Ki Honggolono mempunyai putra kesayangan bernama Joko Lancur. Putranya sangat suka memelihara ayam dan hobi menarungkan ayamnya baik antar desa maupun luar desa. Suatu hari ayamnya terlepas saat hendak disabungkan. Berbeda dengan hari - hari biasanya, ayamnya sangat sulit untuk ditangkap. Bahkan Joko Lancur sempat kehilangan ayamnya. Setelah dicari - cari, terlihat ayamnya masuk pintu belakang sebuah rumah. Segera ia menuju rumah tersebut untuk membawa ayamnya kembali.Â
Didalam rumah, ia sempat kagum dengan gadis cantik yang diakui warga desa sebagai bunga desa. Ayamnya juga terlihat nurutdipangkuan gadis anggun bernama Mirah Putri Ayu. Sempat mereka ngobrol - ngobrol dan bertukar pandangan hingga lupa, waktu sudah sore. Gadis tersebut takut kalo ayahnya Ki Ageng Mirah mengetahui Joko Lancur tanpa izin memasuki rumah. Setelah kejadian itu, Joko Lancur jatuh cinta pada perempuan pujaannya. Berhari - hari memikirkan tak kunjung usai, sampai sang ayah mengetahui kegelisahan Joko Lancur.
Setelah mendegar keinginan putra kesayangannya untuk meminang bunga desa. Tak lama kemudian, KiHonggolono mengirim utusannya menuju ke rumah Ki Ageng Mirah untuk menginformasikan lamaran putranya pada Mirah Putri Ayu.Â
Kedatangan utusan dari KiHonggolono disambut dengan senang. Namun dalam benak Ki Ageng Mirah tidak merestui anaknya di nikahkan dengan Joko Lancur yang suka adu ayam, main judi dan mabuk. Karena menghormati KiHonggolono sebagai kakak sepupu, Ki Ageng Mirah menolak secara halus dengan memberikan syarat yang sulit jika ingin menikahi putrinya.
Persyaratan tersebut berisi pembangunan bendungan yang dapat mengairi desa Mirah dan pembuatan lumbung padi yang terisi penuh dengan tanpa orang yang mengantar. (Berjalan sendiri ke rumah Ki Ageng Mirah)
Setelah lama Ki Honggolono bekerja keras dengan pengikutnya, tiba hari pernikahan dilaksanakan. Lumbung padi telah diberi mantra oleh beliau, sehingga dapat berhasil berjalan sendiri. Bendungan juga sudah jadi sesuai apa yang disyaratkan. Disamping itu, Ki Ageng Mirah mengetahui kejanggalan dari isi lumbung padi yang disajikan oleh Ki Honggolono. Dengan membacakan kalimat "Hai konco-konco kabeh, titenonongisor, wigateknondhuwur". (Lihatlah bawah, dan tengoklah atas) Wujud asli dari isi lumbung padi tersebut (jerami dan kulit kedelai) menjadi terbongkar didepan rakyat dan tamu undangan yang datang.
KiHonggolono marah besar karena merasa dipermalukan didepan orang banyak. Akibat dari peristiwa yang terjadi, para pengikut Ki Ageng Mirah dan Ki Honggolono saling adu kesaktian. Sampai bendungan yang dibuat rusak, menyebabkan banjir bandang menghanyutkan banyak warga masing - masing desa. Melihat pertengkaran antar keluarga mereka. Joko Lancur dan Mirah Putri Ayu melarikan diri. Mereka berdua akhirnya memutuskan bunuh diri dengan harapan cinta mereka dapat abadi.
Setelah Kejadian diatas, Ki Honggolono didepan pengikutnya membuat sumpah serapah yang sampai saat ini masih dipercayai oleh warga sekitar desa Golan dan Mirah dan barangsiapa yang melanggar akan melihat akibatnya. Isinya sumpah tersebut kurang lebih,
1. Antara desa Golan dan Mirah tidak boleh melangsungkan pernikahan
2. Tidak diperbolehkan membawa segala sesuatu dari desa Mirah ke Golan atau sebaliknya.
3. Segala sesuatu dari kedua desa Golan dan Mirah tidak bisa disatukan.
4. Masyarakat Desa Golan tidak boleh membuat benda berbahan jerami
5. Masyarakat Desa Mirah tidak boleh menanam atau membuat sesuatu dari bahan kedelai.
Ibu saya juga sempat memberikan contoh nyata dari kehidupan masyarakat setelahnya yang tak percaya atau tak sengaja melanggar sumpah serapah tersebut. Seperti ketika acara berlangsung antar warga desa Golan dan Mirah, air yang dimasak selama berjam - jam tidak kunjung matang. Contoh lain, pernikahan yang dilangsungkan antar warga dua desa tersebut ada yang berjalan tidak harmonis. Uniknya lagi ada sungai terletak didekat kedua desa yang airnya tidak bisa bersatu. Dan masih banyak contoh lain yang menandakan ketidakcocokan antara desa tersebut.
Sejarah budaya yang dimiliki kampung halaman kita, perlu untuk terus kita bawa bersama dengan perkembangan yang pesat. Sejarah kebudayaan yang mengandung unsur pro - kontra mengenai kebenarannya perlu disikapi dengan bijaksana. Tidak semena - mena langsung dibuang seluruhnya dengan alasan sudah bukan zamannya.
Seyogianya kita bisa tetap melestarikan budaya daerah dan memperbaiki sejarah budaya dalam segi penerimaan dari warga desa. Semisal dari sejarah desa Golan dan Mirah memiliki budaya hidup negatif yang diterapkan karena masih mengikuti sejarah sumpah serapah KiHonggolono. Maka kita harus bisa mengintegrasikan antar sejarah yang masih dipegang teguh dan peradaban yang terus berkembang. Dengan demikian masyarakat golah dan mirah tetap bisa hidup rukun, aman  dan tentram.