Mohon tunggu...
Arofiah Afifi
Arofiah Afifi Mohon Tunggu... Guru - Guru Paud.

Hobi membaca, menulis blog. Penulis artikel, sedang mendalami fiksi dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta yang Direnggut

8 September 2024   05:51 Diperbarui: 8 September 2024   14:51 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar dokumen pribadi

"Abiiii ...!" Ketiga orang berseragam hitam tak membiarkan kami menyentuh Abi sedikit pun. Mereka menggelandang Abi ke dalam mobil, tanpa kata, tanpa pesan dan tanpa aba-aba.

"Zahraaa ... segera pulang Zahra, jaga adik-adikmu!" Suara teriakan pilu Abi lenyap ditelan deru mobil misterius yang membawanya pergi.

Aku terdiam mengigil, ada rasa takut,  sakit hati yang begitu dalam, kecewa dan kebencian  kuat penghantam di hati yang entah kutunjukkan kepada siapa. Air mataku semakin deras berkejaran di kedua pipi.

"Teteh,  Abiiiii ...! Abiiii ...!" Aisy dan Ali menangis histeris dan mengembalikan kesadaranku. Dengan cepat aku mencabut kunci motor yang masih tergantung dan menitipkan motor pada kerabat terdekat. Kugandeng tangan kedua adikku, berlari tertatih secepat yang kami bisa menuju TK di mana Umi mengajar.

Tiba di pintu gerbang TK, aku berteriak, "Umiiii ... Abi,  Umiii ...! Suaraku tercekat.

Sementara kedua adikku semakin histeris. Melihat kondisi kami bertiga, Umi pun ikut menangis pilu. Mungkin ia telah merasakan firasat buruk.

"Um ... Umi, Abi dibawa, sama tiga orang preman, bawa ... bawa pistol." Patah-patah aku ceritakan peristiwa na'as pagi ini.

"Zahra, jaga adik-adikmu. Tetap di sini sampai Umi, kembali. Tanpa banyak bicara lagi. Umi pergi, entah pulang ke rumah atau ke mana aku tidak paham. Yang pasti, rasa takut, cemas dan sakit hati masih kuat bersarang di dada ini. Masih dengan deraian air mata, kupeluk kedua adikku. Kuberi mereka minum agar lebih tenang. Kami tak lagi  berbicara apapun, hanya sedu sedan yang kami rasakan.

Tepat setelah salat zuhur, aku membawa kedua adik pulang. Karena lokasi rumah juga tak jauh. Pemandangan mengerikan kami lihat. Halaman rumah begitu semrawut, buku-buku milik Abi rusak berserakan di tanah, bubuk-bubuk putih yang kutahu tepung  bertebaran. Lebih dari dua belas orang berseragam hitam bersenjata,  memenuhi halaman. Bebrapa orang mengobrak-abrik isi rumah.

"Umiiii...!" Kami berteriak histeris. Namun tangan ringkih milik  Abah dan Nini, menahan kami yang hendak berlari menemui Umi.

"Zahra, kalian di rumah Ni sama Abah aja ya. Umi lagi ada tamu." Nini berucap sambil berurai air mata. Terpaksa kami ikut Nini ke sebelah. Namun Ali berlari dan histeris menuju Umi, berteriak dan marah. Kondisinya yang sedang tantrum tidak bisa ditenangkan, mungkin Ali merasa sangat terganggu dengan kehadiran para tamu tak diundang itu. Setelah suasana kondusif, kami berkumpul di ruang tengah, tempat biasa kami berkumpul bercengkerama bersama Abi. Rumah menjadi sangat berantakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun