Mohon tunggu...
Mawardi Nurullah
Mawardi Nurullah Mohon Tunggu... Dosen - Salam Literasi

Subscribe My Youtube Channel : https://www.youtube.com/channel/UC7Mmattkllu9TYj-mwSZYkw

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Benarkah Kompetensi Menghafal Tidak lagi Dibutuhkan oleh Guru dan Dosen?

22 Maret 2022   07:52 Diperbarui: 24 Maret 2022   18:52 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim kembali mengingatkan bahwa kompetensi menghafal tidak diperlukan di masa depan. Hal itu ia ungkapkan saat memberikan sambutan dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) di Jakarta, Jumat (13/11).

"Menurut saya tantangan masa depan dengan kompleksitas yang tinggi membutuhkan beberapa core kompetensi. Tidak ada kompetensi menghafal," kata Nadiem. 

Benarkah demikian? Mari kita uji pernyataan beliau dari teori dan kaida-kaidah keilmuan yang akan coba saya paparkan di dalam artikel ini.

Menurut hemat dan pengetahuan akademika saya yang sudah 12 tahun sebagai tenaga pengajar maupun pendidik bahwa metode menghafal masih sangat relevan diterapkan di dalam dan di setiap model pembelajaran, baik dalam aspek pedagogi, andragogi maupun heutagogi.

Menurut Bruce Joyce (2009) menghafal dan mengingat merupakan aktivitas aktif yang cukup menantang, hampir rata-rata dari semua peserta didik yang saya ampu mengalami kesulitan dalam menangkap materi yang diberikan lantaran kurangnya daya nalar dan ingat dalam menguasai materi yang diajarkan.

Dalam memahami sesuatu, saraf motorik tentu harus mampu mengingat sesuatu atau hal tersebut sebelum mereka akan menalarkan atau memahami dan menjelaskan ilmu yang telah diberikan. Adapun studi kasus dan contoh adalah bagian dari kognitif penalaran maupun pemahaman dari fenomena yang menjadi kajian dari pembelajaran tersebut.

Pemahaman terhadap sesuatu hal yang diberikan oleh guru maupun dosen, menuntut kemampuan peserta didik dalam berpikir diantaranya adalah kemampuan menjelaskan, mengumpulkan bukti, memberikan contoh, menggeneralisasi, mengaplikasikan konsep, membuat analogi, dan kemampuan reasoning (penalaran), serta menyajikan ide serta solusi dalam situasi yang baru tersebut.

Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013), penalaran dalam pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif.

Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukkannya menjadi penggalan memori.

Oleh karena itu, tenaga pengajar maupun pendidik harus mampu mengelola pembelajaran agar peserta didik memiliki kemampuan menalar, mengingat, dan menghafal materi yang telah diajarkan.

Berdasarkan empirisme yang dilakukan oleh penulis masih terdapat beberapa guru maupun dosen penyampaian materi yang dilakukan masih menggunakan metode konvensional.

Penggunaan metode ceramah yang dilakukan oleh tenaga pendidik mengakibatkan terjadinya komunikasi satu arah yang didominasi oleh pendidik tersebut (teacher center) sehingga pemahaman dalam daya nalar peserta didik akan mempengaruhi hasil belajar. 

Harapannya penerapan kurikulum 2013 ini menekankan pada pendekatan scientific yang melibatkan keaktifan peserta didik pada proses berlangsungnya kegiatan belajar mengajar sehingga sangat disayangkan jika di lapangan masih sering ditemukan penyampaian materi masih dilakukan secara konvensional yang pada hakikatnya mengurangi keoptimalan dari perbaikan kurikulum secara terus menerus. 

Menurut Trianto (2010) dominannya proses pembelajaran konvensional yang dilakukan oleh guru mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa.

Proses pembelajaran konvensional yang dilakukan oleh tenaga pengajar maupun pendidik berdampak pada hasil belajar peserta didiknya.

Terbukti, hasil belajar peserta didik pada materi kesetimbangan belum memuaskan, dilihat dari banyaknya peserta didik yang melakukan remedial ataupun mengulang beberapa mata kuliah yang didapat. 

Oleh karenanya berdasarkan fenomena di atas, terlihat bahwa perlunya suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar dan kompetensi peserta didik guna mencapai hasil belajar yang diinginkan.

Hipotesis penulis bahwasannya penggunaan model memori ini atau penerapan metode hafalan tersebut dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. 

Sebab menurut Bruce Joyce (2009), model pembelajaran memori merupakan model pembelajaran yang menggunakan memori untuk meningkatkan kemampuan daya ingat.

Pembelajaran memori berhubungan dengan cara kerja otak. Otak mempunyai kelengkapan untuk memperlancar perpindahan aktivitas berpikir dari cerebral cortex (wilayah sadar) ke basal ganglia (wilayah tak sadar).

Dengan adanya kemampuan hafalan untuk mengingat pada peserta didik, itu artinya manusia mampu untuk menyimpan dan mengeluarkan kembali dari sesuatu yang pernah dialaminya atau diterimanya dalam konteks ini adalah materi yang diajarkan dan didapat di dalam kegiatan belajar mengajar. Hasil belajar yang didapat peserta didik merupakan perubahan dalam proses pembelajaran baik itu perilaku, sifat, kemampuan dan pengetahuan peserta didik tersebut.

Dewasa ini telah terjadi perubahan kurikulum dan pergeseran dalam metode mengajar, dulu kita sering diajarkan menggunakan metode menghafal, yang menurut saya dampaknya sangat luar biasa sampai sekarang dari menghafal peta, nama-nama negara di dunia, hafalan pasal dan UUD 1945, hitung-hitungan perkalian, pecahan dan sebagainya itu. 

Ternyata metode menghafal ini memberikan pengaruh yang sangat besar, baik dalam hal berpikir maupun dalam memahami secara tekstual dan kontekstual. Terbukti metode hafalan yang diberikan oleh guru maupun dosen kami masih melekat pekat hingga sekarang. 

Kemampuan semacam ini akan meningkatkan critical thinking dalam pembelajaran, efisiensi waktu serta dapat memperoleh informasi yang lebih luas. Ingat kemampuan seseorang dalam menyimpan informasi dan data yang baik dapat mengarahkan mereka ke arah dan tujuan hidupnya di masa depan nanti. 

Pembelajaran yang menitikberatkan pada daya ingat (memory type of learning) ini dapat ditemukan pada metode menghafal.

Sejenak mari kita merawat ingatan kita kembali apakah metode menghafal yang diterapkan oleh para guru-guru kita masih relevan hingga sekarang, sehingga masih layakkah kita kembali menggunakan metode menghafal dalam pembelajaran.

Menurut Ballard, Briged dan Clanchy, John metode hafalan bertujuan untuk pembenaran atau menyebutkan kembali materi dan untuk memperkuat ingatan kita.

Lantas bagaimana mungkin kita dapat mengejawantahkan sesuatu bila daya ingat kita rendah terhadap materi yang diberikan, bila tidak hafal lalu bagaimana seseorang tersebut bisa memahami sesuatu hal itu dengan baik dan benar.

The Liang Gie dalam bukunya Cara belajar Yang Efisien (1988), menyebutkan bahwa metode menghafal dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

  1. Menghafal dengan melalui pandangan mata saja
  2. Menghafal terutama dengan melalui pendengaran
  3. Menghafal dengan melalui gerak gerik tangan.

Menurut Maria Elita (2018) kelebihan metode menghafal adalah dapat menumbuhkan literasi minat baca siswa, informasi dan pengetahuan yang diperoleh peserta didik tidak akan mudah hilang karena sudah dihafalnya.

Pun peserta didik mempunyai peluang untuk mengembangkan dalam komunikasi publik, mempunyai mental dan rasa percaya diri yang tinggi serta metode menghafal ialah metode yang paling sederhana dan mudah dalam pembelajaran maupun disiplin ilmu lainnya.

Adapun kekurangan dari metode hafalan ini ialah timbulnya penyakit verbalisme, yakni para peserta didik mereka mengenal istilah, pengertian, rumus dan lain lain akan tetapi mereka kurang dalam memahami kontekstual dalam substansi materi yang diajarkan oleh para pendidik. 

Semisal antara lain peserta didik terkendala dalam menuangkan ide serta gagasan lantaran daya imajinasi yang tidak berkembang, karena tidak didukung oleh keberanian berargumentasi dan dialog sehingga pemahaman yang dipahaminya menjadi keraguan dalam nalar berfikir. 

Namun dalam beberapa jurnal penelitian pengaruh model pembelajaran memori terhadap hasil belajar menunjukkan pengaruh sebesar 34,85% terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik. 

Dalam mengimplementasikan metode hafalan yang efektif pada tingkat perguruan tinggi, para mahasiswa dapat menghafal teori-teori dasar dan informasi data dalam kaidah keilmuan guna mempertahankan argumentasi ilmiah ketika sedang melakukan metode presentasi di dalam kelas. Kalau para dosen membiasakan hal tersebut, ini akan membawa dampak yang baik ketika mahasiswa tersebut melaksanakan sidang skripsinya nanti. 

Dalam tingkat menengah ke atas atau MA dan menengah pertama atau MTS metode hafalan bisa diterapkan pada pre test maupun post test dalam kegiatan belajar mengajar guna mengingat kembali dan mengevaluasi materi yang telah diberikan dan sebagai tolak ukur pendidik mengetahui daya ingat peserta didiknya terhadap materi yang sudah diberikan. 

Untuk jenjang sekolah dasar atau MI sangat direkomendasikan lantaran masih kuatnya daya serap dan di fase tersebut si anak mempunyai kekuatan menghafal yang baik.

Oleh karenanya dalam rangka meningkatkan daya ingat, daya serap dan daya nalar para peserta didik terhadap pembelajaran yang diberikan oleh bapak/ibu guru maupun dosen, maka penulis menyimpulkan metode menghafal dalam penerapan kegiatan belajar mengajar masih sangat relevan dan dibutuhkan serta layak dalam pelbagai model pembelajaran yang ingin diterapkan oleh para pendidik maupun tenaga pengajar. 

Berkembang pesatnya teknologi dewasa ini membawa keuntungan dan kerugian di dalam peradaban madani umat manusia, terlebih dalam aspek pendidikan. 

Fenomena ini seharusnya menjadi momentum para tenaga pendidik untuk meningkatkan literasi maupun numerasi dalam menggunakan metode menghafal ini.

Jadi jangan dibolak-balik, cara belajar yang efektif ialah dengan menghafal terlebih dahulu secara tekstual baru memahami dalam perspektif kontekstualnya.

Saidina Ali ra mengatakan: Ajarilah anakmu sesuai dengan zamannya. Zaman dimana anak-anak hidup di era komputerisasi dan digitalisasi berjalan bersamanya.

Dengan ini para orang tua dan tenaga pendidik mau tidak mau, suka tidak suka, cepat atau lambat harus meningkatkan hard skill maupun soft skill yang dimilikinya.

Memang tidak mudah tapi inilah peradaban, ada kelebihan dan kekurangan setiap dimensinya. Dalam hal ini tentu penanaman akhlak dan moral mesti diutamakan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun