Alat Kerja
Setiap kelompok hidup masyarakat manapun di dunia ini, entah kelompok suku maupun budaya, pasti memiliki perlengkapan alat kerja yang berbeda-beda. Perbedaan itu dapat saja tercipta karena situasi alam, tradisi, dan tuntutan hidup.Â
Maka, setiap suku dan budaya, dituntut untuk mencari, menemukan, dan menciptakan perlengkapan alat kerja yang cocok dan tepat. Hal yang sama berlaku bagi masyarakat suku Dawan terutama kaum lelaki yang bertanggung jawab sepenuhnya atas kebutuhan hidup dalam keluarga.Â
Tak dapat dipungkiri bahwa seluruh aspek kehidupan masyarakat suku Dawan yang hidup dan berkembang di pulau Timor, Propinsi Nusa Tenggara Timur, masih jauh dari kata modern, termasuk di dalamnya adalah alat-alat pertanian. Segala sesuatunya masih dilakukan dengan cara manual.
Sebagai masyarakat yang menggantungkan hidup sepenuhnya pada hasil pertanian dan dihadang dengan situasi alam yang panas dan gersang, menuntut masyarakat Dawan terutama kaum lelaki untuk tidak hanya kreatif menciptakan alat kerja tetapi juga harus tahu dan mengerti dengan baik, bagaimana merawat dan mempergunakannya secara baik.
"Fani, Benas" Sebagai Modal Awal
"Fani" merupakan sebutan masyarakat Dawan untuk kampak dan "Benas" sebutan untuk parang. Sedangkan kalimat pendek "Musti Na Aik", merupakan sebuah keterangan yang berarti bahwa kedua alat kerja tersebut "harus selalu tajam". Kedua alat kerja ini terbuat dari besi atau baja murni (pada umumnya dari pegas pipih atau feer mobil yang sudah tidak terpakai lagi). Cara membuatnya, sama seperti pembuatan kampak dan parang pada umumnya.Â
Untuk menjaga dan merawat kedua alat itu agar tetap berfungsi baik (tetap tajam), seorang lelaki Dawan harus pandai memilih batu-batu tertentu dari sungai untuk kemudian menjadikannya sebagai pengasah. Salah atau keliru memilih batu asah ini, maka hasil asahan tidak akan maksimal.Â
Begitu berartinya batu asah ini. Maka, di sekitar rumah masyarakat Dawan, pasti akan ditemukan salah satu tempat khusus untuk meletakkan beberapa batu asah di sana. Seorang lelaki Dawan akan dikatakan sudah dewasa dan siap untuk berkeluarga, jikalau sudah mampu menciptakan dan merawat kedua alat kerja ini.
Fungsi "Fani, Benas" Bagi Lelaki Dawan
Dengan kedua alat kerja yang ada, seorang lelaki Dawan akan dapat memenuhi tuntutan-tuntutan berikut:
1. Mengusahakan Ladang.Â
Kaum lelaki Dawan, terbiasa dan akrab dengan yang namanya rambah merambah hutan dan potong memotong kayu. Setiap kali memasuki musim penghujan, ladang-ladang masyarakat yang hendak dipersiapkan untuk ditanami jagung, ubi-ubian, kacang-kacangan, dan lain-lain, harus dibaharui dan dipagar kembali dengan baik.Â
Tidak berfungsinya ladang-ladang masyarakat disepanjang musim kemarau, membuat ladang-ladang tersebut kembali bersemak dan pagar di sekelilingnyapun menjadi rusak. Akan terdapat beribu-ribu batang pohon, baik yang besar maupun yang kecil yang akan harus ditebang untuk dijadikan sebagai pagar.Â
Untuk menyelesaikan pekerjaan ini, butuh waktu yang cukup lama dan sungguh menguras tenaga. Bayangkanlah, kayu-kayu yang telah tertebang dalam berbagai ukuran itu, harus dipikul dan di susun setinggi satu meter lebih membentuk pagar di sekeliling ladang. Kwalitas kayu dan kekokohan pemagaran akan turut menentukan hasil panen yang dicapai.Â
Kekeliruan sekecil apapun, sangatlah fatal karena baik binatang-binatang liar maupun binatang-binatang piaraan masyarakat yang kurang terkontrol, akan menjadi lawan empuk bagi yang empunya ladang. Maka, kampak dan parang seorang lelaki Dawan harus tetaplah tajam.
2. Memenuhi Kebutuhan Rumah
Sejak dahulu, masyarakat Dawan senantiasa membiasakan diri untuk memasak apapun, dengan menggunakan kayu sebagai bahan bakar. Ukuran dan kwalitas kayupun, harus disesuaikan dengan jenis bahan makanan yang ditasak. Kalau hanya memasak beras untuk menjadi nasi, tentu tidak butuh kayu api yang banyak.Â
Ini akan berbeda, kalau yang dimasak itu adalah jagung. Butuh kayu yang cukup banyak dan ukurannyapun harus lebih besar. Kwalitas nyala api harus tetap terjaga agar jagung yang dimasakpun benar-benar matang dan beraroma sedap bukan beraroma asap. Butuh waktu kurang lebih satu jam untuk memasak jenis makanan ini. Makanan ini, pasti selalu ada karena merupakan makanan pokok masyarakat Dawan.
Tuntutan persediaan kayu bakar dalam jumlah dan ukuran yang lebih akan semakin terasa, ketika musim penyulingan air nira menjadi sopi tiba (sopi: minuman yang beralkohol tinggi).Â
Sejak awal proses penyulingan (pagi  hari) hingga tetes-tetes penghabisan dari penyulingan itu (sore hari), kwalitas bara api harus benar-benar mantap. Sedikit saja ada kelalaian, maka hasilnya tidak akan memuaskan (hasil sedikit dan tidak berkwalitas).Â
Tuntutan lain yang tak kalah menantang juga bagi seorang lelaki Dawan adalah ketika sudah berkeluarga dan istri melahirkan di rumah.Â
Untuk menjaga kehangatan serta kekuatan si istri dan bayi yang baru lahir, selama kurang lebih empat puluh hari, baik siang siang maupun malam, api harus tetap bernyala dan membara di dekat tempat tidur. Untuk ini, seorang lelaki Dawan harus siap untuk menyediakan kayu api dalam jumlah yang cukup banyak. Demikian.
Tulisan ini, lahir dari pengalaman hidup dan refleksi pribadi penulis sebagai seorang lelaki Dawan. Sekiranya, ada hal-hal yang kurang berkenan di dalamnya, mohon dikoreksi agar tulisan ini menjadi lebih sempurna. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H