Mohon tunggu...
Maxal Mina
Maxal Mina Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Rindu pagi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Tak Hanya Sebatas Ahok dan Al Maidah 51

10 Oktober 2016   16:01 Diperbarui: 10 Oktober 2016   16:04 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 “Kita pun melihat betapa kemanusiaan sekarang seperti kehilangan kontrol atas kekuatan-kekuatan historik yang mempermainkannya tanpa mampu berbuat banyak untuk mengarahkannya. Sejarah pun menjadi semacam gergasi besar yang menhgantam kemanusiaan dari segala arah hingga ia babak belur dibuatnya. Timbullah kebingungan dan keputusasaan di mana-mana. Kalau tidak cukup intelijen untuk memilih lari ke suatu “relativisme saintifik”, akhirnya kelompok-kelompok manusia yang tak sabar dan tak punya stamina cukup ini memilih untuk mengikatkan diri ke dalam berbagai macam totaliterianisme, baik politik maupun keagamaan-entah itu fundamentalisme atau paguyuban-paguyuban mistikal yang menjanjikan kepastian-kepastian secara gampang.” (Haidar Bagir, Buku Saku Filsafat Islam).

 Pendeknya, filsafat seharusnya mampu menjawab persoalan modernitas dan memberikan pengaruh sebelum kelompok-kelompok manusia yang tak memiliki stamina yang cukup tadi, menjatuhkan pilihan terhadap berbagai totaliterianisme.

 Atau justru sebaliknya, pelaku-pelaku industri (politik, ekonomi) memanfaatkan fenomena modernisasi yang cenderung membentuk masyarakat pragmatis dan materialistis untuk mengambil keuntungan. Sehingga modernitas hanya memperkaya sebagian kecil pihak, sementara kelompok yang tak memiliki stamina tadi tetap pada kebingungan mereka. Di mana keadilan?

 Filsafat, lebih jauh lagi filsafat Islam harusnya mampu menjawab keniscayaan modenitas dalam konteks gejolak yang ada di tengah masyarakat. Pemahaman filosof muslim ribuan tahun lalu baik tentang teori esensi dan eksistensi hingga teori Wujud dalam Hikmah Muta’aliyah yang ditutup oleh Mulla Sadra, harusnya bisa menjelma dan menjawab tantangan modernitas.

 Di tahun 2000-an Tasawuf nyaris menjadi jawaban atas permasalahan modernitas yang tengah melanda saat itu. Di mana dunia digital belum bergerak terlalu masif. Bahkan, mesin pencari informasi di dunia maya (search engine) masih diduduki oleh Altavista sebelum akhirnya tergusur oleh raksasa dunia maya Google.

 Haidar Bagir dalam bukunya “Buku Saku Tasawuf Positif” menyertakan sejumlah data, salah satunya jejak pendapat yang diadakan oleh BBC pada 20 April 1998 menunjukkan bahwa kebanyakan masyarakat barat masih membutuhkan agama.

 Namun, apakah data itu masih relevan dengan fenomena digital yang saat ini sedang menjadi identitas masyarakat modern? Belum lagi, ditambah fenomena ISIS, Arab Spring, konflik Suriah yang mana memaksa kelompok-kelompok yang tak memiliki stamina tadi kemudian terjerumus ke dalam totaliterianisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun