Sebagai makhluk yang berakal budi dan memiliki rasa, sebelum beraksi, berkreasi, dan berekspresi, seharusnya dipikirkan secara matang, mantap, dan jernih akibat yang akan timbul dari setiap tindakan dan bagaimana reaksi yang datang dari tindakan itu. Sehingga tidak ada penyesalan di kemudian hari.Â
Tidak Belajar dari Kontroversi Sebelumnya
Berbicara tentang tindakan, perbuatan, dan kelakuan yang seharusnya tidak dipertontonkan kepada publik melalui jaringan media sosial, jauh sebelumnya telah ada. Hanya medianya saja yang berbeda.
Akibat dari peristiwa-peristiwa itupun sungguh jelas. Mereka yang dipandang bersalah, diberikan hukuman oleh pihak berwajib. Malahan, masyarakat mengutuk keras kejadian-kejadian seperti itu.Â
Ibarat "anjing menggong, kafilah berlalu". Masih saja terdapat orang-orang yang berasal dari bangsa yang katanya lebih beradab dan lebih bermoral dari bangsa-bangsa lain di muka bumi ini yang kehilangan akal sehat, perasaan, martabat, derajat, dan harga diri, lalu bertindak konyol demi sebuah konten (ketenaran).
Sadar atau tidak, cerita, kisah, dan peristiwa-peritiwa yang terdengar dan terjadi selama ini dan tidak tertutup kemungkinan akan terjadi lagi pada masa-masa yang akan datang, menunjukkan bahwa manusia dijajah oleh hasil ciptaannya sendiri. Manusia menjadi budak dari teknologi.Â
Manusia yang seharusnya menjadi tuan atau penguasa atas ciptaannya, dikuasai kembali oleh hasil ciptaannya sendiri. Menjadi pertanyaan adalah haruskah yang telah tercipta itu dimusnahkan?
Tidak. Ia harus disiasati dengan bijak oleh manusia penciptanya agar manusia itu sendiri tidak terperangkap dalam tawarannya yang hanya mendatangkan kesenangan sesaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H