Dilansir dari laman resmi portal Provinsi Banten, -bantendev.id-
Banten menjadi pusat perdagangan rempah-rempah yang berperan penting di Asia Tenggara. Sehingga Banten menjadi daerah yang memiliki kejayaan rempah pada masanya, tepatnya pada masa Kesultanan Banten, abad ke 15-18, saat Kesultanan Maulana Hasanudin, hingga puncak kejayaan di masa Sultan Ageng Tirtayasa.  Dari masa kejayaan inilah Banten  meninggalkan jejaknya, dan  salah satu peninggalan  kejayaan rempah masa Kesultanan adalah dengan adanya kuliner berani rempah yaitu "rabeg".
Rabeg adalah masakan berbahan daging dan jeron, diolah dengan aneka rempah, menghasilkan kuah berwarna coklat, merupakan kuliner warisan Kesultanan Banten yang sangat populer khususnya Serang dan sekitarnya hingga kini.
Rabeg, Kuliner Berani Rempah Cita Rasa Timur Tengah
Sejarah asal usul rabeg, sangat kental dengan jejak Kesultanan Banten pada masa Sultan Maulana Hasanudin(1552-1670).
Konon Sultan Maulana Hasanudin saat itu pergi berhaji, dan beliau singgah di sebuah kota bernama Rabigh yaitu  salah satu kota di Makkah yang terletak di tepi Laut Merah. Di kota Rabigh tersebut, Sultan Maulana Hasanudin dijamu dengan hidangan mewah oleh pembesar. Hidangan dengan olahan daging  ini ternyata, terasa nikmat di lidah sang Sultan Banten.
Saat kembali ke Banten sang Sultan menceritakan pengalamannya dan meminta juru masak untuk membuatkan hidangan serupa. Dengan berbekal cerita dari Sultan, juru masak pun mencoba memasak dengan menggunakan bumbu rempah, yang banyak tersedia di Banten. Ternyata hasil olahan juru masak, menuai sukses, sang Sultan sangat suka dan diberi lah nama  masakan berani rempah tersebut dengan nama rabig, sesuai nama kota yang pernah disinggahi  Sultan.
Sejak saat itu, rabig menjadi makanan wajib dan favorit keluarga Sultan hingga menyebar ke seluruh tanah Banten.
Seiring berjalannya waktu, penyebutan kata "rabig" bergeser menjadi rabeg, hingga saat ini.
Rabeg Menjadi Masakan khas Pesta dharHari Besar