Tidak mampu meninggalkan orangtua berarti bersiaplah untuk menerima kenyataan pahit.Â
3. Tak Berpisah Sampai Maut Menjemput
Pada dasarnya, ajaran agama atau instansi manapun selalu menekan dan memegang teguh prinsip, perkawinan itu satu dan tak terceraikan sampai maut memisahkan.Â
Ini berarti bahwa dalam situasi apapun, suka-duka, untung-malang, pahit-manis, sehat-sakit, dan beragam situasi lain yang akan dialami, pasangan yang telah mengikrarkan diri lewat janji suci untuk hidup bersama dalam satu keluarga, tak terpisahkan.Â
Rasanya, tidak ada pasangan di dunia ini yang mau mengikrarkan diri untuk menikah tanpa dibarengi dengan adanya kerinduan, cita-cita, khayalan, dan impian untuk berbahagia dalam situasi apapun bersama pasangannya.Â
Kalau itu kemudian terjadi maka, itu hanya akibat dari ego dan kepentingan sesaat yang sulit terkendalikan dengan akal dan nurani yang sehat.Â
Maka, sebekum menikah, bersiaplah untuk menerima kenyataan bahwa ikatan perkawinan yang akan  dijalani adalah ikatan yang tak terceraikan atau terpisahkan oleh kekuatan apapun kecuali maut.Â
4. Bebas Tapi Terikat
Dalam ritual perkawinan, di sana terdapat salah satu bagian yang walaupun bukan menjadi penentu sah atau tidaknya suatu perkawinan tetapi, memiliki makna yang cukup mendalam yakni pengenaan cincin perkawinan pada jari manis pasangan sebagai tanda cinta dan kesetiaan.Â
Dengan saling mengenakan cincin perkawinan, sepasang suami-isteri hendak menegaskan dalam diri sendiri dan kepada orang lain bahwa mulai saat itu, ada ikatan cinta dan kesetiaan yang tak terputuskan di antara mereka.Â
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sepasang suami-isteri, tidak hanya diikat dengan janji perkawinan yang diucapkan tetapi juga, diikat dengan sebuah cincin yang dikenakan pada jari manis.Â