"Ahaaa ...! Kami punya ide, Pak Kersen. Semoga ide kami akan menarik perhatian  anak-anak dan mengembalikan harapanmu." ucap pipit antusias.
Pada hari Minggu, di mana anak-anak sedang liburan, pipit, merpati dan gereja bermain-main di atas dahan, satu sama lain telah sepakat akan bernyanyi seindah mungkin untuk menarik perhatian anak-anak.  Setelah lama menunggu, terdengar suara riuh anak-anak berlarian melewati mereka. Burung merpati, pipit dan gereja yang sudah siap sejak tadi, dengan sigap  bernyanyi-nyanyi mengeluarkan suara merdunya untuk menarik perhatian anak-anak.
Cwit ... cwit ..cwit!
Mbek Nur ... mbekur ...!
Chirp ... chirp, chirp ...!
Usaha para burung pun membuahkan  hasil.
"Hei, Teman-Teman. Lihat ada banyak burung." teriak seorang anak.
Rombongan anak laki-laki itu pun berbalik mendekat ke pohon kersen, mengambil batu dan melempari pohon untuk mengenai burung. Sementara Pak Tua Kersen menggoyangkan dahan-dahannya dengan binar gembira. Buah kecil merah berjatuhan agar perhatian anak beralih padanya. Namun anak-anak hanya fokus pada burung pipit dan kawan-kawannya yang terus terbang menghindari. Merasa diri mulai terancam, pipit, merpati dan gereja beserta kawanannya terbang menjauh dari pohon kersen. Sambil terbang, pipit berteriak, "Kami harus menghindar jauh dulu Pak Kersen, semoga sukses!"
"Sudah-sudah. Jangan lempari burung-burung itu! Kasihan, mereka juga pengen terbang bebas!" seru seorang anak bertopi, kepada kawan-kawannya. Matanya memperhatikan buah-buah merah berserakan. Buah merah kecil yang banyak dijatuhkan itu diambilnya beberapa buah, dan dimakan. Sementara Pak Kersen, masih terus menggoyangkan tubuhnya dan menjatuhkan buahnya lagi.
"Manis," pikirnya anak bertopi tersebut.
Dipungutnya lagi buah-buah kersen tersebut, dan dikumpulkan dalam plastik.
"Anto, kamu mau ikut main game bareng kita enggak? Ayo!" teriak salah satu temannya, yang tadi melempari burung
"Sebentaaar ...!" Anak itu bergerak cepat mengambil buah kersen sebanyak yang ia bisa. Lantas segera berdiri dan berlari mengejar kawan-kawan yang sudah mulai menjauh.
Senyum yang semula menghias di wajah Pak Kersen, seketika lenyap. Wajahnya kembali bersedih pilu.
Esok hari menjelang siang, seorang anak dengan kaos terlihat kumal dan membawa karung di punggungnya mendekat ke bawah pohon kersen. Dia mendongak ke atas.