Mohon tunggu...
Arofiah Afifi
Arofiah Afifi Mohon Tunggu... Guru - Guru Paud.

Hobi membaca, menulis blog. Penulis artikel, sedang mendalami fiksi dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tersenyum dalam Luka, Perempuan

17 Mei 2024   10:59 Diperbarui: 17 Mei 2024   11:51 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sudah Mbak."
"Apa jawabnya," tanyaku lagi penasaran.

"Bersabar. Ustazah dan keluargaku, mereka menyarankan agar aku bersabar. Sebelas tahun. Apakah aku kurang bersabar?"

Hemm.... Aku terdiam, menarik nafas dan mencoba mencari kata yang tepat. Aku khawatir memberikan pandangan yang keliru.

"Bagaimana komunikasimu dengan suami?" Kucoba mencari informasi agar pendapatku tidak malah menyudutkannya.

"Sudah kubangun komunikasi, sudah aku ajak konsultasi pada ahli, dan aku ajak memperbaiki hubungan kami yang semakin tidak jelas. Namun suamiku tidak pernah sungguh-sungguh dalam ikhtiarnya. Aku lelah Mbak. Aku bingung. Aku sudah meminta pisah jika dia tidak mau berubah, tapi dia tidak mau menanggapi. Lantas, dia anggap aku ini apa?" ucapnya penuh ratapan emosi.

"Seroja. Pertama, yang bisa aku sampaikan, sama seperti yang lain. Bersabar! Aku tahu kamu sudah bersabar dengan kuat bertahan sejauh ini. Karena sabar itu tiada berbatas. Teruslah bersabar dan terus berdoa. Perbanyak curhat kepada Allah. Menangislah, jika merasa tidak kuat dengan hidup ini sampaikan, adukan semua pada Allah. Jika kamu ingin berpisah. Istikharohlah. Cerai itu perkara yang dibenci Allah namun dibolehkan. Menjadi solusi terakhir problematika rumah tangga. Namun, satu yang aku tekankan. Jangan ambil tindakan sendiri. Jika memang harus berpisah, berpisahlah atas kehendak dan petunjuk-Nya."

"Aku sudah mantap, Mbak. Hati ini sudah yakin. Tapi usahaku untuk berpisah selalu gagal" potong Seroja.

"Itu artinya Allah belum rida. Tunggu sampai Allah memberikan keputusan itu."

"Tapi! Dua minggu lagi suami akan membawaku kembali ke Kalimantan. Aku khawatir, bagaimana jika Allah memberi keputusan, saat aku di sana? Jauh dari keluarga. Situasi akan semakin berat," ucap Seroja sambil ia hapus air matanya yang masih menetes.


"Tidak akan. Jika Allah memberikan keputusan, maka Allah juga yang akan memberi jalan ke luar yang baik. Allah tidak akan mengujimu di luar batas kemampuan. Tetap berprasangka baik pada-Nya. Ingat bahwa Allah sedang menyayangimu." Kujeda ucapanku.    
"Seroja. Lebih fokuslah pada diri dan anak-anakmu, mereka membutuhkanmu. Serahkan suamimu pada Allah. Semoga Allah membalikkan hatinya.  Janji Allah itu pasti. Setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Setiap rasa sakit, akan menggugurkan  dosa dan berbuah pahala. Allah Maha tahu kamu bisa. Bismillah, Seroja pasti bisa." Aku mengusap punggung tangannya. Tidak banyak yang bisa aku lakukan untuk membantunya.


"Iya Mbak. Astagfirullah. Bismillah. Ayo, Mbak. Kita cari Makan." Seberkas senyum terukir di wajahnya. Mengakhiri diskusi kami. Wajah yang begitu pandai menyembunyikan semua dukanya, pada palung hati terdalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun