Kebijakan untuk fokus pada materi-materi esensial (penting) muncul sebagai tanggapan atas realitas belajar mengajar yang ada di Indonesia saat ini. Kebijakan ini akan mengingatkan para guru yang memegang kendali dalam proses belajar mengajar untuk tidak terburu-buru dalam mengajar. Para pengajar bisa lebih memerhatikan proses belajar murid dan menerapkan pembelajaran yang mendalam. Para guru atau dosen harus memastikan pemahaman yang baik dimiliki oleh setiap pelajar sebelum melanjutkan materi.
Para pengajar juga harus lebih terbuka pada diskursus, karena bukan tidak mungkin gagasan-gagasan bernas lahir dari para pelajar. Selain itu jawabah-jawaban para pengajar dalam diskursus akan membantu proses pemahaman pelajar atas materi atau bahan ajar --mengingat masing-masing pelajar memiliki cara belajar yang variatif (ada yang belajar melalui membaca, mendengarkan dan terlibat dalam diskusi-diskusi). Kurikulum merdeka telah memberi ruang lebih besar bagi pengajar dan pelajar untuk mendalami materi-materi esensial. Ruang yang telah diberikan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Apakah Mungkin Menghidupkan Merdeka Belajar di Indonesia?
Pertanyaan tersebut sengaja dicantumkan pada sub judul untuk mencari jawaban yang lebih dalam soal merdeka belajar yang ideal.
Merdeka belajar merupakan suatu sistem yang ideal dan hendak dicapai. Kita harus bersyukur bahwa Indonesia telah memulainya saat ini. Perlahan-lahan mulai dihapuskan sistem penjurusan yang ada di SMA-SMA guna memberi kebebasan bagi para siswa untuk memilih secara bebas mata pelajaran yang diminatinya.
Saya berpikir bahwa jika merdeka belajar yang hendak diejawantahkan adalah merdeka belajar yang sesuai dengan kurikulum merdeka maka hal tersebut tidak begitu sulit. Tiga keunggulannya pasti akan dirasakan, fokus pada materi esensial, pengembangan karakter melalui projek penguatan profil pelajar pancasila, dan fleksibilitas bagi sekolah untuk merancang kurikulum operasionalnya sendiri.
Namun pembelajaran yang merdeka tidak dapat direduksi ke dalam tiga komponen kecil tersebut. Ada kerangka berpikir yang lebih luas menyoal merdeka belajar.
Bagaimana mengatasi persoalan keberadaan staf pengajar (para guru dan dosen) konsevatif yang begitu banyak tersebar di seluruh Indonesia. Mereka kelihatannya sulit untuk beradaptasi dengan iklim pembelajaran yang baru. Kecenderungan untuk bersikap otoriter dan represif sangat mengekang kebebasan para pelajar. Hal-hal semacam ini terlihat sepele, tetapi cukup membuat idealisme merdeka belajar terlihat masih jauh.
Walau demikian apresiasi sebesar-besarnya layak diberikan kepada Kemendikbudristek yang telah menginisiasi adanya kurikulum merdeka. Kurikulum merdeka harus terus disempurnakan seiring berjalannya waktu, karena kurikulum yang dibuat oleh pemerintah harus selalu merupakan usaha penyempurnaan kualitas pembelajaran --bukan sebaliknya, membingungkan dan menimbulkan berbagai macam kesulitan bagi pelajar maupun pengajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H