Walaupun ada rasa takut tetapi, Yesus tidak lari bagai pecundang. Ia tetap menghadapi semuanya, sesuai dengan rencana dan kehendak Allah. Ketika berhadapan dengan peristiwa pengkhianatan dan penyangkalan yang dilakukan oleh dua orang muridNya, Ia tetap menyikapiNya dengan sikap dan cara Allah. Tidak marah, tidak dendam, atau mengutuk dan menghukum. Hal yang sama juga Ia lakukan ketika menghadapi aksi para prajurid yang dengan ganasnya melancarkan siksaan kepada diriNya. Sebaliknya, dari atas salib Ia berdoa, " Ya Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat". 

Puncak dari seluruh kesaksian yang mengungkap bahwa Yesus itu benar-benar Allah, nampak dalam peristiwa kebangkitanNya. Peristiwa ini merupakan peristiwa puncak yang membuka mata hati semua orang yang jauh sebelumnya meragukan ke-AllahanNya. Banyak karya baik dan mujizat-mujizat yang dibuat oleh Yesus, namun semua itu, rasanya tidak cukup untuk meyakinkan manusia bahwa Ia adalah Allah. 

Peritiwa kebangkitan, tidak hanya membuka iman orang-orang yang hidup pada jaman Yesus tetapi juga, sampai dengan mereka yang hidup pada jaman ini dan bahkan yang akan hidup pada jaman yang akan datang. Bukti sahihnya adalah sampai dengan saat ini, mereka yang menerima dan mengakui Yesus sebagai Allah, menjadi yang terbanyak di seluruh dunia ini. Iman akan Yesus, akan terus tumbhh dan berkembang dimana-mana, hingga akhir zaman. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun