Mohon tunggu...
Mawin Asif
Mawin Asif Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis apa yang terlintas, apa saja. Baik yang sepintas lewati nurani maupun membentuk lintasan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pernah Ada Cinta Antar Dua Desa

31 Maret 2023   21:18 Diperbarui: 31 Maret 2023   21:28 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kota Ponorogo terkenal dengan kesenian budaya dan tempat - tempat bersejarah, baik yang sudah banyak diketahui maupun terlupakan oleh warga Indonesia, khususnya masyarakat Ponorogo sendiri. Merawat sejarah budaya daerah harus dilakukan agar tetap eksis dari tiap generasi. Banyak cara agar sejarah budaya di seluruh Indonesia tetap utuh.


Pertama, mendirikan komunitas atau organisasi yang berfokus pada pemberdayaan sejarah budaya kita.
Kedua, menanam edukasi kepada anak terhadap pandangan tentang budaya, agar terlatih untuk ikut mempunyai rasa kepemilikan sejak dini.

Ketiga, membumikan sejarah budaya daerah kita melewati pertunjukkan dan media sosial. Dengan mengenalkan sejarah budaya dan pementasan kesenian asli daerah kita,  seluruh khalayak menjadi mengerti jika di daerah kita memiliki budaya khas. Selain itu, media informasi tentang budaya kita dapat menambah wawasan tiap masyarakat yang membaca.

Sekian banyak desa di Ponorogo yang mempunyai banyak sejarah. Dekat rumah saya ada desa bernama Golan yang terkenal dengan gethuknya yang lezat. Dibalik jajanan khasnya, desa Golan ternyata menyimpan sejarah tentang cinta dengan desa Mirah yang terletak disebelahnya. Kisah tentang dua desa itu saya dapat ketika SD dari ibu saya yang kebetulan berasal dari Sumoroto. 


Dulu ada dua orang bernama Ki Ageng Honggolono dan Ki Ageng Mirah. Sebelum lanjut ke cerita, perlu kita ketahui bahwa nama desa Mirah dan Golan berasal dari dua tokoh tersebut.

Desa Mirah


Ki Ageng Mirah yang juga berperan atas berdirinya Ponorogo. Beliau bersama Raden BatharaKatong dan patih Seloaji berjuang babat alas dalam membuka daerah yang sekarang bernama kabupaten Ponorogo. Beliau juga penyebar agama Islam di wilayah Wengker sebelum berganti nama Ponorogo. Penduduk daerah wengker sebelumnya tidak memeluk agama islam atau beragama menganut kultur kerajaan, sehingga butuh perjuangan untuk membawa masuk ajaran agama Islam. Berkat perjuangan beliau untuk Ponorogo, namanya diabadikan di salah satu desa wilayah kecamatan Sukorejo.

Desa Golan


Golan berasal dari kata Honggolono yang mempunyai makna cikal bakal pendiri desa Golan. Kala itu daerah Golan berada dibawah kekuasaan Kademangan Surukubeng. Ki Honggolono merupakan salah satu tokoh kepercayaan kademangan. Apabila kademangan memberikan tugas kepada Ki Honggolono, beliau siap dan segera menyelesaikannya dengan baik tanpa menunda - nunda atas apa yang ditugaskan. 

Sebelumnya desa Golan diberi nama desa Karang. Nama tersebut diambil dari ilmu karang (sihir) yang diajarkan oleh KiHonggolono. Diiringi perkembangan zaman, desa tersebut lebih dikenal dengan nama Golan karena kemasyhuran Ki Ageng Honggolono.

Satu Cinta Dalam Dua Desa


Ki Honggolono mempunyai putra kesayangan bernama Joko Lancur. Putranya sangat suka memelihara ayam dan hobi menarungkan ayamnya baik antar desa maupun luar desa. Suatu hari ayamnya terlepas saat hendak disabungkan. Berbeda dengan hari - hari biasanya, ayamnya sangat sulit untuk ditangkap. Bahkan Joko Lancur sempat kehilangan ayamnya. Setelah dicari - cari, terlihat ayamnya masuk pintu belakang sebuah rumah. Segera ia menuju rumah tersebut untuk membawa ayamnya kembali. 

Didalam rumah, ia sempat kagum dengan gadis cantik yang diakui warga desa sebagai bunga desa. Ayamnya juga terlihat nurutdipangkuan gadis anggun bernama Mirah Putri Ayu. Sempat mereka ngobrol - ngobrol dan bertukar pandangan hingga lupa, waktu sudah sore. Gadis tersebut takut kalo ayahnya Ki Ageng Mirah mengetahui Joko Lancur tanpa izin memasuki rumah. Setelah kejadian itu, Joko Lancur jatuh cinta pada perempuan pujaannya. Berhari - hari memikirkan tak kunjung usai, sampai sang ayah mengetahui kegelisahan Joko Lancur.

Setelah mendegar keinginan putra kesayangannya untuk meminang bunga desa. Tak lama kemudian, KiHonggolono mengirim utusannya menuju ke rumah Ki Ageng Mirah untuk menginformasikan lamaran putranya pada Mirah Putri Ayu. 

Kedatangan utusan dari KiHonggolono disambut dengan senang. Namun dalam benak Ki Ageng Mirah tidak merestui anaknya di nikahkan dengan Joko Lancur yang suka adu ayam, main judi dan mabuk. Karena menghormati KiHonggolono sebagai kakak sepupu, Ki Ageng Mirah menolak secara halus dengan memberikan syarat yang sulit jika ingin menikahi putrinya.
Persyaratan tersebut berisi pembangunan bendungan yang dapat mengairi desa Mirah dan pembuatan lumbung padi yang terisi penuh dengan tanpa orang yang mengantar. (Berjalan sendiri ke rumah Ki Ageng Mirah)

Setelah lama Ki Honggolono bekerja keras dengan pengikutnya, tiba hari pernikahan dilaksanakan. Lumbung padi telah diberi mantra oleh beliau, sehingga dapat berhasil berjalan sendiri. Bendungan juga sudah jadi sesuai apa yang disyaratkan. Disamping itu, Ki Ageng Mirah mengetahui kejanggalan dari isi lumbung padi yang disajikan oleh Ki Honggolono. Dengan membacakan kalimat "Hai konco-konco kabeh, titenonongisor, wigateknondhuwur". (Lihatlah bawah, dan tengoklah atas) Wujud asli dari isi lumbung padi tersebut (jerami dan kulit kedelai) menjadi terbongkar didepan rakyat dan tamu undangan yang datang.

KiHonggolono marah besar karena merasa dipermalukan didepan orang banyak. Akibat dari peristiwa yang terjadi, para pengikut Ki Ageng Mirah dan Ki Honggolono saling adu kesaktian. Sampai bendungan yang dibuat rusak, menyebabkan banjir bandang menghanyutkan banyak warga masing - masing desa. Melihat pertengkaran antar keluarga mereka. Joko Lancur dan Mirah Putri Ayu melarikan diri. Mereka berdua akhirnya memutuskan bunuh diri dengan harapan cinta mereka dapat abadi.

Setelah Kejadian diatas, Ki Honggolono didepan pengikutnya membuat sumpah serapah yang sampai saat ini masih dipercayai oleh warga sekitar desa Golan dan Mirah dan barangsiapa yang melanggar akan melihat akibatnya. Isinya sumpah tersebut kurang lebih,

1. Antara desa Golan dan Mirah tidak boleh melangsungkan pernikahan
2. Tidak diperbolehkan membawa segala sesuatu dari desa Mirah ke Golan atau sebaliknya.
3. Segala sesuatu dari kedua desa Golan dan Mirah tidak bisa disatukan.
4. Masyarakat Desa Golan tidak boleh membuat benda berbahan jerami
5. Masyarakat Desa Mirah tidak boleh menanam atau membuat sesuatu dari bahan kedelai.

Ibu saya juga sempat memberikan contoh nyata dari kehidupan masyarakat setelahnya yang tak percaya atau tak sengaja melanggar sumpah serapah tersebut. Seperti ketika acara berlangsung antar warga desa Golan dan Mirah, air yang dimasak selama berjam - jam tidak kunjung matang. Contoh lain, pernikahan yang dilangsungkan antar warga dua desa tersebut ada yang berjalan tidak harmonis. Uniknya lagi ada sungai terletak didekat kedua desa yang airnya tidak bisa bersatu. Dan masih banyak contoh lain yang menandakan ketidakcocokan antara desa tersebut.

Sejarah budaya yang dimiliki kampung halaman kita, perlu untuk terus kita bawa bersama dengan perkembangan yang pesat. Sejarah kebudayaan yang mengandung unsur pro - kontra mengenai kebenarannya perlu disikapi dengan bijaksana. Tidak semena - mena langsung dibuang seluruhnya dengan alasan sudah bukan zamannya.

Seyogianya kita bisa tetap melestarikan budaya daerah dan memperbaiki sejarah budaya dalam segi penerimaan dari warga desa. Semisal dari sejarah desa Golan dan Mirah memiliki budaya hidup negatif yang diterapkan karena masih mengikuti sejarah sumpah serapah KiHonggolono. Maka kita harus bisa mengintegrasikan antar sejarah yang masih dipegang teguh dan peradaban yang terus berkembang. Dengan demikian masyarakat golah dan mirah tetap bisa hidup rukun, aman  dan tentram.


Masih banyak lagi desa yang memiliki sejarah, umumnya di Indonesia dan khususnya di Ponorogo. Tidak ada salahnya kamu meminta temanmu untuk bercerita tentang sejarah didaerahnya. Tapi jangan lupa sediakan kopi agar cerita yang disampaikan semakin panjang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun