Namun, Malaysia bukanlah negara dengan kompleksitas "tinggi" mengingat etnis yang tidak terlalu banyak variasinya, tidak seperti Indonesia, misalnya. Dari sisi ukuran negara, Malaysia juga termasuk "sedang", sebuah posisi yang menempatkannya dapat cukup lincah beradaptasi terhadap perubahan dan dinamika politik dan ekonomi internasional.
Inersia Malaysia juga tak terlalu lembam sehingga masih dapat lincah bermanuver terhadap perubahan-perubahan yang cepat. Sebuah hal yang terbukti diperlukan pada kondisi-kondisi genting seperti krisis ekonomi kawasan atau internasional. Sedikit mencatat sejarah bahwa Malaysia pada era Mahathir adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang enggan menerima resep IMF dalam upaya recovery ekonomi negerinya. Prinsip Mahathir terbukti benar, yang dibuktikan dari kecepatan Malaysia lepas dari krisis ekonomi kawasan pada tahun 1998.
Berangkat dari asumsi bahwa demokrasi adalah sebuah proses egaliter yang mengedepankan kesetaraan, Malaysia masih akan menghadapi gejolak politik untuk mencapai kedewasaan etika berpolitiknya. Meskipun demikian, aturan main sudah ditetapkan di awal, hal ini tampaknya tidak akan menimbulkan chaos karena telah adanya figur Sultan yang akan selalu siap menengahi kegaduhan politik, setiap saat ia telah mendekati tingkat yang dapat membahayakan keselamatan dan keutuhan negara Malaysia.
Selain institusi Sultan, institusi politik lain yang sudah disepakati adalah ajaran Islam yang telah diangkat sebagai agama negara telah memberikan pagar-pagar aturan yang jelas. Peristiwa dipilihnya Muhyiddin Yassin sebagai Perdana Menteri oleh Sultan, membuktikan telah efektifnya logika dasar Islam pada perpolitikan Malaysia. Dalam hal ini dipakai kaidah ushul fiqih dalam agama Islam "mengambil yang paling sedikit mudharatnya", yaitu ketika Yang Dipertuan Agong memilih Muhyiddin Yassin.
Malaysia telah membuktikan pentingnya pendefinisian kontrak sosial yang jelas dan terang di awal pembentukan negara. Mengingat demokrasi juga hanyalah sebuah ide, deviasi terhadap demokrasi dapat dinalar dan dibenarkan dari sisi prinsip pragmatisme politik, sepanjang negara mampu mensejahterakan rakyatnya. Kesimpulannya, Malaysia akan baik-baik saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H