Mohon tunggu...
Arofiah Afifi
Arofiah Afifi Mohon Tunggu... Guru - Guru Paud.

Hobi membaca, menulis blog. Penulis artikel, sedang mendalami fiksi dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Indahnya Masa Kecil, Bekal Hidup di Masa Depan

18 September 2022   07:31 Diperbarui: 18 September 2022   07:36 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi gambar:VOA.islam .co.id

Banyak orang berpendapat bahwa masa kecil adalah masa yang paling indah. Tidak terkecuali dengan saya.  Masa kecil saya begitu indah, bermain bebas dengan teman-teman, semua jenis permainan tradisional kami mainkan, bahkan terkadang hingga malam. Berlarian, main di sawah belakang rumah, berenang di sungai, ( sekarang sungainya sudah dikomersialkan jadi tempat wisata ), main petak umpet, nonton Kakak main layangan dan masih banyak lagi.

Beda dengan anak jaman sekarang, anak generasi Milenial, yang kerap akrab dengan permainan game online, jaman saya juga ada game Online PS kelahiran pertama kali ya hehe.. Anak jaman sekarang sebutannya lucu, anak generasi strawberry, sedikit-sedikit butuh healing ,  dan terkenal demam Nomo phobia atau Not mobile phone phobia alias tidak bisa hidup tanpa gadget. Aih jadi ngomongin generasi anakku. 

Ok Kembali kepada tema.

Saking indahnya masa kecil saya, tak ingin rasanya memori itu lekang dalam ingatan, makanya saya ikat melalui tulisan.

Berbicara tentang masa kecil mengingatkan saya kepada tokoh lelaki paling tampan yang menjadi Cinta Pertama saya, cieee ciee... 

Siapa gerangan ? Dialah Abah.  

Kisah Bersama Abah 

Kenangan indah saya bersama Abah banyaak sekali. Sejak saya kecil balita sampai saya kelas 6 SD ( masih kecil juga sih ). Abah masih selalu setia menyisir dan mengepang rambut saya, menyetrika baju dan seragam saya,  memasangkan kaos kaki, sepatu dan merapihkan tali, meraut pensil dan menyiapkan semua kebutuhan sekolah sampai akhirnya saya dituntun  untuk mengerjakan segala sesuatunya sendiri dengan diberi contoh tentunya.

Tiap kali tidur, Abah sigap dengan memasangkan selimut,  obat nyamuk, mematikan lampu, kalo kami ketiduran depan Tv, Abah menggendong kami pindah ke kamar. Abah juga seorang koki handal, dari masakan sederhana bisa disulap jadi makanan sepesial. Seorang pendongeng yang baik, menjelang tidur dengan kisah para nabi, sahabat, bahkan kisah si Malin kundang.  Abah bisa menjadi dokter terbaik, untuk pertolongan pertama pada anaknya. Terampil menjahit baju sederhana, penulis tangan yang indah dan bebrapa keterampilan lain.  Namun Abah orangnya tidak banyak mengeluh dan lebih pendiam daripada mamah he. Sepertinya saya dan adik mendapatkan 100% limpahan kasih sayang saat itu.  

Meskipun pada akhirnya Abah pergi untuk selamanya.

Mungkin karna kenangan Abahlah, saya kadang mencari sosok nya dalam pribadi suami he. Mirip,  suami saya pandai memasak, banyak ngerti tentang herbal, tahu ilmu tanaman, Abah dan suami punya kesamaan, yaitu memiliki banyak keterampilan. 

Dari keteladanan Abah di masa saya kecil, saya menemukan banyak sekali pembealjaran, arti tentang kasih sayang, kesabaran, ketabahan, kelembutan, perlindungan dan rasa syukur.

Tentu saja pembelajaran itu saya pahami setelah saya dewasa dan menjadi bekal saya hidup di masa kini. 

Kisah Bersama Mamah 

Sementara itu masa kecil saya dengan mamah. Sepeninggal Abah, kami belajar hidup untuk lebih mandiri dan dewasa. Saya belajar menyelesaikan semua tugas dan tanggungjawab saya di Rumah membantu mama dan menjadi seorang Kaka dari satu adik perempuan yang manja. Tapi setelah gede, malah adik saya jauh lebih bisa bersikap dewasa ketimbang saya. Mamah adalah tokoh ibu yang tegar, kuat, mandiri. Jarang sekali dalam hidupnya mamah merepotkan orang, kecuali para tetangga yang sering ke rumah, iseng nyuci piring dan baju serta mengasuh kami.

Oiya ada kisah manis penuh pembeljaran,  yang masih saya simpan dalam ingatan. Kisah kami bersama mamah di mana kecil.

Dulu semasa kecil sebagaimana karakter anak usia dini adalah memahami sesuatu hal yang kongkrit apa yang terlihat, tidak memahami sesuatu yang abstrak. 

Pada suatu hari ( Abah masih hidup )  saya meminta uang kepada Mama,  " mama minta uang buat jajan" 

Mamah menjawab "Mama nggak punya uang udah nggak usah jajan sana main , main aja, kalo mau jajan pulang" . Demikian jawab mamah. 

Saya pun kembali bermain dengan hati yang lesu. Tidak berapa lama rupanya mama pergi ke warung untuk membeli kebutuhan dapur, tentu saja untuk kebutuhan perut  anak-anak nya. 

Melihat itu saya yang polos ini berpikir, nah itu mamah punya uang, ih mamah bohong. 

( Duh nih anak ngelunjak nuduh orang tua bohong ) yaa namanya juga anak kecil mohon maklum .

Saat itu sebagai seorang anak saya tidak faham arti, ucapan tidak punya uang, bagi saya ketika mamah bilang tidak punya uang ya  berarti ga punya uang sepeserpun 

Barulah ketika dewasa saya memahaminya dengan benar. Sehingga akhirnya kami ( anak-anak mamah ) menerapkan komunikasi yang jelas kepada anak-anak.

Ketika si Kakak atau si teteh dan Aa, berlari kepada kami, orang-orang tua dan mereka meminta sesuatu

 " Ummi,  ammah. teteh minta uang teteh mau jajan beli es krim beli coklat" maka jawaban Kami adalah 

" Teteh, aa,  ummi hari ini belum punya uang , untuk teteh dan Aa jajan sabar ya. Umi ada uang tapi uang ini untuk kebutuhan kita semua makan,  pampers Dede,  bekal teteh  besok sekolah.  

Dengan komunikasi yang jelas diharapkan anak memahami dan mengerti. 

*** 

Kisah di atas hanya sekelumit contoh dari 1001 pazel pengalaman masa kecil yang indah untuk saya ambil hikmah. 

Sebagai orang tua kita memahami bahwa apapun pengalaman hidup di masa kecil baik negatif maupun positif maka akan membekas pada memori kita mengendap di alam bawah sadar dan berpengaruh untuk jangka panjang. 

Keluarga adalah ujung tombak membentuk karakter anak yang kuat. Sehingga sebagai orang tua yang dulu pernah menjadi anak, harus terus berusaha memperbaiki kualitas diri.  Agar pantas menjadi seorang pendidik yang baik,  bagi mahluk kecil mungil nan lucu yaitu mereka anak kecil kita.

Saya bersyukur bahwa masa golden age saya bertumbuh dengan asuhan yang baik. Sehingga memberi pengaruh yang baik pula.

Mengutip sebuah pesan puisi populer yang ditulis oleh Dorothy Law Nolte, Ph.D, seorang  penulis, pendidikan yang ahli bidang konseling keluarga. puisi tersebut sedikit saya kutip dengan judul : 

Anak-anak Belajar dari Kehidupannya.

Jika anak hidup dengan dorongan, mereka belajar percaya diri

Jika anak-anak hidup dengan toleransi, mereka belajar kesabaran

Jika anak hidup dengan pujian, mereka belajar apresiasi

Jika anak-anak hidup dengan penerimaan, mereka belajar untuk mencintai

Jika anak hidup dengan persetujuan, mereka belajar untuk menyukai diri mereka sendiri

Jika anak-anak hidup dengan pengakuan, mereka belajar itu baik untuk memiliki tujuan

Jika anak hidup dengan berbagi, mereka belajar kemurahan hati

Jika anak hidup dengan kejujuran, mereka belajar kejujuran

Puisi ini sangat memberi inspirasi bagi ayah bunda  masa kini dan saya sendiri, ditambah bekal pengalaman dan pendidikan saya di masa kecil bersama keluarga yang indah, sejahtera dan harmonis. 

Semoga  tulisan ini bermanfaat salam Literasi

Arofiah Afifi  di pojok kamar 

Serang 18 September 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun