Mohon tunggu...
Maxi Gepa
Maxi Gepa Mohon Tunggu... Seniman - Mahasiswa fakultas Filsafat Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero.

Menulis dan melukis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum Merdeka sebagai Sistem Pendidikan yang Ideal di Indonesia

27 Maret 2023   21:34 Diperbarui: 27 Maret 2023   21:48 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan adalah salah satu faktor penting yang sangat memengaruhi perkembangan suatu wilayah. Pendidikan yang baik akan memberi dampak positif bagi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pada wilayah tersebut. Dengan demikian, SDM yang mumpuni boleh jadi memudahkan pembangunan suatu wilayah dalam berbagai sektor.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, salah satunya kualitas pembelajaran. Kurikulum yang diluncurkan oleh pemerintah adalah wujud nyata usaha meningkatkan kualitas belajar mengajar di setiap satuan pendidikan yang ada di Indonesia.

"Beberapa waktu lalu Kemendikbudristek telah meluncurkan 21 episode merdeka belajar yang menyentuh berbagai aspek pendidikan. Tujuan utama merdeka belajar adalah mendorong perbaikan kualitas dan pemulihan dari krisis pembelajaran --khususnya melalui kurikulum merdeka, yang diluncurkan bersama dengan platform merdeka mengajar" demikian tutur Mendikbudristek --Nadiem Anwar Makarim.

Platform merdeka mengajar dan merdeka belajar diluncurkan secara simultan dengan tujuan untuk mempermudah bapak dan ibu guru menemukan referensi yang memadai dalam menyusun kurikulum operasionalnya sendiri. Dengan demikian, Bapak dan Ibu guru tidak harus menyusun bahan ajar atau dokumen-dokumen baru dari nol, karena sudah ada pegangan atau pedoman yang ditawarkan oleh pemerintah.

Kemendikbudristek sudah menyediakan banyak contoh kurikulum operasional, modul pembelajaran, dan dokumen-dokumen lain yang bisa ditemukan dalam Platform Merdeka Mengajar --bisa diakses di laman guru.kemdikbud.go.id. Hal-hal demikian dibuat untuk membantu Bapak dan Ibu guru dalam menerapkan kurikulum Merdeka.

Sejauh ini keputusan dan langkah-langkah antisipatif yang dibuat oleh pemerintah sangat positif. Pemerintah telah melihat jauh ke depan, memahami apa yang akan terjadi dan mengetahui upaya apa yang perlu dibuat. 

Pentingnya Kurikulum Pendidikan yang Fleksibel di Indonesia

Anindito Aditomo (Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan) dalam sebuah kesempatan menyampaikan demikian: "Kurikulum merdeka merupakan kerangka yang perlu diterjemahkan menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan. Hal ini memberi ruang kebebasan bagi satuan pendidikan untuk merancang kurikulum operasional yang sesuai dengan visi misi satuan pendidikan, dan sesuai dengan kebutuhan belajar para murid".

Indonesia Membutuhkan Kurikulum Pendidikan yang fleksibel. Fleksibilitas kurikulum pendidikan yang dimaksudkan adalah kurikulum pendidikan yang tidak terikat pada sebuah kebijakan resmi (yang tidak memberi ruang kebebasan bagi pelajar maupun pengajar untuk menghidupi kehidupan intelektual yang lebih kreatif dan kontekstual) yang dibuat oleh pemerintah dan berlaku untuk umum --semua satuan pendidikan di Indonesia wajib menjalankannya.

Indonesia adalah sebuah negara kepulauan (sekitar 6.000 pulau berpenghuni) yang penduduknya memiliki latar belakang budaya, gaya hidup dan lingkungan yang tidak sedikit. 

Masyarakat indonesia hidup di lingkungan yang beragam, ada yang menempati wilayah perkotaan dengan kesenjangan perekonomian dan gaya hidupnya masing-masing, ada yang menempati wilayah pegunungan dan Desa pertanian, ada yang menempati wilayah pesisir dan Desa Nelayan, dan ada yang menempati wilayah pedesaan dengan ciri khasnya masing-masing.

Keberagaman latar belakang hidup masyarakat Indonesia menuntut kurikulum yang sesuai konteks hidup mereka. Aparat Negara tentu saja kewalahan memenuhi tuntutan masyarakat Indonesia yang begitu beragam, jika pemerintah sanggup maka hal yang perlu dibuat adalah mengerahkan aparat pemerintahan untuk melakukan riset latar belakang kehidupan masyarakat Indonesia di setiap wilayah. Kemudian hasil riset akan digunakan untuk menyusun bahan ajar yang sesuai dengan konteks hidup masyarakat di masing-masing wilayah.

Tentu saja hal ini bisa dibuat, tetapi akan memakan waktu dan anggaran yang tidak sedikit. Penyelidikan ilmiah yang serius dan kritis atas persoalan pendidikan akan diperoleh dengan bayaran yang sesuai. Kemudian penyusunan bahan ajar oleh staf ahli akan menuntut biaya juga. Memang sesuatu yang bermutu itu tidak pernah diperoleh dengan cuma-cuma, harus ada bayaran yang setimpal.

Lalu pertanyaannya, apakah negara kita takut rugi untuk mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit demi  kebaikan anak bangsa? Kemendikbudristek melihat peluang lain untuk menjawab persoalan ini. Para Guru di setiap satuan pendidikan sudah memiliki kemampuan dasar untuk mengolah persoalan-persoalan yang sering mereka jumpai, mengapa mereka tidak diberi kesempatan dan kebebasan untuk menyusun kurikulum operasionalnya sendiri?

Hal ini tentu saja akan mempermudah pemecahan masalah dengan anggaran yang tidak begitu besar. Anggaran yang ada bisa dialokasikan untuk pembangunan gedung sekolah di desa-desa yang masih menggunakan bangunan darurat dan tidak layak pakai.

Dengan demikian, lahirlah kurikulum merdeka yang memungkinkan penerapan bahan ajar yang lebih kontekstual dan sesuai dengan latar belakang kebudayaan, visi misi setiap satuan pendidikan dan taraf hidup penduduk masing-masing wilayah --tanpa melalui suatu prosedur yang rumit. Penerapan sistem pendidikan merdeka belajar tentu saja menuntut para guru untuk lebih tanggap, kreatif dan inofatif  terhadap realitas dunia yang berada di sekitar mereka.

Fokus pada Materi Esensial: Tanggapan atas Realitas Belajar Mengajar di Indonesia

Saya sempat mewawancarai seorang teman yang telah menjadi Guru Matematika di sebuah SMA di Kabupaten Ngada, Flores NTT. Beliau menjelaskan demikian: "kurikulum merdeka itu bagus sekali, karena fokus pada materi esensial atau materi-materi yang penting. Para Guru bebas mengatur sistem belajar mengajar yang efektif dan mendalam".

Pembelajaran yang fokus pada materi esensial tentu saja akan membawa dampak positif pada kualitas pemahaman para murid dan gaya mengajar para guru. Saya yakin setiap orang yang pernah mengenyam pendidikan tahu persis suka dan duka menghadapi pengajar dengan berbagai karakteristik --realitas pendidikan di Indonesia menunjukkan bahwa ada pengajar yang mengajar dengan perlahan-lahan dan ada yang mengajar dengan sangat tergesa-gesa.

Ada pengajar (Guru/Dosen) yang mengajar dengan sangat terburu-buru. Hal yang ada di dalam kepala mereka adalah menyelesaikan bahan ajar atau materi secepatnya, seakan-akan tidak memerdulikan pemahaman yang dimiliki oleh para murid. Para murid yang belum paham dibiarkan begitu saja, mereka tidak akan pernah memahami materi yang diajarkan apabila tidak ada motivasi personal untuk mencari tahu sendiri.

Para murid berjuang sendiri untuk memahami itu baik, tetapi akan lebih baik jika proses memahami itu dibimbing oleh para pengajar. Para pengajar memiliki tanggung jawab penuh atas perkembangan pemahaman para pelajar. Kegagalan para pelajar memahami adalah juga kegagalan para pengajar dalam memberi pemahaman.

Kebijakan untuk fokus pada materi-materi esensial (penting) muncul sebagai tanggapan atas realitas belajar mengajar yang ada di Indonesia saat ini. Kebijakan ini akan mengingatkan para guru yang memegang kendali dalam proses belajar mengajar untuk tidak terburu-buru dalam mengajar. Para pengajar bisa lebih memerhatikan proses belajar murid dan menerapkan pembelajaran yang mendalam. Para guru atau dosen harus memastikan pemahaman yang baik dimiliki oleh setiap pelajar sebelum melanjutkan materi.

Para pengajar juga harus lebih terbuka pada diskursus, karena bukan tidak mungkin gagasan-gagasan bernas lahir dari para pelajar. Selain itu jawabah-jawaban para pengajar dalam diskursus akan membantu proses pemahaman pelajar atas materi atau bahan ajar --mengingat masing-masing pelajar memiliki cara belajar yang variatif (ada yang belajar melalui membaca, mendengarkan dan terlibat dalam diskusi-diskusi). Kurikulum merdeka telah memberi ruang lebih besar bagi pengajar dan pelajar untuk mendalami materi-materi esensial. Ruang yang telah diberikan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Apakah Mungkin Menghidupkan Merdeka Belajar di Indonesia?

Pertanyaan tersebut sengaja dicantumkan pada sub judul untuk mencari jawaban yang lebih dalam soal merdeka belajar yang ideal.

Merdeka belajar merupakan suatu sistem yang ideal dan hendak dicapai. Kita harus bersyukur bahwa Indonesia telah memulainya saat ini. Perlahan-lahan mulai dihapuskan sistem penjurusan yang ada di SMA-SMA guna memberi kebebasan bagi para siswa untuk memilih secara bebas mata pelajaran yang diminatinya.

Saya berpikir bahwa jika merdeka belajar yang hendak diejawantahkan adalah merdeka belajar yang sesuai dengan kurikulum merdeka maka hal tersebut tidak begitu sulit. Tiga keunggulannya pasti akan dirasakan, fokus pada materi esensial, pengembangan karakter melalui projek penguatan profil pelajar pancasila, dan fleksibilitas bagi sekolah untuk merancang kurikulum operasionalnya sendiri.

Namun pembelajaran yang merdeka tidak dapat direduksi ke dalam tiga komponen kecil tersebut. Ada kerangka berpikir yang lebih luas menyoal merdeka belajar.

Bagaimana mengatasi persoalan keberadaan staf pengajar (para guru dan dosen) konsevatif yang begitu banyak tersebar di seluruh Indonesia. Mereka kelihatannya sulit untuk beradaptasi dengan iklim pembelajaran yang baru. Kecenderungan untuk bersikap otoriter dan represif sangat mengekang kebebasan para pelajar. Hal-hal semacam ini terlihat sepele, tetapi cukup membuat idealisme merdeka belajar terlihat masih jauh.

Walau demikian apresiasi sebesar-besarnya layak diberikan kepada Kemendikbudristek yang telah menginisiasi adanya kurikulum merdeka. Kurikulum merdeka harus terus disempurnakan seiring berjalannya waktu, karena kurikulum yang dibuat oleh pemerintah harus selalu merupakan usaha penyempurnaan kualitas pembelajaran --bukan sebaliknya, membingungkan dan menimbulkan berbagai macam kesulitan bagi pelajar maupun pengajar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun