Pada masa kolonialisme Belanda di Surabaya, kondisi Kali Mas masih bersih, jauh dari polusi. Kapal-kapal berukuran kecil atau perahu lalu-lalang melewati Kali Mas yang waktu itu mungkin masih lebih lebar daripada keadaan sungai yang sekarang.Â
Kalau boleh dibandingkan mungkin tak berbeda jauh dari sarana transportasi sungai di Belanda atau Venesia (Italia). Â
Kali Jagir SurabayaÂ
Sebagian sungai di Surabaya umumnya berkontribusi sebagai bahan baku air kran (PDAM=Perusahaan Daerah Air Minum), tak terkecuali Kali Jagir.Â
Sayangnya seiring dengan perkembangan masyarakat kota dan arus industrialisasi, kualitas air sungai di Surabaya dikhawatirkan akan mengalami penurunan. Bahkan mungkin sudah menurun kualitasnya.Â
Sebagian warga Surabaya menjadikan Kali Jagir sebagai tempat mengail ikan. Dulu sempat tersiar kabar kalau Kali Jagir itu banyak menelan korban. Konon malapetaka itu akibat ulah siluman buaya putih (Jawa = Bajul Kroman) penunggu Kali Jagir.Â
Sempat merebak kabar pula kalau muncul orang tua sakti mandraguna yang berhasil menolong banyak korban tenggelam. Lalu sosok tua penolong orang yang tenggelam tadi dijuluki "mbah kalab".Â
Mbah kalab kini sudah tiada. Jasa beliau menolong orang yang tenggelam menjadikan namanya dikenang sepanjang masa. Kini yang mengemban tugas mulia meneruskan perjuangan beliau bernama Mbah Malang.Â
Kali Jagir mengalir menuju laut  (selat) Madura. Di Kali Jagir inilah terdapat bangunan pintu air, ya tak ubahnya Pintu Air Katulampa di Bogor atau Pintu Air Manggarai di Jakarta.Â
Sebagai sebuah bangunan bendung bernilai sejarah yang difungsikan sebagai pengendali banjir Kota Surabaya, tentu saja Pintu Air Jagir harus senantiasa dalam keadaan terpelihara.Â